Kisah Edi, Tukang Bubur yang Bangun 4 Rumah dan Pondok Ngaji

Kabar Nasional

Kisah Edi, Tukang Bubur yang Bangun 4 Rumah dan Pondok Ngaji

Weka Kanaka - detikJabar
Sabtu, 13 Jul 2024 11:00 WIB
Tukang bubur khas Tambun, Edi.
Tukang bubur khas Tambun, Edi. (Foto: Weka Kanaka/detikcom)
Jakarta -

Di sudut Bekasi, tepatnya di Tambun, ada sebuah kisah inspiratif dari seorang penjual bubur yang telah menembus batas perumahan hingga perkantoran Jakarta dan Tangerang. Tukang bubur yang satu ini, tak hanya berhasil menghidupi keluarganya, tetapi juga membangun empat rumah serta mendirikan tempat pengajian. Dia adalah Edi, yang lebih akrab disapa Haji Edi oleh warga sekitar.

Haji Edi bukanlah penjual bubur biasa. Dia adalah seorang pedagang senior yang telah memulai usahanya sejak 1981. Dari sekadar berjualan bubur motor, Haji Edi mampu memperbaiki kondisi ekonominya secara signifikan.

Perlahan namun pasti, dengan ketekunan dan kerja keras, Edi berhasil membangun rumah yang layak bagi dirinya dan ketiga anaknya "Ini dulunya rumah saya hanya gubuk saja sederhana," kata Edi seperti dilansir dari detikTravel, Kamis (11/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya mampu membuat rumah untuk keluarganya, berkat penghasilannya sebagai tukang bubur motor, ia mampu membuka pondokan untuk masyarakat mengaji. Selain itu, pada tahun 2019 ia beserta istri dan beberapa pedagang bubur motor lainnya pun telah berhasil beribadah ke Tanah Suci Makkah. "Ya Alhamdulillah bisa buat bangun rumah, buat bangun majelis, Alhamdulillah sudah bisa ke tanah suci," kata Edi.

Tukang bubur khas Tambun, Edi.Pondok ngaji yang dibangun tukang bubur khas Tambun, Edi. Foto: Weka Kanaka/detikcom

Pondokan ngaji itu bernama Majlis Ta'lim Yaa Bunayya. Tempat belajar baca tulis Al-Quran itu didirikan demi sang anak yang bercita-cita ingin menjadi guru. "Anak saya punya keinginan jadi guru dan dia bisa mengajar ngaji, sebagai orang tua, memang anak pekerjaannya itu ya udah kita bikinin tempat," ujar dia.

ADVERTISEMENT

Dari gubuk sederhana, kini rumah yang ia tempati sangat rapi dan cukup besar. Ia berujar bahwa awalnya pun pondokan itu tak sebagus saat ini. Namun, karena melihat antusiasme dari para masyarakat untuk mengaji akhirnya ia membuat pondokan yang lebih besar. Bermodal dua BPKB kendaraan, ia memberanikan diri untuk menjadikan modal untuk membangun pondokan.

"Karena semakin banyak yang ngaji, kita lihat anak-anak itu hujan kehujanan, ya Alhamdulillah rezeki saya bikin itu untuk anak-anak dan santri," ujarnya.

"Jadi kita modal BPKB 2 langsung sama ibunya kita pergi ke bank, pulang langsung bangun dan ngelas (atap), ya udah kita bangun Alhamdulillah," ujar dia.

Menariknya, hingga kini pondokannya pun tak mematok biaya tetap bagi masyarakat yang ingin mengaji. Alias, para santri dapat mengaji dengan membayar seikhlasnya. Dan siapa sangka bahwa segala pencapaian itu ia raih lewat semangkuk bubur Tambun dengan segala keunikannya.

Artikel ini telah tayang di detikTravel. Baca selengkapnya di sini.

(iqk/iqk)


Hide Ads