Sikap LBH Bandung soal Penyegelan Rumah Ibadah Ahmadiyah di Garut

Sikap LBH Bandung soal Penyegelan Rumah Ibadah Ahmadiyah di Garut

Rifat Alhamidi - detikJabar
Sabtu, 06 Jul 2024 14:00 WIB
Prosesi penyegelan tempat ibadah JAI di Cilawu Garut
Prosesi penyegelan rumah ibadah Ahmadiyah di Garut (Foto: Istimewa).
Bandung -

LBH Bandung mengeluarkan 4 pernyataan sikap mengenai penyegelan sebuah rumah ibadah Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Garut. LBH mengecam tindakan pemerintah yang dianggap telah diskriminatif kepada kelompok umat beragama.

Dalam pernyataan resminya, LBH menyatakan, tindakan itu sebagai pelanggaran HAM atas isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Menurut LBH, negara seharusnya hadir untuk memberikan perlindungan bagi warganya termasuk soal kebebasan beragama.

"Pertama, tindakan ini mencerminkan bahwa negara masih tetap aktif dalam melakukan tindakan pelanggaran HAM pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Negara semestinya hadir dalam wujud penghormatan bagi siapapun yang akan melakukan kegiatan ibadah keagamaan, sebagaimana amanat konstitusi dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945," kata Direktur LBH Bandung Heri Pramono, Sabtu (6/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, LBH menyatakan, penyegelan yang dilandasi aduan masyarakat itu seharusnya bisa ditengahi pemerintah setempat. LBH bahkan menegaskan, penyegelan tersebut menambah kegagalan negara dalam memberikan perlindungan dan jaminan atas pemenuhan hak warga negara.

"Kedua, perihal aduan dari masyarakat yang dijadikan alasan Satpol PP dalam melakukan penyegelan adalah urusan kemasyarakatan yang seharusnya bisa ditengahi oleh pemerintah setempat, dan tidak bisa menjadi suatu alasan untuk menggugurkan jaminan hak asasi," ucap Heri.

ADVERTISEMENT

"Sesuai Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa (1) setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; (2) negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya.

Berdasarkan fakta di atas telah jelas dan terang, adanya tindakan Satpol PP melakukan penyegelan masjid Ahmadiyah di Kampung Nyalindung, menambah kegagalan Negara dalam memberikan perlindungan dan jaminan atas pemenuhan Hak Asasi Warga Ahmadiyah dari perlakuan intoleran dari kelompok tertentu, tidak hanya lalai tapi Negara ikut terlibat dan aktif dalam pelanggaran HAM," tegasnya.

Poin ketiga, LBH menyebut pemerintah dan pihak terkait mestinya mengedepankan nilai toleransi dalam insiden tersebut. Sehingga menurut Heri, hak kebebasan beragama setiap warga negara bisa terjamin, termasuk soal penerbitan izin pendirian rumah ibadah.

"Ketiga, Forkopimcam Cilawu, Satpol PP dan pihak-pihak yang terkait dengan penyegelan tersebut, semestinya mengedepankan nilai-nilai toleransi dan melakukan langkah-langkah yang dapat mempermudah serta mempercepat proses perizinan pendirian rumah ibadah. Yang mana itu menjadi tugasnya sebagaimana tertulis dalam Pasal 6 ayat (1) huruf (e) peraturan bersama dua menteri tahun 2006, yakni menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rumah Ibadah. Bukan sebaliknya atas dasar perizinan dan menghindari konflik di antara masyarakat melakukan pembatasan kegiatan beribadah untuk kelompok lain," ungkapnya.

Poin terakhir, LBH mendesak Presiden, KSP dan Kementerian Agama hingga pemerintah daerah untuk turun tangan mengetasi konflik di Garut itu. Desakan ini dicetuskan supaya ke depannya tidak terjadi potensi kekerasan dan pelanggaran hak beribadah.

"Mendesak Presiden, KSP, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Gubernur Jawa Barat, Bupati Garut segera turun tangan mengatasi dan mencegah terjadinya peristiwa kekerasan dan pelanggaran hak beragama seiring dengan akan terlaksananya Pemilihan Kepala Daerah," tuturnya.

"Mengecam tindakan penyegelan Masjid Jemaat Ahmadiyah di Kampung Nyalindung oleh Satpol PP yang didampingi Tim PAKEM dan Forkopimcam Cilawu yang secara langsung melawan amanat Konstitusi Negara dimana Negara menjamin kebebasan beragama bagi warga Indonesia;

Mendesak Bupati Garut dan seluruh aparat terkait untuk mencabut segel terhadap masjid karena tidak sesuai dengan konstitusi Negara Republik Indonesia," katanya.

"Memberikan rekomendasi evaluatif terhadap aparat negara diantaranya Satpol PP Kab. Garut, Tim PAKEM dan Forkopimcam Cilawu, yang telah berperan aktif melakukan Pelanggaran HAM dan telah lalai dalam memberikan perlindungan dan jaminan atas pemenuhan Hak Asasi Warga Ahmadiyah dari perlakuan intoleran dari kelompok tertentu," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah menyegel sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat beribadah oleh Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Garut. Pemerintah meminta mereka menghentikan aktivitasnya.

Penyegelan dilaksanakan oleh petugas gabungan pada Selasa, (2/6) lalu. Bangunan tersebut berada di salah satu desa di kawasan Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut.

Menurut Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Garut, Jaya P. Sitompul dari Tim Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Garut, penyegelan dilaksanakan oleh Satpol PP dan Tim Pakem.

"Berdasarkan aduan dari masyarakat yang diresahkan dengan adanya aktivitas keagamaan dari aliran yang dilarang oleh pemerintah," kata Jaya kepada wartawan di kantor Kesbangpol Garut, Jumat (5/2/2024) malam.

Jaya menjelaskan, penyegelan yang dilakukan oleh Satpol PP dan Tim Pakem Garut sudah sesuai dengan aturan. Ada tiga dasar hukum yang digunakan.

Pertama, yakni Fatwa MUI Tahun 2005. Kemudian Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Nomor 3 Tahun 2008, serta Pergub Jabar Nomor 12 Tahun 2011. Seluruhnya melarang kegiatan JAI di Indonesia.

"Tempat tersebut telah digunakan sebagai tempat peribadatan," katanya.

Jaya berharap agar JAI menghentikan aktivitasnya di Kabupaten Garut. Pemerintah akan melakukan tindakan lanjutan jika aksi penyegelan tersebut tidak diindahkan oleh mereka.




(ral/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads