Kisah Sida Rohmatul Fadillah, Penulis Muda Penyintas Celebral Palsy

Kisah Sida Rohmatul Fadillah, Penulis Muda Penyintas Celebral Palsy

Faizal Amiruddin - detikJabar
Rabu, 03 Jul 2024 18:15 WIB
Penyintas cerebral palsy Sida Rohmatul Fadillah menunjukkan buku karyanya.
Penyintas cerebral palsy Sida Rohmatul Fadillah menunjukkan buku karyanya. (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)
Tasikmalaya -

Pantang menyerah, boleh jadi ungkapan itu cocok untuk menggambarkan kiprah Sida Rohmatul Fadillah, gadis 22 tahun penyintas celebral palsy, warga Gunung Kondang, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya.

Disabilitas yang satu ini mampu menerbitkan 2 buku di tengah keterbatasan fisik yang dialaminya sejak lahir. Rangkaian huruf yang dia susun dituliskan dengan menggunakan kaki. Meski tak terlalu cepat, jemari kaki Sida cukup terampil menekan tombol-tombol huruf di laptop.

"Sekarang lagi bikin novel satu lagi, ini ceritanya tentang perempuan bahagia," kata Sida, saat unjuk kebolehan di acara Kementerian Sosial di halaman Balekota Tasikmalaya, Rabu (3/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berkomunikasi dengan Sida relatif tak ada kendala, meski ekspresinya seperti kesulitan, namun suaranya terdengar jelas. Dia terlihat ceria, gaya bicaranya seperti anak muda kebanyakan.

Dia menunjukkan karya pertamanya yang merupakan buku kompilasi cerita pendek, bertajuk 'Lukacita'. Di buku itu dia membuat karya cerpen berjudul Si Gadis Cacat, sepintas isinya bercerita tentang kisah hidupnya. Tentang keresahan, curahan hati, tentang perjuangan serta proses dirinya bangkit dari keterpurukan atas keterbatasan yang dialaminya.

ADVERTISEMENT

Karyanya itu lumayan memberikan sedikit keuntungan bagi Sida, meski penjualannya dilakukan oleh Sida sendiri. Dari penerbit dia membeli Rp 45 ribu, kemudian dia menjual lagi seharga Rp 50 ribu. Beberapa orang yang membeli kerap kali membayar Rp 100 ribu.

"Yang ini buku indie Sida jual sendiri, nanti mah inginnya masuk penerbit besar supaya bukunya ada di toko besar. Sida jadi terkenal dan royaltinya banyak," kata Sida.

Menteri Sosial RI Tri Rismahari yang menyempatkan berinteraksi dengan Sida, terlihat terkesan dengan karya buku yang dibuat Sida. Risma tampak antusias berbincang dengan Sida. Bahkan dia memanggil seorang terapis untuk memeriksa kondisi Sida. Ternyata diketahui bahwa masih ada harapan bagi Sida agar tangannya bisa normal bergerak. Namun dia harus tinggal sementara untuk dirawat dan menjalani terapi di balai rehabilitasi milik Kemensos di Bekasi.

"Mau nggak diobati, tapi dibawa ke Bekasi," tanya Risma.

"Orangnya baik-baik nggak? Saya malu, makan harus disuapi dan nggak bisa pakai daleman sendiri," jawab Sida.

Risma kemudian menerangkan bahwa selama menjalani pengobatan, Sida akan didampingi oleh petugas khusus sehingga tak usah khawatir soal ketakutannya itu. Risma juga tak lupa memborong semua buku karya Sida.

"Memang kalau makan dia kesulitan, terutama makan nasi. Pasti berantakan, makanya setiap hari harus disuapin terus," Nia Kurnia, ibu kandung Sida.

Nia menjelaskan anaknya itu mengalami cerebral palsy sejak lahir. Selama ini pun dia berusaha mengobati penyakit anaknya itu, namun tak pernah tuntas, karena terbentur biaya. "Kan kalau pakai BPJS perawatan itu ada batasnya," kata Nia. Ikhwal tawaran pengobatan dari Kemensos, Nia mengaku belum bisa memutuskan karena ingin mengetahui dulu penjelasan lebih lanjut. "Kalau untuk kebaikan Sida, saya siap. Tapi saya belum tahu seperti apa, nanti bagaimana di sananya," kata Nia.

Nia mengatakan anaknya itu merupakan lulusan SLB Bahagia Kota Tasikmalaya, dia lulus tahun 2023 lalu. "Awalnya masuk SD seperti biasa, tapi kasihan, dia minder akhirnya masuk ke SLB," kata Nia yang sehari-hari berjualan kue keliling kampung.

Pipih Suparmi guru SLB Bahagia mengatakan sejak awal Sida memang menunjukkan bakatnya dalam bidang menulis. "Awalnya kita bangun dulu rasa percaya dirinya, itu memang lumayan agak sulit, apalagi kecerdasan Sida memang bagus tidak ada masalah. Nah perlahan rasa percaya dirinya bangkit, dia mulai menunjukkan ketertarikan dalam menulis dan melukis," kata Pipih.

Pipih kemudian mendorong bakat atau ketertarikan Sida itu, meski tangan Sida kesulitan untuk menulis. Akhirnya dia belajar menulis menggunakan kaki.

"Ternyata dia mampu menggunakan jari kakinya, akhirnya dia mulai menulis. Awalnya dia menulis curahan hati, puisi dan sejenisnya. Terus kita semangati, sehingga akhirnya bisa membuat cerpen, kemudian membuat novel. Melukisnya juga lumayan bagus," kata Pipih.

Pipih mengaku bangga dengan pencapaian Sida melahirkan karya-karya tulis. Dia berharap semakin banyak pihak yang mendukung Sida. "Mudah-mudahan dia bisa semakin maju, jadi penulis hebat sehingga bisa membantu keluarganya, atau minimal bisa mandiri," kata Pipih.

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads