Hilang Rumah hingga Gila Angka, 6 Kisah Miris Korban Judi Online di Jawa Barat

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Minggu, 30 Jun 2024 07:00 WIB
Ilustrasi judi online (Foto: Agus Dwy Nugroho)
Bandung -

Judi online telah menjadi fenomena yang menyebar luas di kalangan masyarakat, menyasar berbagai lapisan, profesi dan kelompok usia. Dampak negatifnya begitu luas, menghancurkan kehidupan banyak orang, termasuk di Jawa Barat.

Beberapa kisah korban judi online di wilayah ini sungguh membuat miris dan patut mendapat perhatian serius, betapa bahayanya dampak dari aktivitas tersebut. Dibutuhkan kesadaran kolektif dan tindakan nyata untuk melindungi masyarakat dari jerat judi online dan menyelamatkan mereka yang sudah terlanjur terjerumus ke dalamnya.

1. Hilang Rumah - Ditinggal Anak Istri Lalu Idap Gangguan Jiwa

Seorang pria asal Bandung menderita gangguan kejiwaan setelah terjerat judi online. Bahkan gegara judi online (judol) pria itu harus kehilangan segalanya, termasuk rumah dan keluarga.

Kisah itu diceritakan oleh Asep Kamho, pemilik Rumah Resolusi Indonesia, sebuah panti penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dengan metode rukiah di Kampung Ciembe, Desa Padabenghar, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi.

"Dia sampai mengalami stres karena kecanduan judi online, sudah pinjam sana pinjam sini, gali lubang tutup lubang sampai akhirnya kehilangan segalanya. Dia pria berusia 35 tahun asal Bandung, diantar oleh Dinas Sosial setempat untuk mendapat perawatan di tempat saya," kata Asep Kamho kepada detikJabar, Sabtu (22/6/2024).

Menurut Asep, sejak awal kedatangan pria tersebut, menunjukkan tanda-tanda mengalami gangguan kejiwaan. Bicara meracau dan menunjukkan tanda depresi yang mendalam. Asep menyebut, racun kecanduan yang ditebar judi online membuat pria itu kehilangan akal sehatnya.

"Kita tangani dia, melalui metode rukiah, kemudian kita ajarkan berkebun aktif dengan penghuni lain di sini. Kita ajak juga untuk beternak, karena awal-awal datang itu murun, diajak apa-apa juga susah maunya diam terus di ruangan. Kebetulan kami di sini kan tidak ada sekat, tidak ada pengaman jadi kami biarkan berbaur dengan yang mengurus di sini," tuturnya.

Dalam hitungan beberapa bulan, pria tersebut mulai menunjukan perubahan. Menurut Asep, kecenderungan untuk berbaur mulai terlihat. Ia mulai bisa menceritakan kisah hidupnya dan mewanti-wanti soal bahaya bermain judi.

"Tapi masih selang seling ya, belum benar-benar pulih. tapi dia mulai mau cerita bahwa dia itu mulai ngeblank itu ketika rumah yang ditinggali sama anak istrinya dijual. Jadi karena istilahnya apa ya dia bilng itu, gacor ya jadi ada permainan bagus dia mengejar itu malam itu uang hasil jual rumah habis dan istrinya juga pergi dari rumah itu membawa anaknya pergi," ucap Asep.

Malam itu, kehidupan pria tersebut hancur. Tidak ada tempat pulang, sampai akhirnya terlunta-lunta dan mendapat penanganan dari Dinas Sosial.

"Dia terlunta-lunta di jalanan perutnya lapar semakin tertekan secara psikologisnya, dia langsung stress. Dia ini seorang laki-laki usia 35 tahunan, profesinya tidak bisa kita sebut ya, dia sekarang sudah pulang setelah mendapat perawatan selama 7 bulan. Kondisinya belum pulih total sekitr 75 persenan namun karena ada permintaan keluarga, akhirnya dia kita kembalikan ke keluarga," ujar Asep.

2. Pancingan Kemenangan Berujung Jatuh di Lembah Utang

Pria berinisial DA (35) warga Kecamatan Purbaratu Kota Tasikmalaya, terjerat judi online setelah sebelumnya hanya berniat untuk sekadar iseng. Pancingan kemenangan, menjeratnya hingga jatuh di lembah utang.

Butuh waktu 4 tahun bagi DA sebelum akhirnya tersadar bahwa judol telah menghancurkan kehidupannya. Kesadaran itu pun muncul setelah harta bendanya ludes, kekuatan finansialnya rontok hingga untuk sekedar makan pun sulit.

DA sendiri adalah seorang pegawai swasta. Sebelum terjerumus judol dia tergolong mapan untuk ukuran pria muda. Penghasilannya berkali lipat dari UMR Kota Tasikmalaya. Tabungan bekal masa depan, kendaraan, ponsel mentereng, dia sudah dia punya.

Kini semua itu ludes, bahkan malah menimbulkan utang yang harus dia selesaikan. Berdasarkan perhitungannya, kerugian atau kekalahan yang dialami selama kurun waktu 4 tahun itu lebih dari Rp 200 juta.

"Yakin bahwa judi itu adalah candu. Untuk berhenti tidak sesederhana orang bayangkan. Kegilaan-kegilaan terjadi berulang, logika seperti hilang," kata DA, Selasa (25/6/2024).

Dia mengatakan mulai mengenal judol sekitar September 2020. Di masa pandemi COVID-19 itu dia melihat temannya bermain judol jenis slot. Cerita menang banyak dari teman, membuat DA mulai coba-coba membuat akun dan mengadu peruntungan.

"Main sejak September 2020, pas pandemi. Awal tahu dari teman, saya deposit Rp 90 ribu. Saya langsung menang hingga Rp 3 juta lebih," kata pria berjambang ini .

Kemenangan perdana itu membuat dia mulai keranjingan bermain. Iseng-iseng berhadiah, demikian istilah pembenar yang ada di pikiran DA atas hobi barunya itu.

"Waktu itu ya saya tahulah slot itu judi, tahu judi itu dilarang agama, tahu melanggar pasal 303 KUHP. Saya tahu, tapi kan ini istilahnya ini permainan privat, mudah menyembunyikan dari orang lain. Terus pikir saya juga ya sekedar iseng-iseng berhadiah," kata DA.

Menurut dia taruhan yang dia keluarkan awalnya relatif terkendali, uang yang dia pertaruhkan adalah uang "bubuk" di rekening tabungan. "Asalnya pakai uang "bubak-bubuk", misalnya punya saldo Rp 10.300.000, nah yang dimainkan yang Rp 300 ribunya," kata DA.

Namun setelah larut dalam permainan dengan segala dinamikanya, perlahan DA dia keranjingan. Menang besar atau kalah besar menjadi cerita hari-harinya, karena tiada hari tanpa judol. Lingkar pertemanan yang juga memiliki kebiasaan yang sama, semakin membuat DA jatuh lebih dalam ke dalam candu judol.

"Circle pertemanan juga mungkin berpengaruh. Foya-foya ketika menang, dibully ketika kalah. Terus saling berbagi tips dan info situs gacor (dianggap mudah menang). Itu semua kan bikin kita semakin panas ketika kalah, atau jumawa ketika menang," kata DA.

Di fase ini menurut DA, dia larut dalam asumsi-asumsi yang sebenarnya tak logis. Misalnya asumsi bahwa kalau bermain dini hari pasti akan menang, atau merasa mampu menganalisa algoritma sistem permainan hingga menghitung hari mujur.

"Ya namanya orang sudah mabuk judi, kita terjebak dalam asumsi atau keyakinan hawa nafsu kita sendiri. Padahal semuanya palsu, pada akhirnya tetap saja uang kita disedot bandar," kata DA.

Asumsi lain yang menurut DA memiliki daya rusak besar adalah keyakinan bahwa jika ingin menang besar maka taruhannya harus besar pula. "Jadi kita berpikiran kalau ingin menang besar harus depo besar. Gara-gara itu saya mulai depo jutaan rupiah, padahal itu semuanya tipu daya bandar," kata DA.

Di sisi lain kebiasaan bermain judol perlahan telah membuat pola hidup DA berubah. Dia tak lagi fokus kerja, karena dalam pikirannya menang judol jauh lebih menguntungkan ketimbang bekerja. "Kebetulan saya kerja bagian lapangan, jadi agak longgar. Begadang terus-terusan, kerja sudah tak fokus, hidup mulai ngaco, asal ada duit langusng depo," kata DA.

DA mengaku dirinya seakan terobsesi oleh kemenangan-kemenangan besar atau kemenangan ajaib yang pernah dia dapatkan. Pengalaman ini pula yang menurut dia turut menghipnotis logikanya sehingga tak henti bermain.

DA mengatakan rekor kemenangan terbesar yang dialaminya mencapai Rp 49,2 juta dengan taruhan Rp 169 ribu. Dia bahkan masih menyimpan tangkapan layar kemenangannya itu, sehingga bisa diketaui detail bahwa kemenangan "gemilang" itu terjadi pada Jumat 8 Juli 2022 pukul 01.33 WIB. "Ini masih saya simpan tangkapan layarnya," kata DA.

Pengalaman manis lain yang dia dapatkan adalah kemenangan ajaib, di mana saat itu dia bertaruh Rp 10 ribu dan berhasil menang Rp 5 juta lebih hanya dalam waktu tak lebih dari 30 menit. Dia juga mengaku pernah menang di saat-saat krusial membutuhkan uang untuk modal menikah di tahun 2022. "Jadi bayangan kemenangan-kemenangan itu yang ada di pikiran, makanya terus-terusan main, terus merasa yakin akan menang," kata DA.

Ironisnya ketika menang besar, DA merasa dirinya berubah menjadi orang yang tak menghargai uang, berlagak bak jutawan serta menjadi tamak. "Ya pastilah foya-foya, tapi yang paling kacau adalah rasa tamak. Setelah menang besar kita taruhkan kembali, berharap bisa menang lagi, padahal ujungnya malah jadi kalah," kata DA.

Setelah kurun waktu 2 atau 3 tahun, DA mulai menyadari harta bendanya ludes. Tak hanya itu dia juga mulai bermasalah dengan cicilan utang. "Gadaikan sertifikat tanah orang tua Rp 25 juta, belum pinjaman-pinjaman di BPR dan teman. Kalau barang-barang mah sudah jelas, motor totalnya 5 unit, tabungan ludes," kata DA.

Sadar hidup sudah rungkad, tak serta merta membuat dia berhenti. Fatamorgana berupa dapat duit cepat dari judol masih menutup mata hati dan pikirannya. Asal dapat duit dia pertaruhkan, bahkan uang untuk makan pun dia pertaruhkan. Sehingga tak jarang dia harus menahan lapar karena uang makan ludes disedot bandar judol.

"Motor sudah tak punya, akhirnya ponsel pun digadaikan untuk depo, mainnya pinjam ponsel teman. Sering kalah, jadi berminggu-minggu tak punya ponsel. Terbeli lagi ponsel, begitu lagi. Kadang jadi joki atau dimodali teman, menang dapat komisi," kata DA.

Lama terjebak dalam candu judol sehingga kehidupannya berantakan, DA akhirnya tersadar. Dia kini mulai menata kembali kehidupannya dan bertekad untuk meninggalkan judol. Sayang dia enggan membahas momentum titik balik atau detail peristiwa yang membuat dia akhirnya tersadar.

"Ada lah momen dan situasi yang membuat saya sadar dan berusaha berhenti main judol. Minta doanya saja, agar saya bisa benar-benar berhenti dan membereskan kekacauan hidup akibat judol. Intinya jangan pernah coba-coba main judol, bahaya, bandar tak akan pernah kalah," kata DA.



Simak Video "Video: OJK Ajukan Permintaan Blokir 27 Ribu Rekening Terindikasi Judol"

(Syahdan Alamsyah/tey)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork