Tragedi Horor Timpa Pekerja Mesin Penghalus Batubara di Sukabumi

Jabar Sepekan

Tragedi Horor Timpa Pekerja Mesin Penghalus Batubara di Sukabumi

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Senin, 17 Jun 2024 11:00 WIB
Ilustrasi Garis Polisi
Ilustrasi TKP (Foto: Ari Saputra)
Sukabumi -

Usman (20) harus menjemput ajalnya di tempat ia mencari nafkah sehari-hari, di pabrik Desa Padabeunghar, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi. Usman meninggal di tempat, sebab tergiling mesin penghalus batubara pada Minggu (9/6/2024) pagi.

Kabar kematian warga Padabeunghar, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi itu, merebak dari beredarnya foto-foto mengerikan yang dikirim melalui aplikasi perpesanan. ER, salah satu warga Jampang Tengah menyebut mesin yang menewaskan Usman merupakan sejenis mesin untuk menggiling batubara yang nantinya akan dibuat untuk pembakaran kapur.

"Informasi masih simpang siur awalnya, ada yang bilang korban saat pegang kayu kesedot (ke mesin) ada juga yang bilang terpeleset lalu jatuh," kata ER kepada detikJabar, Selasa (11/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perusahaan tempat Usman bekerja, diketahui bergerak di bidang pengolahan kapur. ER mengungkapkan tubuh Usman masuk ke dalam mesin giling. Saat dievakuasi, Usman sudah dalam kondisi meninggal dunia.

"Kejadiannya itu antara jam 08.00 WIB atau jam 09.00 WIB. Langsung dievakuasi pakai ambulans desa dan yang ambil (bawa) pak kadesnya sendiri," lanjut dia.

ADVERTISEMENT

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Padabeunghar Ence Rohendi membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya saat ke lokasi perusahaan tersebut kondisi korban sudah ada di lantai.

"Korban sudah ada di bawah saat lihat ke sana, datang ke desa mau pinjam ambulans yang pertama sopirnya, nggak tahu kronologis kecelakaannya bagaimana. Hanya dengar kecelakaan, saya kurang hapal semua," kata Ence.

Soal perusahaan tempat korban bekerja, Ence menyebut, tempat pengolahan batu kapur giling. Namun dia tidak mengetahui berapa lama pabrik itu beroperasi dan jumlah pegawainya.

"PT BBM, perusahaan itu sudah berjalan berapa lama saya kurang tahu, data karyawan juga enggak hapal berapa orangnya," tuturnya.

"Itu pengolahan batu kapur batu giling, sudah lama beroperasi. Sebelum menjabat kades sudah ada, saya juga baru 6 bulan. Pemiliknya warga Jakarta," sambung Ence.

Kepasrahan Keluarga

Adik (65), ayah dari Usman pun hanya bisa pasrah menelan pil pahit kepergian putranya. Tak banyak yang ia ceritakan, tapi Adik ingat betul Usman sudah lima tahun bekerja di perusahaan tersebut.

Dengan bahasa Sunda, Adik mengatakan bahwa sebelumnya Usman bekerja sebagai pemeriksa apu (kapur). Hingga akhirnya Usman bekerja dibagian penggilingan, yang mana mesin itu jadi alat kerja terakhir bagi Usman.

Adik menyebut putranya itu memang tinggal di rumah adiknya atau paman korban yang juga besan atau mertua dari korban. "Saya tinggal di Surade, ini rumah adik saya sekaligus mertua korban. Jadi ngebesan itu dengan adik, (jadi) adik kakak-besanan," tuturnya.

Mirisnya, Usman diketahui meninggalkan seorang istri yang saat ini dalam keadaan hamil dengan usia kandungan dua bulan. Pernikahan Usman dengan sang istri baru berjalan selama dua tahun.

"Almarhum belum punya anak (istrinya) hamil dua bulan. Menikah sudah dua tahun, menikah itu saat usia (korban) 18 tahun," imbuh Adik.

Peristiwa itu kemudian memancing reaksi dari organisasi buruh dan Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi. Nendar Supriyatna, Ketua DPC Federasi Serikat Buruh Kimia, Industri umum, Farmasi dan Kesehatan, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSB KIKES KSBSI) Sukabumi mengecam peristiwa tersebut. Nendar juga mempertanyakan standar K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada perusahaan tempat korban bekerja.

"Terkait adanya kecelakaan kerja yang sampai menimbulkan korban jiwa, saya sebagai aktivis buruh di Sukabumi sangat menyayangkan bahkan mengecamnya. Karena investasi tidak harus sampai mengorbankan nyawa. Mengingat, sistem kerja telah diatur dalam perundangan di negara ini, termasuk yang berkaitan dengan K3," kata Nendar kepada detikJabar, Selasa (11/6/2024).

Selain itu, Nendar juga meminta pmeintah khususnya di bidang Pengawas Ketenagakerjaan untuk megecek ke lokasi dan memeriksa pihak perusahaan terait jaminan apa saja yang sudah diberikan perusahaan kepada para pekerjanya agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

"Pengawas ketenagakerjaan wajib turun serta diharapkan dapat mengusut tuntas melalui PPNS-nya. Apakah korban maupun tenaga kerja lainnya ini didaftarkan atau tidak dalam program BPJS ketenagakerjaan, jika tidak maka perusahaan wajib memberikan santunan sebesar 48 kali gaji," tegas Nendar.

Pihak yang Harus Bertanggung Jawab

Senada, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi, Hera Iskandar mengatakan peristiwa serupa pernah terjadi di Kecamatan Parungkuda. Pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus-kasus semacam itu adalah Pengawas Ketenagakerjaan.

"Ini kedua kalinya setelah di perusahaan makanan tempo hari di Parungkuda, Dinas Tenaga Kerja dan Pengawas Ketenagakerjaan harus bertanggung jawab untuk pelaksanaan dan pengawasan K3 di perusahaan tersebut," kata Hera.

Di lain sisi, Adik mengaku enggan memperpanjang persoalan yang menimpa Usman. Adik telah menandatangani surat pernyataan bersama antara pihaknya, dengan perusahaan tempat Usman bekerja. Diketahui, pihak terkait termasuk aparat desa dan perwakilan perusahaan telah melakukan mediasi terkait peristiwa itu.

Dilihat detikJabar, ada 8 poin pernyataan yang ditandatangani Adik, salah satunya adalah permintaan agar tidak menanggapi ketika ada yang mempermasalahkan isi surat pernyataan tersebut. Adik juga menyebut permasalahan itu sudah selesai.

Adik mengaku tidak mengetahui apakah putranya itu diikutkan dalam BPJSTK atau tidak, namun menurutnya persoalan itu sudah dimediasi dan pihaknya menganggap semuanya sudah selesai.

"Sudah mediasi, sudah selesai. (soal) BPJSTK, saya enggak hapal, enggak tahu dengan Pak Apud sebagai mamangnya (pamannya)," pungkasnya seraya menjelaskan Apud tersebut juga bekerja di perusahaan yang sama dengan korban.

Tidak banyak keterangan yang bisa didapat dari ayah korban dan keluarga lainnya. Dua lembar pernyataan berisi beberapa poin dan tandatangan diperlihatkan oleh Adik, menurutnya itu membuktikan jika persoalan itu sudah selesai. Dalam salah satu narasi di dalam surat pernyataan tertulis adanya santunan bernilai puluhan juta rupiah.

Sementara itu, detikJabar juga telah sempat mendatangi perusahaan tempat korban bekerja. Namun, hanya dipersilahkan masuk sampai pintu gerbang utama.

Dengan diantar oleh sejumlah warga, detikJabar berusaha menemui pengurus perusahaan itu. Namun tak membuahkan hasil. Upaya konfirmasi selanjutnya dilakukan dengan menghubungi nomor WhatsApp yang didapatkan detikJabar namun belum direspons. Begitu juga upaya konfirmasi melalui pesan, belum ada tanggapan apapun.

Terpisah, Kapolsek Jampang Tengah, Resor Sukabumi AKP Gatot menyebut kasus kecelakaan kerja yang dialami Usman masih dalam penyelidikan. "Masih dalam rangka penyelidikan," ujarnya.

(aau/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads