Kata Akademisi soal UU KIA: Belum Sentuh Karyawan Informal

Kata Akademisi soal UU KIA: Belum Sentuh Karyawan Informal

Bima Bagaskara - detikJabar
Kamis, 06 Jun 2024 19:01 WIB
Ilustrasi Kalender
Ilustrasi cuti (Foto: detikcom/thinkstock).
Bandung -

DPR mengesahkan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA). Dalam undang-undang ini, diatur mengenai cuti ibu melahirkan dengan durasi 6 bulan dan cuti 3 hari bagi suami yang menemani istri melahirkan.

Guru Besar Ilmu Kesejahteraan Keluarga dan Anak Universitas Padjajaran Nunung Nurwati mengatakan, UU KIA dibuat untuk melengkapi undang-undang yang telah ada sebelumnya yang memihak karyawan perempuan.

"Sebetulnya pegawai (perempuan) itu kan punya hak cuti dari Undang-undang Ketenagakerjaan selama tiga bulan (untuk ibu hamil) dan ada cuti haid tiga hari, sebetulnya sudah ada. Jadi sebetulnya menurut saya UU KIA ini hanya melengkapi dari Undang-undang Ketenagakerjaan yang sudah ada," kata Nunung saat dihubungi detikJabar, Kamis (6/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi dengan adanya undang-undang ini yang tekanannya pada 1.000 hari kehidupan pertama, hanya melengkapi yang sudah ada dimana sebelumnya tidak ada hak untuk suami cuti," sambungnya.

Nunung mengungkapkan, pemberian hak cuti bagi suami untuk menemani istri saat melahirkan adalah poin yang patut diapresiasi. Sebab hal itu selaras dengan program BKKBN dimana suami harus siaga saat istri hamil dan menjelang melahirkan.

ADVERTISEMENT

"Kalau saya melihat perlu tapi jangan terlalu lama cuma tiga hari kan ya. Ini seiring dengan programnya BKKBN suami harus siaga ketika istrinya hamil. Memang urusan kelahiran perempuan, tapi perlu dukungan moril dari suaminya," ungkapnya.

Namun dia menyebut, UU KIA masih ada kekurangan, yakni tidak spesifik mengatur bagaimana pekerja informal bisa mendapat hak cuti baik untuk istri maupun suami. Menurutnya aturan di UU KIA kuat bagi pekerja formal, namun sulit diimplementasikan oleh pekerja informal.

"Masalahnya perusahaan yang informal ini bagaimana menerapkan undang-undang ini. Karena undang-undang itukan seluruh tidak bisa hanya sebagian saja. Nah apakah pekerja informal apa dipikirkan untuk cutinya, apakah undang-undang itu hanya berlaku oleh sektor yang besar dan PNS saja, itu perlu ada penjelasan," tutur Nunung.

Dia khawatir, perempuan yang bekerja di sektor informal tidak mendapat haknya sesuai dengan UU KIA. Karena itu, Nunung berharap pemerintah bisa mempertegas implementasi aturan dalam undang-undang untuk semua karyawan perempuan.

"Jadi perlu dipertegas bagaimana dengan mereka yang bekerja di sektor informal. Kalau undang-undang ketenagakerjaan jelas bagi perusahaan yang formal, yang sudah PT, pabrik, kalau informal gimana itukan belum diatur," tegasnya.

"Jadi belum menyentuh mereka yang bekerja di sektor informal," tutup Nunung.

(bba/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads