Suami mendapat hak cuti untuk mendampingi istrinya yang melahirkan. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan yang saja disahkan DPR RI.
Dalam undang-undang itu, suami mendapat hak cuti maksimal tiga hari untuk mendampingi istri yang melahirkan. Sementara istri, diberi cuti maksimal 6 bulan di masa persalinan.
Respons positif diungkap Ferdy Soegito Putra (33). Pria asal Kopo, Kota Bandung ini mengapresiasi disahkan UU KIA yang memberi hak kepada ibu yang sedang hamil, akan melahirkan, sedang dalam masa persalinan, hingga setelah melahirkan untuk memiliki waktu yang cukup bersama anak mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk cuti (suami) sangat setuju karena untuk support istri melahirkan perlu dilakukan untuk memastikan jalannya persalinan, dan memastikan kondisi anak (pascalahir)," ucap Ferdy saat berbincang dengan detikJabar, Kamis (6/6/2024).
Ferdy merupakan seorang pegawai swasta, sementara istrinya adalah pegawai BUMN. Menurut Ferdy sebelum disahkan UU KIA, mengambil cuti tidak bisa sembarangan dilakukan.
Namun dengan adanya aturan tersebut, Ferdy bisa sedikit tenang manakala nanti istrinya akan melahirkan, dia bisa cuti dan mendampingi momen persalinan.
"Kalau sebelum ada aturan ini bingung juga kalau istri mau melahirkan tapi nggak bisa cuti. Dengan kebijakan ini dengan memberikan cuti di luar cuti kerja itu, sangat membantu bagi saya sebagai seorang suami untuk menemani saat istri melahirkan (nanti)," ujarnya.
Ketentuan cuti suami untuk menemani istri melahirkan tertuang dalam Pasal 6 ayat 1 dan 2 di UU KIA. Ayat 1 menyebutkan untuk menjamin pemenuhan hak ibu, suami dan atau keluarga wajib mendampingi saat masa persalinan. Suami berhak mendapatkan hak cuti pendampingan istri dengan ketentuan.
"Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan hak cuti pendampingan istri pada: a. masa persalinan, selama 2 (dua) hari dan dapat diberikan paling lama 3 (tiga) hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan," demikian bunyi Pasal 6 Ayat 2.
Selain itu, suami juga diberikan waktu yang cukup untuk mendampingi istri dan/atau Anak dengan alasan:
- istri yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran;
- Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi;
- Istri yang melahirkan meninggal dunia; dan/atau
- Anak yang dilahirkan meninggal dunia
Dalam UU KIA juga disebutkan selama masa cuti suami harus menjaga kesehatan istri dan anaknya, memberikan gizi, dan mendampingi mereka mendapat fasilitas kesehatan sesuai standar.
(bba/sud)