Kata Pakar soal Spanduk Kampanye Bikin Polusi Visual di Bandung

Kata Pakar soal Spanduk Kampanye Bikin Polusi Visual di Bandung

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Selasa, 04 Jun 2024 11:00 WIB
Spanduk kampanye yang bikin polusi visual di Bandung
Spanduk kampanye yang bikin polusi visual di Bandung (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar)
Bandung -

Spanduk-spanduk para calon pemimpin jelang Pilkada 2024 sudah banyak jadi polusi visual bagi Kota Bandung. Hal ini pun turut disorot oleh Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Pengamat Kebijakan Publik, Cecep Darmawan.

Cecep pun memantau selama ini sudah cukup banyak spanduk bacawalkot terpampang, padahal ia tahu kalau belum waktunya. Ia pun menyebutkan aturan sebetulnya tertulis jelas dalam Perda nomor 9 tahun 2019 tentang Ketertiban Umum, Ketenteraman dan Perlindungan Masyarakat.

"Konteksnya sebagai negara hukum, siapapun itu ya harus ikuti aturan. Dalam Perda nomor 9 tahun 2019 kan jelas ada beberapa pasal, di antaranya mengatur soal reklame. Kalau soal muatan kampanye atau tidaknya, itu urusan Bawaslu. Tapi kan tertib pemasangan iklan itu diatur oleh Perda, jadi harus ditaati mana yang boleh dan tidak," kata Cecep pada detikJabar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilihat dalam laman resmi BPK dan JDIH DPRD Kota Bandung, tercantum beberapa pasal dalam Perda yang mengatur tentang reklame dan estetika kota dari spanduk. "Setiap orang atau badan dilarang memasang lampu hias, kain bendera, kain bergambar, spanduk, dan/atau sejenisnya di sepanjang jalan, rambu lalu lintas, tiang penerangan jalan, pohon, dan/atau bangunan," tulis Perda itu pada poin G Pasal 19.

Namun, dalam poin pasal tersebut tidak dijelaskan sanksi spesifik jika dilanggar. Aturan lebih rincinya lagi, terdapat dalam Bagian Kedelapan, Tertib Reklame.

ADVERTISEMENT

Pada Pasal 30 poin C tertulis tertib reklame yakni tidak menghalangi, menutupi dan/atau mengganggu rambu-rambu dan arus lalu lintas jalan serta pejalan kaki. Serta pada poin D tertulis bahwa reklame tidak menghalangi dan/ atau mengganggu pandangan mata pengendara kendaraan.

"Reklame Selebaran tidak ditempel pada tempat/bangunan milik umum/instansi yang dapat mengganggu kebersihan, ketertiban, dan keindahan," tulis Perda itu pada poin J Pasal 30.

"Setiap orang atau badan dilarang menyelenggarakan reklame di atas jalan umum yang dapat mengganggu keamanan lalu lintas dan keindahan kota dan/atau lingkungannya," bunyi aturan selanjutnya di Pasal 31.

Lalu, apa sanksinya jika melanggar? Sanksi bisa dibilang tak cukup berat. Hanya berupa sanksi administratif penutupan atau pembongkaran, pengamanan barang bukti obyek pelanggaran, pengumuman di media massa, dan/ atau penahanan sementara kartu identitas kependudukan dengan dibuatkan tanda terima sebagai pengganti identitas sementara.

Cecep melihat, sanksi harus dikenakan dengan tepat atau pas sesuai porsi pelanggarannya. Memang, dalam regulasi tersebut tak punya sanksi yang dirasa cukup membuat para pemasang spanduk takut asal tempel.

"Di aturan itu selain amankan barang bukti, dibongkar, bahkan ada penahanan kartu kependudukan dan pengumuman media massa. Tergantung pelanggarannya seperti apa, karena sanksi harus sepadan dengan pelanggarannya. Tidak boleh terlalu berat atau ringan. Kalau ringan ya orang jadi gampang melanggar, tapi kalau berat jadi melanggar HAM. Jadi harus ada aturan jelas dan sanksinya pas," ucap Cecep.

Tapi nyatanya, dengan sekedar beres-beres spanduk malah bikin para pemasangnya kucing-kucingan. Jika sudah ditertibkan, maka spanduk kembali dipasang di titik yang berbeda.

Maka, Cecep melihat dengan regulasi dan sanksi yang masih terbilang ringan, bisa diambil salah satu sanksi yang menurutnya bisa cukup menimbulkan efek jera. Ialah sanksi pengumuman di media massa.

"Kalau aturannya diamankan, tapi kok muncul lagi? Itu harusnya aturannya diperbarui agar tidak kucing-kucingan, dicek regulasinya kalau belum lengkap ya harus direvisi. Tapi kalau dari Perda saat ini, menurut saya pengumuman media massa kan bisa juga membuat efek jera itu ada," kata Cecep.

Seperti diketahui, sejumlah kasus yang memanfaatkan sosial media dengan benar dan jadi viral, bisa membuat efek sanksi sosial bagi pelaku. Cecep pun memberi contoh jika Pemkot mengoptimalkan sosial medianya untuk menerapkan sanksi berupa pengumuman di media sosial.

"Misalnya ada reklame yang lagi-lagi terpasang, foto saja dan tulis di media massa bahwa reklame tersebut menghalangi estetika dll, mohon yang lain tidak meniru. Jadi ada sanksi sosial, buat iklan layanan masyarakat bisa di sosmed, radio, TV, media detikcom, silakan saja," ujar Cecep.

"Pemkot nggak punya wewenang ke substansi iklannya, tapi kan lebih ke di mana tempat iklannya. Kalau melanggar ya harusnya segera ditertibkan, siapapun mereka, oknum pejabat sekalipun yang melanggar ya tidak pandang bulu harus ditertibkan, beri teguran di media massa itu bisa beri efek jera," pesannya.

Menurut Cecep, konteks APK mengandung unsur kampanye bukan kewenangan Pemkot, namun perlu koordinasi dengan Bawaslu. Intinya, Pemerintah harus tegas dan meninjau ketertiban pemasangan spanduk secara aturannya.

Perlu dipertimbangkan apakah mengganggu keindahan, etika, dan estetika kota atau tidak. "Kalau bisa, begitu ada pelanggaran, Pemkot melakukan penegakan hukum. Tapi juga pihak pemasang iklan itu harusnya tau diri. Menaati aturan Perdanya," tutur Cecep.

Sekda Bakal Tinjau APK yang Mengotori Estetika Kota Bandung

Di lain sisi, Pelaksana Harian Sekretaris Daerah (Plh Sekda) Kota Bandung, Hikmat Ginanjar menyebut pihaknya bakal terus melakukan pengawasan pada spanduk yang tak mencerminkan estetika kota. Ia mengimbau pada para calon pemimpin dan atau partai, agar bisa menaati Perda dan tak sembarang tempel spanduk.

"Kita fokus bagaimana menjaga estetika kota, baliho, atau banner-banner yang tidak resmi. Itu harus segera ditertibkan. Itu nanti kita pasti akan duduk bersama, dalam rapat koordinasi pun akan dibahas agar mereka memasang pada waktunya sesuai ketetapan Pemilu," pesan Hikmat.

"Kami mengimbau, pemerintah itu punya aturan. Dalam beraktivitas di Kota Bandung itu harus taat dengan peraturan yang ditetapkan," lanjutnya.

Sementara itu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) kota Bandung, Wenti Frihadianti berjanji bakal membahas lebih rinci soal tertib APK. Ia juga bakal memastikan aturan KPU selaras dengan Perda.

"Di KPU hal itu memang belum masuk pembahasan, jadi kemarin kami juga sinkronisasi antara Perda dengan PKPU. Itu ada poin yang tidak sinkron. Jadi nanti akan menekankan pada estetikanya dan efeknya tidak mencelakai atau ada korban. Nah itu penekanan ke situ, jadi akan dibahas juga di Rakor terkait APK," ucap Wenti.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Spanduk Serang Megawati Bermunculan di Jakarta, Begini Respons PDIP"
[Gambas:Video 20detik]
(aau/dir)


Hide Ads