Ketika langit berwarna jingga keemasan, ribuan manusia tampak hilir mudik kembali pulang setelah seharian penuh beraktivitas. Tak terkecuali di depan kawasan pabrik jalan Ibrahim Adjie, tampak ribuan buruh berkerumun bercampur para penjual kaki lima, mulai dari aneka buah-buahan hingga perabotan di depan pabrik.
Seperti Anne (57) sudah berjualan di depan pabrik mulai dari siang bolong hingga matahari terbenam. Ada banyak produk yang dijualnya. Seperti capitan baju, tisu, gunting kuku, buku pengetahuan agama Islam, dan lain-lain.
Kepada detikJabar, Anne mengatakan sebelum jualan di trotoar depan pabrik, setiap pagi Anne juga berjualan peralatan sehari-hari di pasar Kiaracondong. "Dagang udah lama dari anak saya masih SD kelas 1 sekarang udah SMA," kata Anne, Senin (13/05/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dulu sebelum akhirnya Anne memutuskan untuk berjulan peralatan sehari-hari. Ia dulunya sebagai supir taksi. Anne juga bercerita di belakang mobil yang ia bawa untuk mencari rezeki, selalu menampilkan tentang akhlak. Bahkan ada yang mempermasalahkan ketika anaknya sering dibawa untuk bekerja.
"Jadi di belakang (taxi) itu ada video, saya sering tampilkan tentang akhlak. Kan dulu saat jadi supir taxi, anak saya masih TK kadang-kadang saya antar jemput. Ketahuan lah, laporan deh orang yang enggak suka sama saya, saya juga sering nanya ke penumpang boleh bawa anak atau tidak dan itu tidak jadi masalah," tuturnya.
Pada suatu hari, saat Anne akan menyeberang, tak sengaja ia tertabrak motor hingga kondisinya tidak stabil dan tidak bisa bekerja.
"Saya enggak bisa bayar kontrakan, anak saya waktu masih kelas 1 SD. Saya upayain cari ilmu nggak ada kata berhenti. Takut anak saya kelaparan, saya jual baju-baju," katanya.
Wanita kelahiran tahun 1967 mengaku khawatir, ia bersama anak semata wayangnya akan kehilangan satu-satunya tempat untuk berlindung. Namun rahmat Allah SWT datang dengan menghadirkan seseorang yang memberi bantuan.
"Akhirnya dengan kemuliaan Allah Swt, tiba-tiba ada yang dateng ke rumah terus silahturahmi sama saya. Ternyata dari anak saya masih TK sampai anak saya SD kelas 2 tuh diperhatiin sama orang yang enggak dikenal, dia tuh bagian daripada sosial yaitu dari Australia, dateng-dateng dia ngasih amplop senilai Rp. 1.500.000.
Awalnya, ia gunakan uang itu untuk berjualan tisu. Kemudian, ia kumpulkan sebagai modal membeli roda.
"Akhirnya kita bareng-bareng ke pasar yang dekat Jamika, beli roda. Ini rodanya, sampai sisanya lah buat modal. Sampai sekarang berjalan apa adanya," katanya sambil menunjuk roda yang ada di depannya.
Dia memiliki seorang anak yang kini sedang melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di pondok pesantren. Untuk penghasilan, menurutnya tidak menentu kadang naik, kadang turun dikarenakan di tempat ia berjualan sudah banyak yang jualan tisu juga.
Ia juga mengatakan pernah mendapatkan penghasilan Rp. 1.800.000 saat anaknya masih di sekolah dasar dan di Gasibu kurang dari Rp. 2.000.000.
"Ya dipakai buat dagang lagi, iya kalau sebulan sekali ada pertemuan saya upayain dia dikasih uang jajan," katanya.
Wanita tersebut sudah ditinggal oleh suaminya sejak lama, bahkan anaknya pun belum pernah melihat muka dari bapaknya. Anne memiliki cita-cita untuk menyekolahkan anaknya ke Al-Azhar di Kairo, Mesir.
Selain cita-cita tersebut, wanita itu memiliki tujuan terdekatnya yakni ingin memiliki rumah tahfiz yang nantinya dikelola oleh anaknya.
"Kalau saya mah jujur aja, kalau boleh meminta sama Allah Swt, saya kepingin punya rumah, rumah tahfiz Qur'an, anak saya yang mengelolanya karena anak saya nggak bisa dagang, nggak bisa kerja bisanya ngajar," pungkasnya.
(yum/yum)