Waktu masih menunjukkan pukul 06.30 WIB, Minggu (12/5/2024), namun Warti (48) sudah berkeliling di tengah Kota Bandung. Perempuan asal Wonogiri, Jawa Tengah, itu menjajakan jamu yang dibawa dengan punggungnya.
Ada banyak jamu yang ia tawarkan. Seperti Beras Kencur, Kunyit Asem, Buyung Upik, Jahe, Anggur, dan lainnya. Satu gelas jamu dijualnya dengan harga Rp8-10 ribu. "Jamu mbak? Jamu," ujarnya menawarkan dengan lirih.
Dengan cekatan, ia menyiapkan pesanan pelanggan demi pelanggan yang berdatangan memesan. Sejak pagi, Warti berkeliling dari sekitar Jalan Homann ke Jalan Braga, kemudian mangkal di Polrestabes Bandung setiap hari sampai matahari mulai terbenam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jarak dari Wonogiri ke Bandung kurang lebih 482 kilometer jauhnya. Warti rela merantau, menahan rindunya meninggalkan keluarga di kampung halaman demi mengumpulkan rupiah demi rupiah.
"Saya dari gadis itu sudah merantau. Selama saya masih sehat, suami dan anak meridhoi, saya mau merantau terus. Jualan di tanah rantau itu enak mbak, pembelinya lebih banyak meski nggak tentu," ujar ibu dua anak itu mengawali cerita.
Warti tak ingat persis tahun berapa ia mulai berjualan. Mungkin sekitar tahun 1993 katanya, saat ia belum menikah dan memutuskan berjualan jamu di tanah Sunda. Berarti, 31 tahun sudah atau setengah umurnya digunakan untuk berjualan jamu.
Warti terpaksa meninggalkan keluarga, sebab menurutnya rezeki suami dan anak-anaknya memang ada di Jawa Tengah. Sang suami berprofesi sebagai tukang bangunan. Sementara putri sulungnya yang berusia 26 tahun, sudah bekerja menjadi pegawai pabrik. Menantunya pun sudah membuka usaha genteng di sana.
"Waktu saya hamil dan melahirkan, saya di sana. Sampai anak mau ditinggal, baru saya ngerantau lagi. Anak saya yang kedua itu baru mau ditinggal waktu dia SMP, karena dia mau mondok (pesantren). Nah akhir Mei nanti anak saya melahirkan, saya juga mau pulang nunggu cucu mungkin tiga minggu," kata Warti dengan semringah.
Ia mengenal cara membuat jamu dan berjualan dari sang kakak. Dengan menggunakan bus, bahan-bahan untuk membuat jamu ia ambil dari kampung halamannya. Kemudian ia racik sendiri jamu-jamu buatannya.
Mulanya, Warti muda berdagang di sekitar Pasar Atas, Kota Cimahi. Kemudian pindah ke daerah sekitar Pasir Koja-Kopo, Kabupaten Bandung. Kemudian ia pun diajak temannya untuk pindah berjualan jamu ke Kota Bandung. Ternyata, di sini Warti menemukan ketenangan dan rezeki yang lebih melimpah.
"Sebetulnya tentu sih sehari itu berapa gelas terjual, kadang banyak orang tapi yang beli sedikit. Tapi kadang juga orangnya sedikit tapi malah yang beli banyak. Orang itu kadang cuma mau jalan-jalan, nggak lihat dan jadi nggak kepikiran pengen jamu. Tapi ya alhamdulillah selalu ada aja yang beli," ucapnya.
Meski pendapatan belum menentu, tapi Warti sangat senang merantau di Kota Kembang. Dari ibu kota Jawa Barat ini, Warti menggantungkan hidupnya sebab melihat potensi berjualan yang lebih menjanjikan daripada ke Kota Yogyakarta atau Solo yang lebih dekat dari rumahnya.
"Kalau saya ke Bandung itu karena rame, di sini banyak orang dan uangnya itu paling untuk makan. Kalau di Jawa (Jawa Tengah dan sekitarnya) itu orang pendapatannya sedikit dan terbagi buat banyak hal. Ada pengeluaran umum dan makan, dia banyak di umumnya jadi udah nggak mikir beli jamu. Mau keluar uang itu pikir dua kali, mending bikin sendiri gitu mikirnya," lanjut Warti.
Meski jerih payah di tanah rantau harus ditempuhnya, Warti begitu bersyukur keluarganya meridhoi untuknya merantau. Dari pundi-pundi rupiah yang ia dan suami kumpulkan, keduanya punya tempat tinggal sendiri di Wonogiri.
"Saya itu dulu waktu masih bangun rumah, badan saya udah kayak apa (capek). Tapi saya jualan terus, biar kekumpul uangnya bareng-bareng. Alhamdulillah akhirnya punya rumah sendiri, kalau sekarang itu munnbgkin sekitar harganya Rp200 juta," kenang Warti.
Ia juga mampu menyekolahkan kedua anaknya sampai tamat SMA dan Pondok Pesantren. Menurutnya, meski waktunya untuk pulang kampung tak banyak, tapi komunikasi dengan keluarga tetap tak terputus secara jarak jauh.
Kini, harapannya sederhana. Ia ingin terus diberi kesehatan agar bisa mengumpulkan uang demi tabungannya di hari tua bersama suami. "Semoga saya sehat terus, saya mau merantau selama saya sehat," doa Warti yang kemudian diamininya.