Pilu Bocah Cirebon, Depresi gegara Ponsel Dijual

Round-Up

Pilu Bocah Cirebon, Depresi gegara Ponsel Dijual

Tim detikJabar - detikJabar
Selasa, 14 Mei 2024 10:00 WIB
Boy showing STOP gesture with his hand. Concept of domestic violence and child abuse. Copy space
Ilustrasi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/gan chaonan)
Bandung -

Malang nasib bocah berusia 13 tahun di Kota Cirebon. Dia mengalami depresi setelah diduga handphone atau HP milikinya dijual oleh sang ibu untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Siti Anita (48), ibu dari bocah berinisial A, warga Bedeng, Kelurahan Pekiringan, Kecamatan Kesambi mengatakan, dia harus menjual HP milik A untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Siti menyebut, ayah A yang merupakan suaminya sendiri tidak memberikan nafkah selama 8 bulan kepadanya saat bekerja di luar kota.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Awalnya sih setelah hp punya A saya jual untuk kebutuhan sehari-hari. Waktu itu kan suami nggak ngirim uang 8 bulan waktu kerja di luar kota," ungkapnya, Senin (15/4).

Setelah kejadian, kondisi anak sulung dari tiga bersaudara ini lebih sering melamun dan kondisi emosinya sudah tidak terkontrol. "Setelah itu A emosinya nggak ke kontrol sering ngamuk-ngamuk lemparin barang," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Melihat kondisi anaknya seperti itu, Anita kemudian berinisiatif meruqiyah namun tidak kunjung mendapatkan hasil positif. Anita juga membawa anaknya berobat secara medis dan dinyatakan mengalami depresi. Namun hingga kini kondisi A tidak kunjung membaik karena terbentur masalah ekonomi untuk membawa berobat sang anak secara rutin.

"Karena kondisi ekonomi saya kurang mampu dan memang butuh biaya yang nggak sedikit, meskipun punya BPJS hanya terhalang untuk akomodasi dan membutuhkan bantuan orang untuk mengantar karena anak suka ngamuk saat di ajak berobat," ungkapnya.

Gejala ini muncul ketika anaknya duduk di kelas 6 sekolah dasar tepatnya setahun yang lalu, sehingga ia memutuskan anaknya berhenti sekolah karena sering mengamuk ketika belajar di dalam kelas.

"Gejalanya muncul pas A kelas 6 SD, jadi waktu itu di kelas suka gebrak meja dan buat teman-temannya takut. Jadi saya putuskan berhenti sekolah sampai sekarang," tuturnya.

"Dia juga sempat hilang dan ditemui di Kuningan setelah saya share di Facebook," tambahnya.

Anita berharap kondisi anaknya ingin segera normal kembali dan bisa menempuh pendidikan setelah satu tahun berhenti sekolah. "Harapan ingin anak kembali normal dan bisa sekolah lagi," pungkasnya.

(wip/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads