Alasan di Balik Belum Efektifnya Nyamuk Wolbachia di Bandung

Alasan di Balik Belum Efektifnya Nyamuk Wolbachia di Bandung

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Rabu, 01 Mei 2024 19:30 WIB
Ilustrasi seekor nyamuk yang sedang hinggap di tubuh manusia dan mengisap darah
Ilustrasi DBD. Foto: Thinkstock
Bandung -

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung mencatat sepanjang Januari sampai minggu ketiga bulan April 2024, angka penderita demam berdarah dengue (DBD) tembus hingga 3.468 kasus. Angka ini membuat Kota Bandung menjadi 'juara' jumlah kasus DBD baru terbanyak di Indonesia tahun 2024.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Bandung, Ira Dewi Jani menjelaskan mayoritas pasien DBD di kotanya sudah sembuh. "Sekarang data DBD itu sampai minggu ketiga April 2024, terkonfirmasi 3.468 kasus. Mayoritas sudah sembuh sejumlah 3.351, jadi yang masih aktif itu tinggal 103 kasus. Sementara itu angka kasus kematian akibat DBD ada 14 pasien," kata Ira dihubungi detikJabar, Rabu (1/5/2024).

Saat ditanya soal alasan Kota Bandung sudah diimplementasi wolbachia, tapi angka kasus terus melonjak tajam, Ira menjelaskan ada banyak faktor. Ia menegaskan bahwa implementasi nyamuk 'mahal' itu belum optimal dan baru dilakukan di 1 dari 151 kelurahan se-Kota Bandung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Implementasi wolbachia itu baru 1 dari 151 Kelurahan di Kota Bandung, dan rencananya butuh 6 bulan implementasi dengan 12 kali penitipan ember telur nyamuk. Setiap ember harus diganti terus per 2 minggu, itu baru selesai 26 April lalu. Sehingga penyebaran nyamuk memang masih berproses," ucapnya.

"Kemudian sekali menitipkan, harusnya ada 308 ember yang disebar. Tapi yang berhasil dititipkan hanya 33%. Kemarin warga sempat banyak yang menolak karena ada missinformasi, jadi yang bisa dititipkan hanya 173 ember. Tidak berhasil sebanyak 67%," lanjut dia.

ADVERTISEMENT

Dinkes harus terus berupaya agar proses penitipan ember nyamuk wolbachia dapat optimal. Di sisi lain, adanya penolakan warga atau orang tua asuh nyamuk di lapangan, membuat Dinkes cukup kesulitan.

Ira menyebut, saat ini nyamuk wolbachia belum bisa menjadi solusi penekanan angka DBD. Terlebih, tak semua nyamuk di ember bisa menetas dengan sempurna.

"Dari 33% yang berhasil dititipkan, setiap ember harus menetaskan 160 nyamuk wolbachia. Tapi yang menetas masih di bawah 100 nyamuk. Idealnya, nyamuk wolbachia dapat bekerja optimal di lingkungan jika proporsinya sudah lebih dari 60% populasi nyamuk biasa," ucap Ira menjelaskan.

Ia pun mengaku, sepanjang April 2024 hasil monitoring evaluasi (monev) dengan Kemenkes RI kurang memuaskan. Dari target 35% penyebaran di minggu pertama, baru 14% dari target yang tercapai. Minggu kedua seharusnya target 50% nyamuk wolbachia berhasil tersebar, baru 19% yang tercapai.

Bahkan di minggu ketiga yang seharusnya sudah mencapai 60% penyebaran, justru menurun jadi 14% dari target nyamuk yang harus disebar.

"Sementara program baru berhasil kalo proporsi nyamuk aedes aegypti berwolbachia, harus lebih dari 60% di alam. Jadi ya ini menjadi PR kami, sampai sekarang masih sosialisasi karena nggak bisa hanya sekali, harus terus menerus," imbuh Ira.

Ia juga mengaku bahwa masih ada sejumlah warga yang enggan menjadi orang tua asuh nyamuk wolbachia. Sekedar diketahui, istilah tersebut merujuk pada warga yang bersedia bagian rumahnya dititipi ember berisi 160 bibit nyamuk aedes aegypti berwolbachia.

Ira berharap, nantinya Kota Bandung dapat mengimplementasikan nyamuk wolbachia di 4 kelurahan lainnya. Namun, belum diketahui kapan waktu penyebaran nyamuk wolbachia di titik lainnya, sebab harus menunggu evaluasi Kemenkes RI.

"Mungkin nanti ada strategi komunikasi yang baru dengan warga, kita bisa belajar dari pengalaman supaya lebih sukses. Karena sayang ya tenaga, waktu, biaya yang dikeluarkan kalau program ini nggak lancar. Kami kepingin banget bisa mengendalikan demam berdarah," doa Ira.

(aau/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads