Menteri Sosial Tri Rismaharini membagikan cerita pahit getirnya rehabilitasi terhadap masyarakat yang hidup dan besar di kawasan eks prostitusi Gang Dolly, Surabaya, Jawa Timur.
Meski kawasan tersebut berhasil ditutup, Risma mengatakan, jika permasalahan sosial di kawasan Dolly belum selesai.
Tak hanya melakukan rehabilitasi terhadap orang dewasa, anak-anak pun juga jadi perhatian pasalnya ada anak yang terkontaminasi dengan perilaku negatif dari mulai prostitusi hingga pornografi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Kota Surabaya dulu ada enam lokalisasi, semua berpikir saya tutup lokalisasi karena agama. Ya agama. Tapi yang utama kehancuran moral dan etika anak," kata Risma di Poltekesos, Jl Ir H Djuanda Bandung, Kamis (25/4/2024).
Selain itu, Risma juga pernah temukan anak yang menjadi mucikari dan menjual teman-temannya ke pria hidung belang. "Saya temukan seorang anak umur 14 tahun dia jadi mucikari anak umur 18 tahun," ujarnya.
"Pulang sekolah dia ajak anak-anak SD, anak-anak sekolah nonton video live, karena itu lokalisasi, anak itu menarik Rp 5 ribu per anak, maka kemudian masih terjadi kerusakan pada anak (pola pikir mengarah ke pornografi)," kata Risma.
Setiap permasalahan, apalagi yang menyangkut dengan anak-anak Risma juga harus mengeluarkan solusi.
"Itulah yang saya lawan, menanganinya tidak mudah, setiap tahun setelah tutup saya harus melakukan kegiatan yang saya rancang setiap hari untuk membuat anak-anak lelah, sehingga konsentrasi seksualnya menjadi menurun," jelasnya.
Ia juga menegaskan agar aparat tak buru-buru mengecap 'nakal', jika anak-anak yang terjerat prostitusi di lokalisasi. Ia meyakini akar masalah, yang membuat anak tersebut terjerembap.
"Lacur anak-anak, kita selalu salahkan mereka, saya pernah marahi kepala dinas saya, dia memang nakal dan menyatakan itu, kepala dinas ngomong jika anak itu nakal. Saya cek karena tidak percaya, saya cek sendiri ke rumahnya ternyata dia anak yang bapak-ibunya sudah cerai, ibunya jadi pembantu di Banten, kemudian dia punya adik dua usia 6 dan 10 tahun dan dititipi oleh tantenya dua anak usia 2 dan 4 tahun dan celakanya yang ngasih uang setiap bulan hanya Rp 100 ribu, bayangkan dia harus menghidupi 5 mulut," terangnya.
"Bagaimana kita menyalahkan dia kalau kita tidak tahu dia kenapa, kita tidak pernah tahu penyebabnya, salah satu penyebabnya yakni kemiskinan, kita berusaha bagaimana mereka keluar dari kemiskinan," tambahnya.
Risma menuturkan, setelah Prof Ellya Susilowati M.Si, Ph.D. dikukuhkan sebagai guru besar dan profesor pertama jebolan Poltekesos dapat memberi sumbangsih dalam menyelesaikan permasalahan sosial.
"Saat saya awal jadi menteri, saat itu ada pemikiran perguruan tinggi di bawah kementerian akan dilebur dengan perguruan tinggi umum. Saat itu saya bertahan, saya ngotot tidak bisa, ini berbeda dengan ilmu sosial yang dipelajari di universitas-universitas, ini berbeda," tuturnya.
"Ternyata keyakinan saya betul, bisa dibuktikan bahwa pekerja sosial bukan para ilmuwan sosiologi atau sosial, berbeda," tambahnya.
Risma tambahkan, belum lama ini dia memimpin rapat, bagaimana menangani pornografi online yang saat ini marak terjadi. Di mana teknologi semakin berkembang, ilmu sosial bergerak searah, lurus dan sederajat dengan peradaban manusia.
"Kalau peradaban manusia tinggi menggunakan teknologi, maka ilmu sosial juga harus menggunakan teknologi. Saya tahu itu sulit tapi saya percaya itu bisa dilakukan," tuturnya.
Menurut Risma, sebelum menjadi Menteri Sosial, dia banyak menangani permasalahan sosial di Surabaya. "Ilmu sosial ilmu tertinggi. Bagaimana kita cegah supaya implikasi sosialnya tidak terjadi," pungkasnya.
(wip/yum)