Sederet Fakta Unik Hari Kartini: Sejarah hingga Perayaannya

Sederet Fakta Unik Hari Kartini: Sejarah hingga Perayaannya

David Kristian Irawan - detikJabar
Minggu, 21 Apr 2024 14:00 WIB
Hari Kartini 2023 diperingati pada 21 April 2023. Hari besar nasional itu bertujuan untuk mengenang jasa Kartini dalam memajukan kehidupan wanita Indonesia.
Ilustrasi (Foto: Kemdikbud)
Bandung -

Setiap 21 April, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini. Sebuah hari bersejarah atas perjuangan kaum perempuan Tanah Air oleh sosok wanita bangsawan Jawa yang begitu terkekang, yaitu Raden Ajeng Kartini.

Walau sudah lama tiada, tetapi semangat yang ditelurkan Kartini tetap membara. Bahkan saat ini, terdapat serangkaian cara yang dikemas apik oleh kawula muda agar semakin memeriahkan semangat di Hari Kartini.

Namun, sudahkah detikers paham betul esensi dari Hari Kartini dan apa saja fakta-fakta dibaliknya? Berikut detikJabar hadirkan informasinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kilas Perjuangan R.A. Kartini

Lahir di Tanah Jepara pada tahun 1879, Raden Ajeng Kartini sebetulnya beruntung karena lahir dan tumbuh sebagai anak perempuan dari kaum bangsawan Jawa atau priyayi. Terlebih lagi, Kartini sempat mengenyam pendidikan di ELS (Europese Lagere School) atau setara dengan Sekolah Dasar (SD) yang kerap menggunakan bahasa Belanda.

Namun sayang, mimpi Kartini untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi harus kandas di usia 12 tahun akibat sang Ayah, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat tak memberi restu. Bahkan, Ia dipaksa untuk menjadi seorang putri bangsawan dengan segala rupa macam adat yang wajib untuk dilakukan.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Kartini juga sempat memohon kepada salah satu rekannya dari Belanda, Mr. J. H. Abendanon agar mampu mendapat beasiswa sekolah di sana. Akan tetapi, orang tuanya tetap saja memaksanya untuk menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat pada 12 November 1903 dan memutuskan untuk pindah ke wilayah Rembang.

Menjelang setahun usia pernikahan, Kartini dan Raden Adipati dikaruniai seorang putra bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada 13 September 1904. Walau demikian, beberapa hari setelahnya yakni pada tanggal 17 September 1904, Kartini menghembuskan napas terakhirnya dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang.

Perjuangkan Nasib Perempuan

Sedikit kembali pada masa-masa kecil Kartini, tepatnya di saat dirinya tidak dapat kembali melanjutkan pendidikan. Bukan larut dalam kesedihan, Ia justru lebih semangat untuk membaca dan acapkali bertanya kepada sang ayah.

Saat itu, Kartini mengumpulkan buku, koran, dan majalah terbitan Eropa untuk dibaca, seperti koran Semarang De Locomotief dan majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Dari situlah, Ia terpikat dengan majunya pemikiran perempuan di Benua Eropa, dan merasa sangat kontras dengan yang terjadi oleh wanita Indonesia.

Oleh sebab itu, Ia pun terbesit satu semangat agar wanita tidak hanya sekedar di dapur saja, namun juga harus memiliki ilmu. Lantas, Ia pun mulai mengumpulkan teman-temannya untuk belajar menulis dan ilmu pengetahuan.

Curahkan Kegelisahan Lewat Surat

Berkat kemampuan berbahasa Belanda yang mumpuni, Kartini pun mulai belajar secara otodidak serta menulis banyak surat kepada sahabat korespondensinya dari Belanda. Walau terbilang sibuk, nyatanya Kartini selalu menyempatkan waktu untuk menulis surat dan terlihat pula jika Kartini selalu bersumber dari berbagai literatur yang pernah dibacanya.

Seperti saat berkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengaku ingin menjadi seperti anak muda Eropa lainnya yang dapat hidup dengan kebebasan, tanpa adanya kungkungan adat. Apalagi usai Kartini wafat, Abendanon lantas mengumpulkan surat-surat dari Kartini menjadi sebuah buku berjudul Door Duisternis tot Licht yang berarti Dari Kegelapan Menuju Cahaya.

Pada tahun 1922, penerbit Balai Pustaka kemudian merilis terjemahannya dalam bahasa Melayu berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang menurut Armijn Pane, seorang sastrawan Pujangga Baru. Tentu saja, curahan hati Kartini itu sangat menarik atensi masyarakat Belanda dan mengubah perspektif mereka terhadap kaum perempuan pribumi di Tanah Jawa.

Membangun "Sekolah Kartini"

Seperti yang telah diungkap sebelumnya, Kartini tentu merasa beruntung sebab sang suami mengerti akan isi hatinya dan merestui untuk membangun sekolah khusus wanita. Walaupun, Ia hanya memanfaatkan sebuah bangunan di timur pintu gerbang kompleks Kantor Kabupaten Rembang. atau yang kini disebut Gedung Pramuka.

Lebih lanjut, pada tahun 1912 didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912. Lalu kemudian merambah pula ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan sejumlah daerah lainnya.

Hari Lahir Kartini Diabadikan

Atas dasar perjuangan yang begitu besar, Presiden Republik Indonesia ke-1, Soekarno resmi mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964 yang meneguhkan Raden Ajeng Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, sekaligus menjadikan waktu lahirnya Kartini sebagai hari besar nasional.

Bukan tanpa alasan, selain menjadi sosok yang menaikkan derajat kaum wanita Indonesia, Kartini adalah individu dengan segudang ide, gagasan, dan cara pikir nasionalis demi kepentingan bangsanya sendiri. Sehingga, wajar saja jika namanya kini akan selalu diingat sebagai pionir kebangkitan dan mengangkat derajat seluruh kaum wanita Indonesia.

(iqk/iqk)


Hide Ads