Di siang bolong, terlihat seorang pria sedang mengambil 'rumah kumang' atau kelomang dagangannya yang beterbangan karena tertiup angin hingga ke jalanan. Ia dibantu pula oleh temannya. Namanya Ujang (35) asal Tasikmalaya.
Pria dengan kelainan genetik itu tidak bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dan selesai pada kelas 6 Sekolah Dasar (SD) karena ekonomi orang tuanya yang pas-pasan.
Kemudian ia merantau ke Bandung sejak tahun 2010. Sebelum merantau, aktivitas Ujang di kampung yakni mencari rumput kurang lebih 4-5 jam dalam seharinya untuk dimakan kambing. Kambing yang dipeliharanya itu milik orang lain, namun ketika kambing itu melahirkan dua ekor, Ujang diberi satu ekor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerjaan seperti itu ia lakukan selama satu tahun. Kambing yang didapatnya itu, kemudian dijualnya untuk modal merantau ke Bandung, tak hanya itu saja, Ujang diberi uang oleh ibunya Rp 700 ribu.
"Sebelum ke Bandung, saya cari modal dulu ya, saya ngukut (melihara) kambing setahun punya orang lain sejodoh, kalau lahir 2-3 kambing, saya satu, dia satu, langsung dijual jadi modal ke Bandung, sama ibu saya juga dikasih uang Rp 700 ribu," ucap Ujang saat ditemui di SD Kebongedang, Kamis (21/3/2024).
Singkat cerita, sesampainya di Bandung, ia menginjakkan kaki di Rancaekek. Modal yang ia pegang saat itu dipakai untuk modal berjualan rokok. Bertahap ia menginjakkan kaki ke Cileunyi, sampai Ujung Berung. Selama itu, ia sering berganti-ganti jualannya. Salah satunya peuyeum, juga pernah berjualan sayuran.
"Jualan rokok di Rancaekek, bertahap ke Cileunyi, sampai Ujung Berung. Jualannya pun berbeda-beda, pernah sih jualan peuyeum, jualan sayuran," katanya.
Selama 6 bulan belakangan ini, ia jual rumah kumang atau kelomang beserta rumahnya, dengan tempat yang tidak menentu. Setiap harinya ia berkeliling ketiap Sekolah Dasar dengan hanya gelar spanduk yang sudah tidak dipakai lagi.
Aktifitas di pagi harinya, ia menjual penambal panci di Pasar Cihaurgeulis, Cibeunying Kaler, Kota Bandung, jualan penambal panci ini sudah dilakukan selama 4 bulan.
"Jualannya gunta-ganti gitu, kalau pagi-pagi sih jualannya tambal panci, siangnya jualan kumang," ucap pria yang pakai topi.
![]() |
Setiap hari Ujang berjualan seorang diri, kemana-mana ia harus lakukan sendiri karena belum berkeluarga. Transportasi yang ia gunakan yakni angkutan umum (angkot), jika jualan kumang itu habis, tiap malamnya Ujang ke Sukamiskin dan Leuwi Panjang membeli kumang yang besoknya akan dijual kembali.
Ujang lebih senang dan semangat berjualan. Namun ketika membuka usaha itu tidak akan selalu manis, tidak akan selalu ada di atas, sama seperti yang dirasakan Ujang.
"Saya suka berjualan, saya dulu pernah modal habis, segala habis, cari pekerjaan nggak ada yang ngasih gitu, pas jualan tisu, alhamdulillah," pungkas.
Uniknya, ketika Ujang yang memiliki kelainan pada fisiknya sering ditanya oleh orang terkait keluarganya 'apakah keluarganya sama seperti dia atau tidak'.
"Kebanyakan orang nanya gini 'kamu keluarga semuanya gini nggak?' saya jawab nggak, Cuma saya doang, ibu saya sama adik saya biasa aja, orang yang caci maki mah nggak ada," ucap sambil tersenyum.
Uang yang didapatnya selama berjualan itu tidak menentu, cukup untuk makan dan bayar kontrakan. Kontrakan nya itu ia bayar tidak dilangsungkan semuanya, ia cicil setiap seminggu sekali Rp 100 ribu.
"Tidak menentu, kadang sehari segini, besoknya segitu, pas buat makan. Buat bayar kontrakan nggak langsung 1 bulan tapi dicicil seminggu Rp 100 ribu," ucapnya.
Komunikasi dengan orang tuanya masih terhubung, ya sering menanyakan kabarnya. Sebenarnya Ujang ini memiliki cita-cita namun tidak mau untuk diberitahukan kepada orang lain, cukup ia saja yang ia tahu. Dengan diberi fisik seperti ini, buat Ujang tidak apa-apa, ia sangat bersyukur dan terus semangat berjualan.
(yum/yum)