Melawan Stigma Perawat Kurang Bersahabat

Melawan Stigma Perawat Kurang Bersahabat

Bima Bagaskara - detikJabar
Rabu, 10 Apr 2024 10:00 WIB
Perawat.
Ilustrasi perawat RSHS. (Foto: Istimewa)
Bandung -

Mendapat stigma kurang bersahabat dialami oleh banyak profesi, termasuk di antaranya perawat. Profesi yang berkutat dengan dunia kesehatan dan bertugas merawat orang sakit ini, tak jarang mendapat perlakuan hingga anggapan kurang mengenakkan.

Sejumlah perawat mengakui, mereka kerap mendapat stigma negatif dan kesalahpahaman terkait profesi mereka. Salah satunya, perawat sering dinomorduakan ketimbang profesi lain seperti dokter.

Lita Nurlita (46), salah seorang perawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung mengungkapkan, stigma negatif terhadap perawat masih seringkali terjadi hingga sekarang. Salah satu yang banyak dialami ialah anggapan tentang perawat judes.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lita mengungkapkan, anggapan judes terhadap perawat tidak bisa digeneralisasi. Sebab, judes merupakan sifat yang bisa muncul dari siapapun manakala mengalami kondisi emosional tertentu.

"Kalau perawat judes mungkin mereka melihatnya pada saat mereka melihat perawat itu entah dalam posisi seperti apa, itu penilaian tidak bisa di generalisir. Setiap perawat akan seperti itu tidak ya, mungkin pada saat kebetulan yang di lihatnya seperti itu," ucap Lita.

ADVERTISEMENT

Lita mengatakan, anggapan perawat judes muncul karena satu faktor utama yakni miskomunikasi dengan pasien. Karena itu, menurutnya perawat, khususnya di tempat dia bekerja, sudah dibekali ilmu komunikasi untuk menanggapi keluh kesah pasien.

Dia menekankan, hal utama yang harus dilakukan perawat saat berkomunikasi dengan pasien adalah sopan, santun dan selalu menyampaikan salam. Itu jadi hal utama yang harus dilakukan perawat kepada pasien.

"Perawat sebenernya sudah dibekali bahwa yang namanya perawat itu harus ramah, sopan, santun, salam yang seperti itu memang sudah kayaknya dari basic keilmuan kita sudah di pelajari bagaimana cara berkomunikasi, sehingga bagaimana cara kita cepat tanggap," katanya.

"Sehingga kita tidak di katakan perawat judes atau apa. Jadi memang satu yang penting menurut saya di komunikasi. Kadang-kadang kesalahpahaman timbulnya di komunikasi," imbuhnya.

Lita yang sudah 19 tahun bertugas sebagai perawat di ruang rawat anak RSHS menuturkan, dirinya sebagai seorang perawat senior selalu menanamkan agar perawat menganggap pasien sebagai anak kandung sendiri.

"Kita nggak pernah tahu mungkin ini adalah saudara kita, keponakan kita yang kita rawat, cucu kita atau misalnya adek atau apa. Kalo kita ingin anak kita di perlakukan dengan bagus, kita pun harus memperlakukan anak-anak ini dengan baik," ujarnya.

Lebih lanjut, Lita punya tips jitu manakala menghadapi pasien khususnya orang tua yang berperilaku kurang menyenangkan. Tips ini menurutnya bisa menjaga perawat agar tidak mendapat stigma negatif dari pasien.

"Jadi kalo ada kesal, atau apa mereka tarik nafas, balik lagi dengan kondisi yang baik. Kita juga kalo tahu anak sakit kan kita juga ingin di prioritaskan ya. Jadi untuk mengurangi seperti itu (stigma negatif) saya suka ingatkan, ayo kita juga punya anak, punya ponakan, takutnya kita ada di posisi seperti itu," jelas Lita.

Sementara itu, Ketua DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Bandung Ganjar Wisnu Budiman tidak menampik adanya perawat yang terkadang bersikap judes.

Namun Ganjar menuturkan, perawat adalah manusia yang tugas dan tanggung jawabnya kadang membuat sisi emosional perawat meningkat.

"Ada stigma perawat judes dan bagaimana yang memang sebelumnya masyarakat tidak tahu beban dan yang dikerjakan di rumah sakit itu banyak. Memang itu tidak diketahui masyarakat," ucap Ganjar.

"Di rumah sakit selain melayani pasien, (perawat) harus mengatur administrasi, pencatatan banyak dan sebagainya dan kita dicemooh sebagai perawat judes," lanjutnya.

Namun Ganjar memastikan PPNI telah memberi pembekalan agar seluruh perawat di Kota Bandung untuk bersikap dan melayani pasien sesuai ketentuan agar pasien terlayani baik oleh seluruh perawat.

"Tapi PPNI lelah menghimbau, perawat itu melayani manusia, melayani sesama dan harus bisa memposisikan diri kepada pasien. Kalau memposisikan diri sebagai pasien, tidak akan bertindak semena-mena kepada pasien," jelasnya.

Ganjar juga menegaskan, PPNI memiliki kode etik yang harus dipatuhi seluruh perawat. Dalam kode etik itu, perawat diharuskan berperilaku baik kepada semua pasien. Jika tidak, PPNI punya majelis kehormatan yang siap memberi sanksi terhadap yang melanggar.

"Jadi perawat yang akan lulus akan diedukasi terkait etika keperawatan, itu di kami kalau ada yang melanggar kami punya majelis kehormatan PPNI, nanti akan bertindak kalau ada yang melanggar kode etik sebelum nanti berlanjut mungkin," tutup Ganjar.

(bba/orb)


Hide Ads