Jejak Cinta di Gang RS Mata

Kota Bandung

Jejak Cinta di Gang RS Mata

Rifat Alhamidi - detikJabar
Rabu, 31 Jan 2024 19:30 WIB
Suasana di Gang RS Mata, Kota Bandung.
Suasana di Gang RS Mata, Kota Bandung. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Filosofi 'urang Bandung mah someah hade ka semah' nampaknya begitu dijunjung tinggi oleh warga yang bermukim di Gang RS Mata, Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung. Sudah 10 tahun lamanya, masyarakat di sana hidup berdampingan, bahkan membukakan pintu rumahnya untuk jadi penginapan bagi pasien yang sedang menjalani pengobatan.

Meski secara kondisi, Gang RS Mata tak berbeda jauh dengan pemukiman warga di gang-gang lain di Kota Kembang, tapi tempat ini memang punya auranya tersendiri. Suasana sejuk dan penuh keramahan bisa langsung terasa ketika kaki menyusuri gang yang tak begitu lebar dan memiliki panjang jalan sekitar 100 meteran.

Gang RS Mata sendiri hanya berukuran dengan lebar tak lebih dari 1,5 meteran. Jika ada 2 motor yang berpapasan, maka otomatis salah satu di antaranya harus ada yang mengalah. Jangankan itu, orang yang melintas pun juga harus fokus supaya tak bertabrakan dengan orang lain yang ditemuinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Uniknya, untuk memudahkan pasien yang ingin menyewa penginapan, warga setempat telah memasang tanda 'khusus' di depan rumahnya masing-masing. Tanda berupa plang yang tidak begitu besar itu dipasang dengan tulisan 'Sewa Kamar' atau 'Penginapan Pasien' yang diikuti nomor rumah warga masing-masing.

Satu di antara warga yang menyediakan sewa kamar bagi pasien RS Mata adalah Tatang Suherman (57). Rumahnya berada persis di tengah-tengah gang, dengan warna cat hijau plus tanda 'Nomor 12', menjadi ciri tersendiri bagi pasien yang hendak mencari rumah singgah sementara di sana.

ADVERTISEMENT

Tatang bisa dibilang menjadi pelopor yang pertama kali membuka penyewaan kamar bagi pasien RS Mata Cicendo. Semenjak dibuka pada 2013, penginapan-penginapan lainnya pun kini makin menjamur yang jumlahnya tercatat sudah mencapai 10 rumah.

Namun uniknya, meski sudah 10 tahun membuka bisnis sewa penginapan, tarif yang Tatang pasang tak pernah mengalami perubahan. Sejak 2013, harga sewa kamar di rumahnya masih tetap berkisar di angka Rp 100 ribu, Rp 125 ribu (untuk kamar yang sedikit lebih besar) dan Rp 150 ribu untuk kamar yang memiliki WC sendiri.

"Dari pertama kali buka, harganya enggak pernah berubah. Tetap Rp 100 ribu semalam, terus kalau mau yang kamar mandinya terpisah itu Rp 150 ribu," kata Tatang saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.

Tatang pun menyadari, mereka yang berobat ke RS Mata Cicendo bukan berasal dari kalangan ekonomi atas. Ditambah, acap kali warga yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia itu datang berobat dengan mengandalkan BPJS sebagai rujukan.

Oleh karena itu, Tatang justru bersyukur inisiatifnya banyak mendatangkan manfaat bagi pasien yang hendak berobat. Sebab, mereka sendiri merasa ikut diringankan dengan bantuan Tatang maupun warga lainnya yang sudah membuka penginapan sebagai tempat singgah sementara.

"Yang berobat itu kan biasanya enggak cukup waktu sebentar aja, bisa sampai seminggu minimal. Makanya, banyak yang kebantu ada sewa kamar gini. Buat saya juga hitung-hitung nambah saudara lah a," ucap pria yang kini sudah dikaruniai 2 anak tersebut.

Saat pertama kali membuka penginapan, Tatang tak menampik kerap mendapat protes dari istri tercintanya. Sang istri saat itu sempat merasa keberatan karena pekerjaannya di rumah ikut bertambah dengan kedatangan pasien yang menyewa kamar.

Namun perlahan, Tatang akhirnya bisa meyakinkan istrinya. Ia dan keluarga pun sekarang tinggal di lantai 2 rumahnya, sementara lantai 1 dibuka untuk penginapan pasien yang sedang menjalani pengobatan.

Tatang Suherman, pemilik sewa penginapan bagi pasien RS Mata Cicendo.Tatang Suherman, pemilik sewa penginapan bagi pasien RS Mata Cicendo. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)

Tak ayal, Tatang kini banyak merasakan berkahnya. Yang paling sering, ia kerap dihubungi pasien yang sudah dinyatakan sembuh usai menjalani pengobatan, dan kadang menawarkan untuk bisa bertandang ke kediaman pasien tersebut.

"Yang kayak gitu sering tuh. Misalnya ada yang pernah berobat, terus nginep di sini. Terus pas udah sembuh, kan berobat jalannya bisa di daerah masing-masing. Sering nelepon jadinya, suka ngabarin. 'Pak, Alhamdulillah saya sekarang udah sembuh. Kapan atuh mau main ke sini?" kata Tatang menirukan kembali percakapan itu kepada detikJabar.

Jika pasiennya berasal dari luar Pulau Jawa, Tatang hanya bisa mengamini ajakan mereka untuk datang ke kampung halamannya. Namun, jika si pasien itu masih berasal dari daerah di Jawa Barat, Tatang kadang menyempatkan diri mampir ke sana jika sedang bepergian ke wilayah tersebut.

Salah satunya pernah terjadi ketika ia memiliki agenda berangkat ke Ciamis, Jabar. Setelah menyelesaikan urusan pribadinya, Tatang kemudian mengontak pasien yang pernah menginap di rumahnya.

Setelah bertemu dengan pasien itu, nostalgia di antara mereka menjadi menu wajib yang harus dibahas. Tak jarang, Tatang ikut bersyukur kala melihat pasien yang pernah menginap di rumahnya dulu, sekarang sudah dinyatakan sembuh total setelah menjalani pengobatan.

"Bagi saya mah, yang penting bisa ngejalin persaudaraannya. Pernah bahkan waktu itu, karena udah saking deket pasien yang nyewa kamar di sini, anak saya udah dianggap kayak anak mereka sendiri. Mau berangkat sekolah misalnya, itu pasti dikasih jajan. Terus diajak main, wah seneng pokoknya," ucap Tatang diiringi tawa semringahnya ketika bercerita momen-momen tersebut.

Bahkan yang paling menggelitik perasaan Tatang, ada satu pasien asal Lampung yang ternyata punya nazar pribadi. Saat itu, si pasien tanpa sepengetahuannya berjanji bakal kembali lagi ke rumah Tatang dan memberikan sekarung beras jika ia telah dinyatakan sembuh total dari pengobatannya.

Dan, setelah si pasien itu sembuh, ia menepati nazar yang pernah ia ucapkan. Padahal, Tatang mengaku tak mengetahui nazar tersebut karena menganggap pasien yang datang ke rumahnya sudah seperti keluarga sendiri.

"Itu dulu ada yang dari Lampung. Orangnya ternyata punya nazar, kalau sembuh mau ngasih beras sekarung ke saya. Alhamdulillah tuh datang, orangnya udah sembuh, udah bisa haji katanya," kata Tatang.

"Waktu itu sengaja datang ke sini cuma main, saya sempet kaget. Dia bilang, inget ada nazar ke saya. Padahal saya enggak pernah ngarepin. Tapi memang silaturahminya yang paling berkesan, saya ikut seneng kalau denger kabar yang pernah di sini sekarang udah sembuh," terangnya menambahkan.

Tatang pun mengaku ingin bisa membantu meringankan proses pengobatan pasien yang menyewa kamar penginapan di rumahnya. Meski tidak berdampak signifikan, namun secara kebatinan, Tatang menyebut banyak yang terbantu karena akhirnya para pasien tersebut merasa seperti tinggal di rumahnya sendiri.

"Jadi buat saya, hubungannya bukan hanya pasien yang nyari kamar sewaan, tapi silaturahminya. Gimana caranya itu terjaga, sampe bisa komunikasi terus kayak sekarang," ucapnya mengakhiri perbincangan dengan detikJabar.

(ral/iqk)


Hide Ads