Bahagia dengan Cara Sederhana ala Perawat

Bahagia dengan Cara Sederhana ala Perawat

Bima Bagaskara - detikJabar
Rabu, 10 Apr 2024 12:00 WIB
Perawat.
Ilustrasi perawat RSHS. (Foto: Istimewa)
Bandung -

Banyak cara dilakukan manusia untuk merasa bahagia. Seperti halnya Ulfah Nurrahmani (37), perawat di Rumah Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Sebagai perawat, Ulfa punya cara sederhana untuk merasa bahagia.

Menjalani profesi perawat sejak 2011, Ulfa yang saat ini bertugas di ruang ICU RSHS punya cara tersendiri untuk merasa bahagia dan melepas penat karena rutinitasnya melayani pasien.

Ulfa mengaku, untuk merasa bahagia sebagai perawat sangatlah sederhana. Yang paling utama, kebahagiaan seorang perawat yakni ketika melihat pasien yang dirawat membaik kondisinya dan pulang dengan mengucapkan terima kasih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau paling menyenangkan itu ketika pasien sudah ada perbaikan kondisi dan pindah ke ruang lain dan melihat mereka mengucapkan terima kasih, itu perasaan senang banget. Jadi saya termasuk orang yang dipercaya Tuhan membantu pasien di ICU," kata Ulfa belum lama ini.

"Itu momen yang tidak semua orang bisa rasakan dan itu juga yang bikin kita ingin melanjutkan profesi ini," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Sementara untuk menghilangkan penatnya pikiran karena beban kerja, Ulfa mengatakan dia punya cara tersendiri yakni dengan menyalurkan bakat terpendamnya dalam hal menulis.

"Saya sendiri punya cara untuk merilis stres dan kejenuhan, namanya kerja 13 tahun, dengan cara menulis. Saya suka nulis jurnal, nulis buku, puisi, bikin antologi, itu sih cara yang menurut saya cukup efektif merilis stres jadi perawat," ungkapnya.

Ulfa tidak selalu menggoreskan pena untuk menulis tentang kesehariannya sebagai perawat. Terkadang, dia juga menulis tentang perasaan pribadi dirinya hingga cerita-cerita ringan tentang kehidupan.

"Kalau menulis sih sejauh ini ya kaitan dengan kesehatan secara umum, ada juga yang non medis kayak puisi gitu. Nulis surat antologi tentang perasaan seseorang," ujarnya.

Terbiasa Dinas Malam

Menjadi perawat, Ulfa harus siap dengan tugas dan tanggung jawabnya, termasuk ketika mendapat jadwal dinas malam hari. Tidak mudah awalnya bagi Ulfa harus bekerja disaat orang lain tertidur lelap. Namun selama 13 tahun bekerja, dinas malam hari jadi hal yang biasa bagi Ulfa.

"Kalau dinas malam, sekarang setelah 13 tahun kerja, anak dan suami sudah hafal ya rutinitas ibunya kalau dinas malam berangkat jam berapa, pulang jam berapa, itu sudah paham. Jadi ya sudah jadi kebiasaan gak ada masalah," katanya.

"Kalau di awal kerja itu memang butuh penyesuaian ya, harus berangkat jam 8 malam karena kan mulai jam 9, pulang jam 8 pagi, ya penyesuaiannya waktu itu nggak terlalu (susah) karena belum menikah," lanjutnya.

Anggapan Perawat Judes

Lebih lanjut, Ulfa juga menanggapi adanya stigma negatif kepada perawat yang sering disebut judes kepada pasien. Ulfa mengungkapkan, anggapan judes dilatari adanya kesalahpahaman antara perawat dengan pasien.

"Misal ada keluarga pasien, ngobrol sama perawat menganggap perawatnya kurang ramah, itu biasanya karena miskomunikasi yang memang sedang tidak baik, misal mungkin kondisi ruangan banyak pasien, sedang capek, lelah gitu," ungkapnya.

Selain itu, asal-usul pasien yang berbeda juga bisa jadi awal-mula anggapan perawat judes muncul. Kata dia, pasien yang datang, khususnya ke RSHS, tidak hanya dari Kota Bandung.

Pasien yang datang itu menurutnya punya gaya dan cara berbicara yang bermacam-macam. Para perawat maupun pasien terkadang salah menanggapi cara berbicara dengan logat yang berbeda itu.

"Ada juga dan pasti gaya bahasa lain, punya logat beda juga yang mungkin menurut saya wah kok kelihatan ketus ya, tapi mungkin bawaannya seperti itu. Namanya orang beda-beda, logatnya juga," ucapnya.

Untuk mengatasi kesalahpahaman dengan pasien, Ulfa menyebut dirinya punya tips dalam berkomunikasi dengan pasien. Dia mengungkapkan, pasien akan diajak berkomunikasi terkait apapun di tempat yang nyaman. Hal ini guna menghindari kesalahpahaman saat menyampaikan informasi kepada pasien.

"Jadi pergi ke ruangan yang nyaman buat ngobrol, jadi biar nggak dibilang apa ya, masalah itu selesai dan tidak muncul image perawat judes. Anggapan itu kan muncul biasanya saat ngobrol di tengah jalan ya, situasi krodit, jadi memang kami ada ruangan khusus yang disiapkan untuk ngobrol dengan keluarga pasien," jelas Ulfa.

"Kita ajak ke sana ngobrol, di situlah kita komunikasikan dengan baik dan melibatkan pihak yang perlu hadir seperti dokter. Jadi memang sebisa mungkin keluarga minta penjelasan kita tempatkan yang nyaman untuk diskusi, karena membahas kondisi pasien yang itu sensitif ya," lanjutnya.

Ulfa memastikan, semua perawat sejatinya tidak ada yang bersifat judes dan tentunya sangat peduli kepada pasien. Sebab jika tidak, orang tersebut tidak mungkin bertahan melakoni profesi sebagai perawat.

"Pada dasarnya jujur aja ya, kaya temen saya cara ngomongnya keras tapi dia paling peduli sama pasien, kadang orang menilainya sekilas. Semua perawat peduli sama pasien, kalau nggak, setahun dua tahun udahan jadi perawat," tutul Ulfa.

(bba/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads