Aksi offroader yang mengendarai kendaraan roda empat jenis All Terrain Vehicle (ATV) di kawasan konservasi Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat viral di media sosial (medsos).
Video yang sudah diturunkan (takedown) oleh pemiliknya, kembali dibagikan oleh aktivis lingkungan Sadar Kawasan sebagai bentuk edukasi dan perhatian bagi banyak orang.
Dalam video yang diunggah akun Instagram @kidungsaujana tampak seorang pria berjaket krem dan mengendarai ATV berwarna merah asyik melewati jalur terjal di kawasan Papandayan. Tak hanya satu ATV, dalam video itu ada tiga ATV yang melakukan offroad di kawasan Papandayan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari informasi yang diterima detikJabar, permainan ATV itu merupakan wahana wisata yang disediakan oleh pengelola swasta yang ada di kawasan Papandayan.
Aksi offroader ATV itu, mendapatkan kecaman dari Aktivis Sadar Kawasan Pepep DW. Pepep menyebut, video itu baru viral beberapa waktu ke belakang dan membuat pihaknya berang sebagai pelaku yang aktif dalam kampanye sadar kawasan.
"Perlu diketahui, begitu saya cek postingan Instagram belum lama ini sudah ramai, banyak yang kritisi kok bisa kawasan konservasi bisa dipakai offroad, ATV lagi," kata Pepep dikonfirmasi detikJabar via sambungan telepon, Rabu (27/3/2024).
Dalam hal ini, Pepep pertanyakan pengawasan ketat pemilik kawasan konservasi.
"Ini celaka banget, bagi kita yang sering melakukan kampanye kelestarian alam, itu di kawasan konservasi. Kenapa celaka? Itu di kawasan konservasi, kawasan konservasi itu di dalamnya ada kawasan pelestarian alam dan suaka alam yang di dalamnya ada juga ada TWA, taman wisata alam," tuturnya.
Meski ada TWA, Pepep menilai pengelola swasta belum memahami batas penggunaan kawasan tersebut. Karena kegiatan offroader bisa merusak alam.
"Kelihatannya pengelola ini, tahunya TWA ini boleh diapa-apain, kacau banget. Ini harus kita kritisi karena menyangkut aturan konservasi," tegas Pepep.
"ATV itu, tanpa kajian mendalam sudah merusak, motor trail aja offroad roda dua yang singel track kita sama-sama tahu dampak lingkungannya, khususnya dampak sedimentasi, kemudian fragmentasi habitat, kemudian termasuk juga kerusakan ekosistem di lokasi tersebut," terangnya.
Pepep juga menjelaskan, yang tidak kalah penting aturan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, pengelola tidak boleh melakukan perubahan keutuhan kawasan, di luar blok pemanfaatan secara khusus.
"Lihat video ini sama sekali jauh dari blok pemanfaatan, kita duga itu bukan blok pemanfaatan, apalagi ini offroad roda empat dalam jenis ATV," ujar Pepep.
Pepep meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI bertangungjawab atas kejadian ini.
"Kita duga ini dilakukan tidak hanya oleh pengelola dalam hal ini swasta, kemudian pemberi kewenangan dalam hal ini BBKSDA junto nya langsung ini ke KLHK karena kementerian yang memberi izin, jadi bayangkan sekelas KLHK yang harusnya mereka orang yang jaga konservasi jadi bagian yang merusak kawasan konservasi," terang Pepep.
Pepep menyebut, jangankan kawasan konservasi kini kawasan hutan lindung dilarang digunakan untuk kegiatan offroad, seperti motor cross.
"Hutan lindung aja yang bukan kawasan konservasi, itu sekarang Perhutani sudah aware dan mereka sudah tak berikan lagi izin kegiatan otomotif di hutan lindung, ini kawasan konservasi melegalkan hal-hal seperti ini, patut dikritisi, patut disuarakan dan patut dihentikan," ujarnya.
Ganggu Kelangsungan Hidup Burung
Pengamat burung sekaligus Guru Besar Etnobiologi Unpad Johan Iskandar mengatakan, jangan sampai aktivitas offroad itu menggaggu kehidupan burung yang hidup di kawasan tersebut.
"Burung habitatnya ada di kawasan Gunung Papandayan Garut. Ada burung semak belukar hingga burung hutan," kata Johan dihubungi detikJabar via sambungan telepon, Rabu (27/3/2024).
Johan mengungkapkan, jangan sampai aktivitas wisata khususnya offroad ATV itu menyisakan cerita kelam seperti cerita elang Jawa yang hengkang di perbatasan Lembang-Subang.
"Pernah ada mahasiswa saya melakukan penelitian di perbatasan Lembang dan Subang, neliti elang Jawa. Elang Jawa itu bersarang di hutan, lalu ada kegiatan motor trail dan habitatnya hilang," ungkapnya.
Pilu bagi elang Jawa tersebut menurut Johan, pasalnya akibat aktivitas motor trail itu mereka gagal kawin dan mencari tempat lebih aman. "Mereka gagal berkembang biak, jadi pergi dari lokasi itu," ujar Johan.
Tak hanya aktivitas manusia, khususnya aktivitas offroad di dalam hutan, pestisida yang disemprotkan di lahan pertanian yang ada di kawasan pegunungan juga membuat burung menjauhi kawasan tersebut, begitu pun elang.
"Penggunaan pestisida juga, berpengaruh pada kelestarian burung," ucapnya.
Untuk kasus offroad di kawasan hutan atau di kawasan konservasi di Gunung Papandayan yang akan paling terdampak yakni burung yang hidup di semak belular.
"Sejenis ayam hutan, burung puyuh, puyuh gong-gong," ujarnya.
Ia menjelaskan mengapa burung semak belukar yang paling terdampak, pasalnya habitat burung tersebut rusak akibat digilas ban sehingga burung semak belukar itu harus pergi dan mencari tempat baru.
Tak hanya itu, akibat gilasan ban di kawasan hutan, akan membuat tanah terkelupas dan menambah sedimentasi ketika alirannya masuk ke aliran sungai.
Tak hanya burung semak belukar, burung yang kerap hingga di atas pohon juga akan terganggu apabila habitatnya banyak dikunjungi manusia dan membuat kebisingan di habitatnya.
"Burung semak belukar paling terdampak, di sana juga merupakan habitat elang brontok, berpengaruh juga kalau kawasan tersebut benar-benar bising," ucapnya.
Johan menambahkan, bisa saja burung itu balik kembali ke habitatnya ketika kebisingan manusia hilang, namun ketika habitat burung itu terus diganggu maka mereka akan pergi dari habitatnya.
"Bisa jadi pergi dan balik lagi atau pergi selamanya kalau di wilayah nya itu ramai," pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah kepada Humas BBKSDA Jabar Eri Mildranaya mengatakan, pihaknya sudah memonitor kejadian tersebut. Namun, belum memberikan komentar terkait kejadian ini.
(wip/yum)