Isu santet atau penggunaan ilmu hitam di kawasan Pajampangan, Kabupaten Sukabumi ternyata pernah menggegerkan media Belanda di masa silam. Bahkan hinga kini soal santet masih kerap menghiasi pemberitaan, kebanyakan berkaitan dengan kekerasan terhadap mereka yang diduga pemilik ilmu hitam tersebut.
Catatan detikcom, pada 12 Maret 2018 misalnya, isu santet melatar belakangi penembakan seorang perempuan bernama Atikah warga Kampung Babakan Kubang, Desa Mekarsakti, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi ia ditembak menggunakan senapan tepat di bagian dadanya.
Ngerinya, Atikah saat itu ditembak menggunakan senapan berburu babi, anehnya meskipun ditembak sebanyak dua kali Atikah lolos dari maut kala itu. Hal itu dikatakan Kepala Desa (Kades) Mekarsakti yang ketika itu dijabat oleh Ahmad Sajuri. Ia mengungkap keterangan tim medis RSUD Jampang Kulon yang merawat Atikah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Korban ditembak pakai 'bedil sundut' atau senapan berburu babi yang pelurunya sebesar jari manis, pelurunya masih nyangkut di dada sebelah kiri korban," kata Ahmad melalui sambungan telepon dengan detikcom, Selasa (13/3/2018) silam.
Singkat cerita, polisi berhasil mengungkap kasus itu, isu santet memang menjadi latar dari keseluruhan kisah tersebut. Polisi menangkap DN, yang berperan sebagai eksekutor. Dendam menjadi alasan DN menembak dada kiri Atikah. Kematian sang adik, yang menurutnya meninggal tak wajar, memupuk dendam kesumat DN kepada Atikah.
Satu pelaku lainnya, inisial S. "Dua pelaku nekat karena dilatari dendam, menuding korban sebagai dukun santet," ujar Kapolres Sukabumi yang saat itu dijabat AKBP Nasriadi.
Tidak sampai di sana, pemberitaan dengan latar belakang ilmu santet juga menimpa pasangan suami istri lanjut usia inisial P ( 65) dan E di Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Mereka diamankan polisi dari amuk massa usai dituding sebagai dukun santet.
Peristiwa itu terjadi di Kampung Bojong Kalong, Desa Mandrajaya, Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi. Keduanya diamankan polisi pada Rabu (3/5/2023) pagi.
"Polisi dengan sigap mengamankan pasangan suami istri itu karena masyarakat menduga sebagai dukun santet oleh warga setempat," kata Kapolres Sukabumi yang saat itu dijabat AKBP Maruly Pardede melalui Kapolsek Ciemas yang kala itu dikomandani Iptu Azhar Sunandar.
Azhar menjelaskan massa sempat merusak rumah korban hingga rusak berat. Menurut Azhar, keduanya dituduh warga sebagai dukun santet, karena adanya peristiwa kesurupan di sekitar tempat tinggal keduanya.
"Ada beberapa (warga) yang kesurupan saat ditanya oleh warga lainnya (makhluk halus) menyebut sebagai suruhan dari pasangan P dan E," ujar Azhar.
![]() |
Masa Hindia Belanda
Pemberitaan soal santet di wilayah tersebut ternyata bukan hanya kali ini saja terjadi, di era penjajahan Belanda di tahun 1928 kisah soal santet juga menghiasi pemberitaan salah satu media yang terbit di era kolonial yakni Surat Kabar Algemeen Handelsblad Voor Neterlandsch-indie terbitan 26 Januari 1928.
Kisah ini mengemuka setelah sebuah halaman Facebook yakni Sejarah Jampang mengutip pemberitaan surat kabar tersebut. Agis Prayudi, pengelola halaman menyebut banyak media Belanda di masa silam mengulas soal sejarah di kawasan Pajampangan, salah satunya soal Santet.
"Di surat kabar itu memberitakan sorang wanita yang konon berkaitan dengan santet atau ilmu-ilmu hitam. Apa yang saya unggah sesuai dengan catatan atau narasi sejarah dari masa lampau," kata Agis.
Dilihat detikJabar, potongan pemberitaan tersebut masih bisa dibaca dengan jelas. Bahkan bisa dengan mudah di terjemahkan melalui aplikasi telepon seluler.
Surat kabar berbahasa Belanda itu mengambil tajuk 'Waanzin of Zwarte Kunst?' yang artinya Kegilaan atau Ilmu Hitam?.
Dikutip detikJabar dari surat kabar tersebut, mereka menceritakan seorang perempuan yang tinggal di suatu tempat di daerah Djampang Koelon atau Jampang Kulon. Dalam beberapa bulan terakhir terjadi kasus 11 orang meninggal di kawasan tersebut.
Catatan Algemeen Handelsblad Voor Neterlandsch-indie 11 orang tersebut memiliki ciri-ciri gejala yang hampir sama mula-mula demam parah, kemudian muncul bintik hitam di dada. Kasus ini juga menjadi perhatian Dewan, yang kemudian dilanjutkan dengan penyelidikan.
"Sekarang hal yang aneh, kecurigaan berkat informasi masyarakat jatuh pada dukun perempuan ini, yang ketika dibawa ke hadapan tjamat (wedana), justru mengaku dalam waktu 40 hari, semata-mata atas permintaan pihak ketiga, dengan cara berdoa kepada setan untuk telah mendoakan 11 orang ini sampai mati," tulis surat kabar itu.
Hal yang aneh juga ditulis bahwa tewasnya 11 orang itu dilakukan hanya dengan menggumamkan doa. Singkat kisah, perempuan tersebut kemudian sempat dipenjara sebagai tindakan pencegahan di masa itu.
"Perempuan tersebut untuk sementara dipenjarakan di Djampang Koelon sebagai tindakan pencegahan, sampai ada cara, atau setidaknya tindakan, dapat diambil untuk menjauhkan individu berbahaya tersebut dari masyarakat. Dewan sudah mempertimbangkan, setidaknya sebagai tindakan darurat, agar dukun tersebut dibawa ke Buitenzorg dan diawasi di sana," tutup surat kabar tersebut dalam laporannya.
(sya/sud)