Bencana alam berupa pergerakan tanah terjadi di Kampung Cigombong, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat. Pergerakan tanah ini membuat belasan bangunan rusak parah dan menjadikan wilayah ini mendadak sebagai 'kampung mati'.
Berikut fakta-faktanya:
1. Jadi Kampung Mati
Pergerakan tanah di Desa Cibedug ini terjadi pada 19 Februari lalu. Sejak kejadian itu, warga mulai meninggalkan rumah-rumah mereka akibat dampak kerusakan yang dialami.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar 150 jiwa di wilayah yang terdampak pergerakan tanah, mengungsi ke gedung Islamic Center Masjid Agung Cibedug. Akibatnya, Kampung Cigombong berubah menjadi kampung mati karena ditinggal penghuninya.
2. Seperti Gempa Bumi
Kepala Desa Cibedug Engkus Kustendi mengatakan, pergerakan tanah terasa seperti gempa bumi. Setiap jamnya tanah terus bergerak, meskipun pergeserannya tak selalu bisa dirasakan manusia.
"Bergesernya ya seperti gempa bumi, cuma tidak bisa dirasakan terus. Tapi pasti pergeserannya bisa terlihat dari dampak kerusakan," kata Engkus, Jumat (1/3/2024).
3. Rusak Parah
Pergerakan tanah menimbulkan dampak kerusakan parah. Sebuah jalan sampai amblas dengan kedalaman antara dua sampai empat meter. Satu bangunan sekolah dan posyandu tak lagi bisa digunakan karena rusak parah.
"Jam 5 pagi tadi ada pergerakan lagi, jadi kondisi kerusakannya itu setiap jam akan semakin parah. Rumah yang rusak juga pasti terus bertambah," ujarnya.
4. Warga Akan Direlokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat (Pemda KBB) menyiapkan langkah relokasi untuk warga Kampung Cigombong. Total ada 48 kepala keluarga (KK) atau sekitar 192 jiwa yang rencananya bakal direlokasi.
Pergerakan tanah itu menyebabkan delapan rumah rusak berat, satu sekolah serta satu posyandu rusak, hingga jalan kampung yang ambles dengan kedalaman sekitar dua sampai empat meter.
"Pergeseran tanah ini rasanya seperti gempa bumi. 40-an rumah sudah tidak layak huni, maka segera dirapatkan hari ini dibahas soal relokasi," kata Pj Bupati Bandung Barat, Arsan Latif saat ditemui di lokasi kejadian.
5. Warga Tak Keberatan
Asep Kurnia (52) mengatakan, rumahnya memang belum ambruk seperti yang lain, namun jika opsi relokasi tersebut benar-benar terealisasi, ia sama sekali tak keberatan.
"Ya nggak apa-apa, asal pindah ke tempat yang aman. Kalau di sini juga kan berbahaya, jadi istri sama ibu saya itu sering dengar suara gedebruk dari bangunan ambruk, terus merasa getaran seperti gempa," kata Asep.
6. Masuk Zona Tinggi Pergerakan Tanah
Berdasarkan analisis yang dilakukan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, kawasan Rongga memang termasuk zona menengah hingga tinggi potenis terjadinya pegerakan tanah. Pada zona ini berpotensi terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
Hal itu sesuai dengan hasil temuan PVMBG saat awal terjadinya gerakan tanah pada Minggu (18/2/2024). Gerakan tanah terjadi usai hujan dengan intensitas tinggi dan lama mengguyur kawasan tersebut.
"Jenis gerakan tanah diperkirakan berupa rayapan yang merupakan jenis gerakan tanah tipe lambat. Gerakan tanah ini dicirikan dengan ditemukannya retakan, nendatan dan amblasan pada permukaan tanah," ucap Plt Kepala Badan Geologi M Wafid dalam keterangan tertulisnya.
(bba/sud)