Kawanan monyet ekor panjang berkeliaran di pemukiman warga yang ada di Kota Bandung, Jawa Barat. Belum diketahui penyebab satwa liar itu keluar dari hutan.
Periset Studi Komunikasi Lingkungan Fikom Unpad Herlina Agustin mengatakan, ada beberapa kemungkinan monyet ekor panjang itu bisa masuk ke pemukiman.
"Saya ambil dari beberapa sudut pandang ya, pertama pasti dia cari kenyamanan, cari kenyamanan itu karena di tempat aslinya ada ancaman, ancaman ini bisa berasal dari predator atau kekurangan bahan pangan," kata Herlina dihubungi detikJabar, Jumat (1/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Herlina mengungkapkan, belum diketahui dari mana asal monyet ekor panjang itu. Namun jika dilihat dari lokasi kemunculan monyet itu di kawasan Dago, Sekeloa hingga Sukaluyu, monyet itu diduga berasal dari Tahura.
"Cuman saya belum tahu, monyet yang sekarang turun itu berasal dari habitat hutan mana? Ini kan berkeliarannya di daerah Dago terus ke Sukaluyu, ada kemungkinan dari Tahura, di Tahura masih banyak habitatnya, tapi saya tidak tahu juga aslinya dari mana," ungkapnya.
Apakah aktivitas warga di Tahura, salah satunya kegiatan motor trail berpengaruh pada keberlangsungan hidup monyet itu sendiri, Herlina sebut berpengaruh. Bahkan monyet tersebut bisa berubah perilakunya.
"Berdampak, berpengaruh, tapi kalau sudah terbiasa dia tidak berpengaruh, kaya monyet di Pangandaran dia sudah biasa banget sama orang, sudah biasa sama bus. Sudah ada perubahan perilaku," kata Herlina menjelaskan.
Herlina menuturkan, untuk mengetahui penyebab monyet itu masuk ke pemukiman harus dilakukan penelitian lebih lanjut. "Bisa jadi satu koloni, tapi harus diteliti juga. Apakah over capacity juga di tempat dia sehingga si koloni ini tersingkir, itu yang kemudian saya berpikir harus observasi lebih lanjut, karena kedepan banyak juga yang takutnya kalau kita tidak tahu akar masalah di habitatnya dia dan dia akan ke pemukiman," tuturnya.
Selain itu, Herlina juga mengkhawatirkan jika monyet itu memiliki penyakit rabies. "Saya khawatirkan itu rabies. Ketemu kucing, misal dia punya virus rabies, kucingnya dicakar, nanti kucingnya gigit orang gimana, itu yang dikhawatirkan," ujar dia.
Soal apakah turunnya hewan liar ke pemukiman bisa dikaitkan dengan tanda-tanda bencana, Herlina sebut bisa. "Bisa, bisa banget. Cuman kalau ada tanda-tanda bencana alam bisa lebih dari enam," ucap dia.
Selain itu, monyet liar tersebut kecil kemungkinan jika disebut satwa peliharaan yang kabur dari kandang. "Peliharaan juga bukan karena ada anaknya, kalau peliharaan anak dan ibunya dipisah," kata Herlina.
Dalam hal ini, Herlina sarankan dinas terkait yang menangani pangan, untuk melakukan pengecekan ketersediaan pangan monyet ekor panjang tersebut. Seperti diketahui, satwa yang memiliki nama latin Macaca fascicularis bukan satwa dilindungi karena habitatnya masih banyak di hutan.
(wip/tya)