Menelusuri Jejak Kurniati yang Diperlakukan Kejam di Abu Dhabi

Kabupaten Sukabumi

Menelusuri Jejak Kurniati yang Diperlakukan Kejam di Abu Dhabi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Kamis, 29 Feb 2024 10:00 WIB
Kurniyati pegawai migran asal Sukabumi
Kurniyati pegawai migran asal Sukabumi. (Foto: Istimewa )
Sukabumi -

Kurniati Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, dikabarkan dipekerjakan secara ilegal di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Ia juga mengirimkan pesan suara, bahwa dia dan teman-temannya mendapat perlakuan kejam di ibu kota Uni Emirat Arab itu.

Berdasarkan informasi yang dihimpun detikJabar, Kurniati berangkat dari Palabuhanratu pada Kamis (22/2/2024) menuju sebuah perusahaan jasa penyalur tenaga kerja di Jakarta. Berdasarkan data-data diperoleh, perusahaan itu beralamat di Kramat Jati, Jakarta Timur.

"Berangkat dari Palabuhanratu jam 08.30 WIB sampai sana sekitar pukul 11.30 WIB ke perusahaan di Jakarta pakai travel kebetulan travel punya teman jadi saya bisa ikut. Saat itu enggak langsung berangkat karena baru besoknya ke Bandara Soekarno Hatta sekitar jam 06.30 WIB, Jumat (23/2/2024)," kata Zulkifli, teman pria Kurniati kepada detikJabar, Kamis (29/2/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu pesawat yang ditumpangi Kurniati tidak langsung ke Abu Dhabi namun lebih dulu transit di bandara Internasional Kolombo, Srilanka. Baru dari bandara itu, perjalanan menggunakan pesawat lain dengan tujuan Abu Dhabi.

Kurniati sendiri memang tidak putus komunikasi dengan Zulkifli setiap perkembangan terbaru ia selalu memberikan kabar kepada pria yang akrab disapa Zul itu.

ADVERTISEMENT

"Saat di Jakarta saya sendiri hanya sampai sore, komunikasi saat itu lancar Nia saat itu cerita sudah sampai bandara kemudian sampai agen (di Abu Dhabi) lancar, saat itu telepon selulernya belum dirampas," imbuh Zul.

Menurut Zul, telepon seluler Nia baru dirampas pada hari Minggu (25/2/2023). Saat orang-orang agen mulai masuk kerja. Bukan hanya telepon seluler tapi juga passport dan visa semua disita.

"Hari Sabtu (24/2) kan hari libur, saat sampai itu belum hilang kontak, hp masih dipegang masing-masing, nah besoknya atau hari Minggunya semua diamankan, paspor visa semuanya diambil," tutur Zul.

Jumlah PMI Yang Diberangkatkan

Kurniati juga secara detil menceritakan kepada Zul jumlah pekerja migran asal Indonesia yang diberangkatkan ke Abu Dhabi. Kurniati menyebut jumlah 16 orang dan kemudian bertambah menjadi sekitar 22 orang. Ia sendiri baru sadar saat memberikan foto visa yang ternyata adalah visa turis dan bukan visa kerja ketika sampai di bandara.

"Saya terus berkomunikasi, di perusahaan juga Nia sudah saling ngobrol dengan yang lain karena satu pemberangkatan katanya ada yang dari Jampang. Kalau yang pemberangkatan sama Nia ada 16 orang jumlah orang 22 ketika bareng di pesawat. Pas pertama di sana 22 orang sampai ke sana dipisah kantor, dari mess ke kantor beda gedung," ungkap Zul.

Keresahan kemudian mengusik Zul, selain kehilangan kontak Nia juga mengungkap perlakuan tidak menyenangkan yang diterima di Abu Dhabi selain itu pekerjaan yang dijanjikan juga tidak sesuai.

Sampai akhirnya Zul mengungkap apa yang dialami Kurniati ke detikJabar. Ia mengungkap posisi Kurniati yang terjebak. Komunikasi terakhir, telepon seluler Kurniati itu sudah diambil oleh pihak agen.

"Dia mengabari melalui telepon temannya, karena telepon dia dirampas. Dia dimaki-maki oleh agennya, sampai saat ini saya belum dapat kabar lagi," ujarnya.

Pada Senin (26/2/2024) malam, detikJabar sempat melakukan komunikasi dengan K melalui aplikasi perpesanan. K merinci sedikit cerita yang menimpanya. Saat dihubungi itu, posisi terakhir K masih berada di rumah majikannya.

"Awalnya diberi pekerjaan resmi, namun ternyata ilegal. Saya dijanjikan kerja di salon, bukan di rumahan ketika sampai di agen ternyata jadi asisten rumah tangga (ART) walaupun aku jadi ART bisa aku apa, paling bisa mencuci dan menyetrika. Parahnya agen ini, seolah mengarahkan saya untuk mengaku bisa masak dan bisa pekerjaan rumah," kata K kepada detikJabar.

Mengetahui K tidak memiliki keahlian, sang majikan seolah tidak mau rugi dan mengatakan sudah membeli K dengan harga mahal.

"Majikan juga enggak mau rugi, katanya dia beli saya mahal. Saya bilang masak bisa tapi masakan Indonesia dan di sini beda. Sebelumnya memang saya disuruh mengaku bisa apa saja oleh agen. Saya di sini seolah ditekan dan serba ketakutan," tutur K.

"Saya hanya ingin pulang, posisi saya terjebak karena dipekerjakan secara ilegal. Katanya saya baru boleh pulang setelah dua tahun," lirihnya.

(sya/iqk)


Hide Ads