Sidang kasus korupsi proyek Bandung Smart City jilid II kembali dilanjutkan. Terdakwanya, Budi Santika selaku Direktur Komersial PT Marktel menghadirkan 3 saksi meringankan untuk diperiksa di pengadilan.
Ketiga saksi meringankan tersebut adalah anak Budi Santika, bibinya dan seorang pengurus DKM di dekat rumah Budi Santika. Saat pemeriksaan berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (28/2/2024), terungkap ada upaya ancaman dari mantan Sekretaris Dishub Kota Bandung Khairul Rijal kepada Budi Santika supaya bisa menyetorkan fee dari proyek yang digarapnya.
Fakta ini diungkapkan anak Budi Santika, Rizka Hazazi. Ia mengaku, sempat didatangi Rijal dan mengancam akan mengganti PT Marktel sebagai penyedia di Dishub jika tidak menyetorkan fee yang telah ditetapkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari ceritanya, kan udah dijelaskan oleh Pak Riska. Bahwa pertama kali ketemu (dengan Rijal) juga sudah dibilang oleh Rijal katanya 'Marktel sombong', dengan nada tinggi. 'Saya ganti aja sistemnya'," kata kuasa hukum Budi Santika, Wahyu Gumilar saat memberikan keterangan usai persidangan.
Ancaman selanjutnya juga terungkap dalam rekaman yang diperdengarkan di persidangan. Rekaman pada 2 Januari 2023 itu mengungkap percakapan antara Rijal dengan Vertical Solution Manager PT Sarana Mitra Adiguna (SMA) Andreas Guntoro, yang menyarankan Rijal supaya mengancam Budi Santika jika tidak mau memberikan fee yang diminta.
"Di situ disampaikan bahwa Andreas menyarankan Rijal mengancam Pak Budi, semuanya terbuka tadi. Hanya dari Pak Budi akhirnya tidak mau ambil risiko, diterima aja. Karena memang di sidang sebelumnya, Pak Budi sudah menyatakan beliau tidak punya kuasa untuk menolak itu," ungkap Wahyu.
Wahyu pun menegaskan, kliennya tidak pernah meminta-minta proyek kepada Rijal dan menjanjikan fee jika mendapatkan paket pengadaan. Justru yang terjadi, ketika kliennya sudah ditunjuk menjadi penyedia, Rijal kemudian datang meminta fee kepada Budi Santika.
"Ini yang perlu dicatat, bahwa di persidangan sebelumnya pun, peristiwa permintaan ini timbul ketika anggaran sudah berjalan. Artinya tidak ada permintaan untuk mendapat pekerjaan, yang ada ketika dapat pekerjaan, diminta (oleh Rijal)," tuturnya.
Meskipun Budi Santika sudah mengakui perbuatannya adalah hal yang salah, Wahyu berharap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung bisa mempertimbangkan semua fakta persidangan. Sehingga, saat diputus nanti, kliennya bisa mendapatkan vonis dengan lebih adil.
"Kami kembalikan kepada majelis hakim untuk memutuskan lebih arif dan lebih adil sesuai fakta-fakta persidangan. Kalau majelis meyakini Pak Budi tidak bersalah, tentu diputus tidak bersalah. Tapi kalau memang majelis hakim memandang perbuatan Pak Budi bersalah, kami meminta keadilan dengan seadil-adilnya," pungkasnya.
Sekadar diketahui, dalam kasus ini, JPU KPK telah mendakwa Direktur Komersial PT Marktel Budi Santika memberikan suap sebesar Rp 1,3 miliar. Uang haram itu ia sediakan untuk bisa menggarap sejumlah proyek di Dinas Perhubungan melalui tangan Khairul Rijal.
Akibat perbuatannya, Budi Santika didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Serta Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(ral/sud)