Dampak mahalnya harga beras mulai dirasakan oleh masyarakat, salah satunya Upsmani Almurosyid Bajuri, pedagang bubur di Kiaracondong, Kota Bandung. Pendapatannya berkurang drastis karena fenomena ini.
Biasanya, dalam sehari dia memperoleh Rp 100-200 ribu itu pun belum dipotong modal. Keuntungannya jelas terpangkas karena biasanya Upsmani membeli satu kilogram beras seharga Rp 11 ribu, namun kini dia harus merogoh kocek hingga Rp 18 ribu untuk satu kilogram beras.
Upsmani mengaku tak tega jika harus menaikkan harga bubur jualannya karena takut memberatkan para pelanggan. Untuk satu porsi bubur, Upsmani mematok harga Rp 3 ribu hingga Rp 7 ribu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jualan bapak susah dijualnya mau naikin harganya juga susah, jadi harga tidak di targetkan dengan melihat kondisi tempat jualan. Semuanya dibebaskan untuk membeli berapa saja walaupun beras mahal yang lainnya pun naik, tapi alhamdulillah sama-sama sedekah," kata Upsmani saat ditemui detikJabar di lapak jualannya, Rabu (21/2/2024).
Selain itu, dampak yang dirasakan Upsmani dirasakan pula oleh anak-anaknya. Dia terpaksa mengurangi segala pengeluaran termasuk uang saku sang buah hati karena kejadian ini.
"Dampaknya dari itu bagi bapak punya anak 6 yang pesantren semuanya yang bisa dikurangin yaitu uang jajannya, segala keperluannya kecuali bayar SPP-nya tidak boleh tidak," ujar dia.
Senada, Paryati, pedagang nasi kuning di lokasi setempat mengatakan terkadang harus menombok. "Pendapatan sedikit, pengeluaran yang banyak kalau pendapatan kadang-kadang kalau hujan begini jadi nombok. Punya barang dijual untuk menutupi nombok yang nggak balik lagi," kata Paryati.
Sama dengan Upsmani, Paryati pun enggan menaikkan harga jualannya karea tak tega. "Harga sama porsinya tetep, paling pendapatannya yang kurang karena mau naikin nggak tega lagi keadaan begini yang punya anak banyak mau makan kasihan, ya kalau yang punya uang dinaikin ya nggak apa-apa," ucap Paryati.