Gang sempit ini mungkin bagi mayoritas pengendara yang melintas di Jalan Cicendo, Kota Bandung, hanya dianggap tempat biasa. Akan tetapi, di balik hiruk-pikuk penduduknya, gang yang berada di Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung itu sudah menjadi tempat persinggahan, bahkan menaruh harapan untuk para pasien penyakit mata dari berbagai daerah di Indonesia.
Ya, nama gang ini adalah Gang RS Mata. Namanya memang identik dengan RS Mata Cicendo yang telah ditetapkan sebagai pusat pengobatan penyakit mata secara nasional. Ditambah, lokasi yang bersebelahan, membuat aktivitas warga setempat pun tidak bisa dilepaskan dari rumah sakit yang telah berdiri sejak zaman Kolonial.
Entah punya hubungan historis atau tidak, tapi yang jelas, kehadiran Gang RS Mata telah ikut memberikan sumbangsih dalam upaya pengobatan para pasien penyakit mata yang berasal dari Nusantara. Bukan dalam hal pengobatan medisnya, tapi warga di sana membantu dengan cara menyediakan penginapan murah yang jadi tempat singgah bagi pasien maupun keluarganya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya dilakukan Tatang Suherman (57). Ia sudah 10 tahun ini menyewakan 4 kamar di rumahnya menjadi penginapan bagi pasien rawat jalan hingga pasien yang akan dioperasi di RS Mata Cicendo. Lewat jasa Tatang juga, penginapan murah di Gang RS Mata kini menjamur dan diikuti warga lainnya untuk membantu pengobatan pasien.
"Saya buka kos-kosan (penginapan untuk pasien RS Mata) itu tahun 2013. Pokoknya yang saya ingat, itu pas setahun setelah rumah sakit membuka layanan buat pasien BPJS," kata Tatang mengawali perbincangannya dengan detikJabar belum lama ini.
Kata Tatang, RS Mata Cicendo memang baru membuka layanan melalui BPJS pada 2012. Sejak saat itu, pasien yang datang ke RS Mata makin beragam dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatra, Kalimantan, hingga Papua.
Setelah menerima layanan BPJS, pasien yang mengalami masalah dengan matanya, akhirnya punya secercah harapan untuk bisa disembuhkan. Namun masalah lain kemudian datang, terutama bagi mereka yang berasal dari seberang Pulau Jawa yang ingin menjalani pengobatan.
Akar masalahnya terjadi, terutama bagi pasien yang berasal dari, misalnya, Sumatera, Kalimantan hingga Papua, harus merogoh biaya tambahan jika ingin berobat ke RS Mata. Otomatis, biaya lain seperti penginapan hingga akomodasi sehari-hari harus dikeluarkan seperti biaya makan, yang kadang membuat pasien berpikir ulang untuk datang ke Kota Kembang.
Karena faktor ini, Tatang punya inisiatif membuka penginapan bagi pasien di RS Mata. Tatang dengan keikhlasannya, selalu punya anggapan bahwa cara yang ia lakukan sedikitnya bisa meringankan biaya pengeluaran bagi mereka yang hendak melakukan pengobatan.
"Prinsipnya saya mah pengin ngebantu, biar bisa meringankan. Daripada harus nyewa hotel kan mahal, ya udah mending saya buka kos-kosan aja supaya terjangkau," ungkap pria yang kini sudah dikaruniai sepasang anak laki-laki dan perempuan tersebut.
Tatang pun masih ingat betul pasien pertama yang menyewa kamar di rumahnya, yaitu pasien asal Jambi. Saat itu, pada suatu siang hari di tahun 2013, pasien tersebut datang ke Gang RS Mata dan mencari-cari penginapan yang bisa ia tempati untuk jangka waktu lumayan lama.
Tapi setelah cukup lama mencari, penginapan yang diharapkan pasien tersebut tak kunjung ditemukan. Maklum, pada tahun tersebut, Gang RS Mata hanya jadi permukiman warga biasa yang belum membuka jasa penginapan sementara bagi pasien dari luar kota.
![]() |
Lalu, ketika tiba di depan rumahnya, Tatang mengaku terketuk untuk membantu pasien berjenis kelamin perempuan itu. Ia kemudian mempersilakan pasien itu menginap di rumahnya dan menawarkan satu kamar kosong untuk jadi tempat singgah sementara.
"Yang pertama itu orang Jambi. Dia habis kontrol, terus mungkin ngerasa bakal lama di sini, akhirnya nyari penginapan," ucap Tatang.
Saat pertama kali membuka jasa penginapan, rumah Tatang kondisinya tak seperti sekarang. Kediamannya saat itu memang sudah dibangun 2 lantai. Namun, Tatang belum memfungsikan ruangan di lantai 2 untuk keperluan sehari-hari di rumahnya.
Bahkan saat kedatangan pasien asal Jambi tersebut, Tatang hanya memiliki 1 kamar kosong untuk disewakan. Kamar sederhana yang awal rencananya akan disiapkan untuk kamar anak Tatang pun akhirnya disulap supaya bisa digunakan sebagai tempat singgah sementara bagi pasien itu.
"Datang itu 3 orang, perempuan semua. Ibunya, pasien, sama anaknya. Awal-awal mah ya itu, tidurnya di kamar yang kosong. Jadi berbaur juga di sini tinggalnya," tutur Tatang.
Seingat Tatang, hampir 3 pekan pasien itu menyewa penginapan di rumahnya. Hari-hari pasien itu dilalui di rumah Tatang hingga ia dinyatakan sembuh dan bisa melanjutkan berobat jalan di kampung halamannya.
Setelah kedatangan pasien asal Jambi, Tatang berinisiatif menambah kamar penginapan yang bisa ia sewakan di rumahnya. Bagi Tatang, bukan urusan bisnis yang ingin kejar. Ia justru ingin ikut membantu pasien RS Mata Cicendo supaya merasa diringankan saat mengurus proses pengobatannya.
Kini, Tatang memiliki 4 kamar sewaan untuk pasien RS Mata Cicendo. Sementara itu, Tatang memutuskan untuk beraktivitas di lantai 2 rumahnya. Kamar-kamar yang disewakan Tatang lokasinya berada di lantai bawah.
Satu kamarnya, ia tarif Rp 100 ribu, Rp 125 ribu hingga Rp 150 untuk kamar yang memiliki WC sendiri. Yang paling mengesankan, tarif itu tetap Tatang pertahankan selama 10 tahun semenjak membuka penyewaan kamar.
"Soalnya hitung-hitung membantu. Dan pasiennya juga bilang begitu, mereka merasa tertolong, kalau enggak mah mau tidur dimana katanya," ucapnya.
Dari langkah besar yang Tatang lakukan, sejumlah warga di Gang RS Mata pun kemudian ikut membuka sewa penginapan bagi pasien yang membutuhkan. Kini, tercatat sudah ada 10 rumah yang memiliki penyewaan kamar sebagai tempat singgah pasien serta keluarganya.
Ketua RT 04 Gang RS Mata, Nana, mengatakan warga di lingkungannya selalu mengedepankan keramahan supaya bisa membuat pasien yang datang nyaman. Satu kebiasaan yang paling diingat Nana dan begitu dirasakan pasien, adalah penerimaan warga yang ikut bertegur sapa dengan pasien tersebut.
"Yang datang ke sini kan biasanya bisa seminggu sampai dua mingguan. Jadi biar mereka nyaman, kita juga ikut nyapa. Someah (ramah) lah, setiap ada pasien pasti disapa biar merekanya juga betah," kata Nana kepada detikJabar.
Tapi, Nana dan pengurus RT hingga RW di sana punya aturan main untuk menjaga lingkungannya dari hal yang tidak diinginkan. Biasanya, Nana akan meminta identitas pasien yang menyewa penginapan di Gang RS Mata sebagai upaya jaga-jaga jika hal buruk terjadi di kemudian hari.
Meski terbilang ketat, cara Nana meminta identitas disesuaikan dengan kondisi pasien yang datang. Satu yang pasti, dia akan meminta izin terlebih dahulu kepada pasien tersebut agar mereka tetap merasa nyaman walaupun diminta menunjukkan identitasnya.
"Tapi itu buat pasien yang baru pertama kali ke sini. Kalau yang udah lama mah kan datanya udah diminta duluan, jadi enggak perlu ngasih identitas lagi. Terus, kita enggak saklek minta identitasnya langsung ke pasien. Bisa ke yang nunggu atau keluarganya aja, biar lebih memudahkan," ungkap Nana.
Ia mengakui, semenjak warga membuka jasa penginapan bagi pasien RS Mata, perekonomian di lingkungan gang-nya juga ikut mengalami sedikit peningkatan. Selain jasa penginapan, warga di sana sekarang bisa membuka usaha warung makan dengan sasaran pasar yaitu pegawai rumah sakit hingga keluarga pasien yang ikut mengantar.
Kemudian, bagi Nana, tarif penginapan yang dipatok warga Gang RS Mata sudah dihitung sesuai kesepakatan. Ia pun mengedepankan kondisi pengobatan pasien yang kadang berasal dari kalangan warga kurang mampu, dibanding memikirkan bisnis atas jasa penyewaan kamar di sana.
"Akhirnya banyak pasien yang bilang Lebih baik tinggal di sini seminggu atau dua mingguan, soalnya bisa hemat biaya. Daripada pulang pergi, itu kata mereka mahal di ongkosnya. Ke Kalimantan misalnya. kan harus naik pesawat, dia berapa ongkosnya. Kalau di sini, semalam cukup bayar Rp 100-150 ribu, dan kalau mau lama, sebulan, itu biayanya Rp 2 juta," papar Nana.
detikJabar juga sempat berbincang dengan salah satu pasien RS Mata Cicendo yang menyewa penginapan di sana. Warga Tegal yang meminta identitasnya tidak disebutkan itu mengaku ikut terbantu karena mendapat rumah singgah sementara dengan harga yang terjangkau.
Dalam perbincangannya, ia mengaku saat membutuhkan waktu hampir 2 pekan hingga menunggu jadwal tindakan. Sementara, jika harus pulang-pergi ke Tegal, ia tak sanggup karena biaya perjalanan menjadi membengkak.
"Saya kan berobat mengandalkan BPJS, dirujuk ke sini. Awalnya sempat bingung operasinya masih lama, sementara buat penginapan kita enggak ada. Tapi Alhamdulillah, kebantu sama penginapan di sini," ucap pasien tersebut.
Ia lalu merinci, jika harus pulang-pergi Tegal ke Bandung, setidaknya ia harus menyiapkan budget Rp 2 juta untuk perjalanan itu. Belum lagi, penyakit yang ia alami harus mendapat beberapa kali perawatan di rumah sakit hingga bisa dinyatakan sembuh total.
Ia pun bersyukur bisa menemukan penginapan yang terjangkau untuk menunjang akomodasinya sehari-hari selama menjalani pengobatan. Dari sorot matanya, ia punya tekad besar untuk bisa sembuh dari penyakit mata yang dialaminya.
"Kalau mesti nyewa hotel kan mahal, kita enggak sanggup. Makanya Alhamdulillah, di tengah segalanya mahal, ternyata masih ada yang nawarin penginapan yang terjangkau. Terus yang senengnya, kita juga dijamu kayak keluarga sendiri. Jadi ke psikologis kita akhirnya kebantu biar bisa cepat sembuh," ucap pasien tersebut menutup perbincangannya dengan detikJabar.