Tatang Suherman (57) tidak pernah menyangka mendapat tuah setelah membuka jasa penginapan di Gang RS Mata, Cicendo, Kota Bandung. Selain mendapat kawan, bahkan saudara baru, Tatang akhirnya dapat mengenal Indonesia lebih dalam dari bisnis sederhana yang ia jalankan sejak 10 tahun lalu tersebut.
Saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini, Tatang merupakan orang pertama yang membuka jasa penginapan bagi pasien RS Mata Cicendo. Dari niat tulus untuk bisa meringankan tahap pengobatan yang sedang mereka jalankan, Tatang kemudian bisa merasakan berbagi pengalaman dengan orang-orang baru di sana.
Sejak pertama kali membuka jasa penginapan pada 2013 silam, silih berganti pasien berdatangan menginap di kamar-kamar yang Tatang sewakan. Mereka tak hanya berasal dari Tanah Pasundan untuk berobat, namun ada yang datang dari Sumatera, Kalimantan, bahkan Papua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena sering menerima tamu dari berbagai macam daerah di Indonesia, Tatang sedikitnya sudah bisa menyesuaikan kultur dengan lawan bicaranya. Contohnya jika ada tamu yang berasal dari Timur Indonesia datang ke penginapannya, ia mengaku tak canggung lagi bercengkrama dengan mereka yang terkenal dengan tipikal keras dan lantang.
"Jadi intinya mah menyesuaikan aja sih. Kalau sama orang Papua, Ambon, misalnya, itu kan terkenal ngomognya kenceng-kenceng. Jadi tinggal diimbangi aja, yang penting merekanya juga jadi nyaman," kata Tatang.
Meski telah banyak pasien silih berganti menyewa penginapan di rumahnya, Tatang punya satu kenangan mengesankan yang masih ia ingat hingga sekarang. Kenangan itu terjadi saat Tatang menerima pasien asal Kalimantan yang akhirnya memunculkan gelak tawa saat mereka tinggal bareng dalam satu rumah.
Dengan perasaan menggebu-gebu, Tatang menceritakan kembali pengalaman itu. Pada suatu hari, di tahun yang sudah tidak ia ingat lagi, istri Tatang saat berinisiatif memasak untuk keperluan makan pasien asal Kalimantan dan keluarganya yang telah menyewa kamar penginapan.
Ternyata, keluarga pasien asal Kalimantan ini menawarkan diri ikut memasak di rumahnya Tatang. Kesepakatan pun akhirnya diputuskan dengan cara istrinya memasak masakan khas Sunda, sementara keluarga pasien itu memasak masakan dari kampung halamannya.
Yang Tatang tak pernah duga, masakan yang dibuat keluarga pasien asal Kalimantan itu ternyata begitu lezat. Padahal seingatnya, menu yang dihidangkan hanya bermodal mentimun yang dimasak dengan kuah santan plus dengan bumbu-bumbu yang telah disiapkan.
"Akhirnya jadi tuker pasakan. Istri saya masak masakan Sunda, itu masakan Kalimantan. Memang awalnya aneh, masakannya ternyata gini kalau dari Kalimantan. Itu yang saya ingat, sampai kumpul bareng. Terus kita botram (makan bareng) di sini," ucap Tatang mengingat kembali masa-masa tersebut.
Pengalaman lainnya yang Tatang dapatkan yaitu ketika mengajak sejumlah pasien jalan-jalan berkeliling Kota Bandung. Opsi ini biasanya ia tawarkan jika pasien dan keluarganya yang menginap di rumah Tatang sudah merasa bosan dan ingin mencari udara segar.
Pada era Bandung di pertengahan medio 2010-an, Tatang biasanya mengajak mereka berkeliling dengan berjalan kaki. Dari Gang RS Mata, pasien dan keluarga yang menginap di rumahnya kemudian dibawa untuk menikmati suasana mulai dari Jalan Braga, Jalan Asia Afrika, hingga ke Gedung Sate.
"Pertama kali yang diajak keliling itu orang Jambi. Terus ada orang Kalimantan, sama pasien lain. Dulu sebelum ada (bus) Bandros, itu jalan kaki dari sini ke Braga, ke Asia Afrika. Jadi mereka emang pengen diajak jalan-jalan, bosen katanya tiap hari di rumah," ungkapnya.
Karena penerimaan Tatang yang ramah, banyak pasien akhirnya merasa betah tinggal di rumahnya. Tatang pun punya pola sendiri untuk bisa mengakrabkan dengan pasien tersebut, terutama bagi mereka yang tergolong tak mau berbaur dengan lingkungan sekitar.
Hal pertama yang Tatang lakukan, ia biasanya akan membebaskan pasien yang menginap di rumahnya. Tapi, jika sudah melewati 3 hari tak kunjung mau berbaur, Tatang akan melontarkan candaan khasnya supaya mereka bisa diajak untuk bercengkrama.
"Kalau itu mah mengalir aja biasanya, saya mah tinggal ikutin aja. Lama-lama, pasiennya sendiri yang bilang enak yah di Bandung mah, orangnya santun-santun. Walaupun enggak kenal, tapi suka nanya, suka nyapa. Beda sama di tempat mereka katanya," tutur Tatang.
Terlepas dari semua itu, cara yang Tatang lakukan memang ingin membantu meringankan proses pengobatan pasien yang menyewa kamar penginapan di rumahnya. Meski tidak berdampak signifikan, namun secara kebatinan, Tatang menyebut banyak yang terbantu karena akhirnya para pasien tersebut merasa seperti tinggal di rumahnya sendiri.
"Jadi buat saya, hubungannya bukan hanya pasien yang nyari kamar sewaan, tapi silaturahminya. Gimana caranya itu terjaga, sampe bisa komunikasi terus," katanya.
"Kalau ke bisnis mah bisa aja dinaikin tarifnya, tapi saya pertimbangannya kondisi pasien. Mereka itu kan ke sini bukan untuk piknik, apalagi yang jauh, dan belum tentu mereka orang berada juga. Kadang-kadang di sananya jual apa jual apa, buat kebutuhan biaya, pinjem ke tetangga. Karena ada BPJS mereka bisa ke sini, mereka hanya tinggal mikirin ongkos sama makan aja. Dan mudah-mudahan, bisa ikut membantu sampe mereka sembuh lagi," pungkasnya.
(ral/orb)