Dari Kuningan ke Bandung, Yayat dan Kisah Dagang Pernak-pernik Imlek

Serba-serbi Warga

Dari Kuningan ke Bandung, Yayat dan Kisah Dagang Pernak-pernik Imlek

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Minggu, 28 Jan 2024 17:00 WIB
Yayat, penjual pernak-pernik Imlek di Kota Bandung.
Yayat, penjual pernak-pernik Imlek di Kota Bandung. (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar)
Bandung -

Sejak pagi pukul 09.00 WIB, Yayat (49) sudah mulai menggelar lapak dagangannya. Imlek sebentar lagi akan tiba. Selama sebulan ini, ia mengharap rezeki dari Kota Bandung.

Datang jauh-jauh dari Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Yayat berjualan aneka lampion dan pernak-pernik kebutuhan Imlek. Meskipun tak ikut merayakan, suasana Imlek jadi momen yang dinanti-nanti olehnya.

"Ini kan tradisi setahun sekali, saya nunggu-nungguin juga. Biasanya saya dagang di kampung, dagang apa saja lah bisa sayuran, atau apa. Tapi setiap Imlek pasti jualan di Bandung," katanya, Sabtu (27/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudah lima tahun ini, Yayat membantu saudaranya rutin berdagang lampion dan pernak-pernik Imlek di Jalan Astana Anyar, Kota Bandung. Lapaknya cukup sederhana, di tepi jalan dan terbuat dari bambu serta terpal plastik.

Meskipun di sepanjang jalan tersebut pun banyak pertokoan lain yang menjual pernak-pernik serupa, tapi selalu ada rezeki yang bisa dibawa pulang Yayat untuk keluarganya di Kuningan.

ADVERTISEMENT

"Syukurnya tetep rame (meski ada toko lain), tapi tahun ini agak sepi nggak tahu kenapa. Ini sudah 10 hari lah jualan, yang laku berapa ya. Belum ngitung juga sih, tapi belum rame. Mungkin rame kalau sudah mau deket-deket (Imlek)," tuturnya.

"Saya dari Kuningan naik bis, jauh. Tapi dagangan sudah diambil saudara. Dia belinya dari Jakarta, dibawa ke sini, saya tinggal nungguin dan jualin. Khusus sebulan ini aja saya ke sini, tinggal di atas (area Pasar Basalamah). Nanti dapat komisi Rp1-1,5 juta lah," lanjut dia.

Setiap Imlek, ada doa khusus yang Yayat panjatkan. Ia selalu berharap dagangannya bisa cepat laku. Sebab bukan cuma demi memperoleh uang saku lebih banyak, ia juga mengaku sedih jika dagangannya tak habis maka bisa terbuang percuma.

"Ini kan yang beli saudara, terus kalau nggak laku saya simpan aja di lapak ini, ditutup gitu. Nanti setahun balik lagi, gelar lagi terus ditaruh kalau ada barang baru. Cuma sedih kalau banyak nggak laku itu suka kena rayap. Ya dibuang jadinya," ucap Yayat.

"Namanya jualan kan nggak tentu ya, kadang suka sepi suka rame, tapi kalau sepi itu susah. Meski saya nggak harus bawa balik (ke Kuningan), tapi kalau saya balik itu udah pada rusak, sayang gitu dibuang," keluhnya.

Meskipun begitu, ia berusaha optimis. Setiap pelanggan yang mampir bahkan untuk tanya-tanya pun ia layani dengan ramah. Dengan sabar ia membantu mencarikan pilihan pernak-pernik yang sesuai kebutuhan pelanggannya.

Sering kali dagangannya ditawar dengan harga sadis. Tapi, ia berusaha memaklumi dengan mencoba memberikan penawaran yang lain, jika ada yang lebih terjangkau.

"Paling laris itu angpao, harganya macem-macem paling murah isi 6 amplop harga Rp5 ribu. Paling mahal ada yang Rp25 ribu kalau yang bagus bentuknya, tapi malah paling diborong yang murah terus ada gambar naganya, kan tahun ini naga," ucapnya.

"Ada juga lampion, paling mahal Rp100 ribu. Jarang tapi yang beli, jadi juga cuma stok dikit. Sering ditawar juga kadang nggak kira-kira, tapi ya saya kasihnya kalau masih dapet untung aja. Kalau jauh banget (harga tawar), ya saya tawarin barang yang lain aja," lanjutnya.

(aau/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads