Sejak pagi buta, Alo Lesmana sudah menggelar lapak nanas khas Pemalang dagangannya. Melewati hari sampai sore, pemuda berumur 22 tahun ini berharap rezeki dari pembeli di pusat perkotaan Garut.
Siang ini, Rabu, (31/1/2024), matahari bersinar begitu terik di kawasan pusat perkotaan Garut. Di sudut Jalan Patriot, kuning segar buah nanas khas Pemalang yang dijajakan gerobak sederhana di atas motor, menarik perhatian pengguna jalan.
Alo Lesmana, adalah 'biang keladinya'. Remaja yang tahun ini genap berumur 22 tahun itu, adalah pemilik lapak nanas Pemalang, yang membetot perhatian setiap pengguna jalan yang melintas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak pagi hari, Alo mangkal di tempat ini. Persis di depan Masjid At-Taufiq, di Jalan Patriot yang kini berganti nama menjadi Jalan KH Cecep Syarifuddin. Panas terik matahari hingga hujan angin, sudah biasa dilaluinya. Semua itu tak lain demi rezeki untuk keluarga tercinta.
Alo diketahui setiap hari tancap gas dari rumahnya di Kampung Cikalong, Desa Cibiuk Kaler, Kecamatan Cibiuk, Garut, menuju pusat kota. Menempuh jarak puluhan kilometer dari kampung halaman, Alo berharap rezeki di perantauan.
Apa yang dilakukannya, bukan tanpa alasan. Meskipun tak punya ilmu yang luas karena hanya mampu sekolah hingga bangku sekolah menengah pertama (SMP) gegara biaya, Alo masih punya akhlak dan kasih sayang.
"Jualan gini intinya untuk membantu keluarga. Ibu dan bapa. Lumayan dengan jualan saya bisa bantu," kata Alo kepada detikJabar.
Setiap hari, Alo bisa menjual puluhan buah nanas khas Pemalang yang legit dan manis. Sebuah nanas dagangannya, dihargai Rp 5 hingga 10 ribu tergantung ukuran. Ada yang meminta nanas gelondongan, ada juga yang meminta dicincang untuk langsung dinikmati kepada Alo.
Dari berjualan nanas Pemalang ini, Alo bisa mendapatkan keuntungan hingga ratusan ribu rupiah setiap harinya. Tapi, karena barang jualan ini bukan miliknya, Alo harus membagi sebagian besar keuntungan untuk sang majikan.
"Saya kebagian 30 persen. Rata-rata Rp 100 ribu per hari kalau ramai. Tapi itu kotor, belum bensin sama makan," katanya.
Sesekali terbesit di pikirannya, untuk berhenti berjualan atau mengadu nasib di tempat lain. Sebab, dunia usaha yang ditekuni, tak tentu membawa keuntungan yang banyak untuk bisa dibawa pulang dan dinikmati oleh keluarga.
Namun, Alo berprinsip ingin terus berjualan karena keberkahannya. Dia mengaku didik keluarga untuk kuat dalam berjuang dan tabah. Alo juga mengaku selalu enjoy dan anti gengsi saat berdagang.
"Intinya saya ingin membantu keluarga. Ayah saya tukang sol sepatu, ibu saya ibu rumah tangga," pungkas Alo.
Alo mangkal di Pertigaan Patriot dari jam 7 pagi hingga jam setengah lima sore setiap harinya. Bagi detikers yang kebetulan melintas di lokasi atau tertarik dengan kisah Alo ini, jangan lupa untuk beli, dan bahkan borong dagangannya ya!
(dir/dir)