Tawaran ITB Bayar Kuliah Pakai Pinjol yang Bikin Mahasiswa Dongkol

Jabar Sepekan

Tawaran ITB Bayar Kuliah Pakai Pinjol yang Bikin Mahasiswa Dongkol

Tim detikJabar - detikJabar
Minggu, 28 Jan 2024 20:15 WIB
Spanduk protes mahasiswa ITB terkait pinjol
Spanduk protes mahasiswa ITB terkait pinjol. Foto: Bima Bagaskara
Bandung -

Institut Teknologi Bandung (ITB) kini sedang jadi sorotan. Kampus yang pernah menjadi tempat menimba ilmu bagi Presiden Indonesia pertama, Sukarno, ini sedang ramai diperbincangkan karena menawarkan biaya kuliah melalui skema cicilan pinjaman online atau pinjol.

Sontak saja, unggahan itu mengundang kecaman bagi ITB. Netizen menyayangkan langkah itu karena seolah-olah mendorong mahasiswa untuk melakukan pinjaman.

Lewat keterangan tertulisnya, Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto kemudian menjelaskan hal itu. Naomi mengatakan, pada Pasal 9 ayat (1) Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020, mahasiswa wajib membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara penuh pada setiap semester dimana kewajiban ini mengikat mahasiswa dan wajib ditunaikan oleh setiap mahasiswa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, mahasiswa ITB yang diterima melalui jalur SNBP dan SNBT, memiliki tanggung jawab membayar UKT yang terbagi dalam lima kategori yakni UKT 1 (Rp 0) sampai UKT 5 (tertinggi). Sedangkan mahasiswa yang diterima melalui jalur Seleksi Mandiri bertanggung jawab untuk membiayai pendidikan secara penuh.

"ITB tidak memberikan subsidi biaya pendidikan bagi mahasiswa yang diterima melalui jalur IUP dan SM-ITB, kecuali bagi mahasiswa SM-ITB pemegang Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang berasal dari SMA/MA di wilayah 3T," jelas Naomi, Jumat (26/1/2024).

ADVERTISEMENT

Naomi menuturkan, jelang Semester II tahun ajaran 2023/2024, mahasiswa dapat melakukan pengisian Formulir Rencana Studi (FRS) pada Sistem Informasi Akademik (SIX) setelah memenuhi UKT Semester II 2023/2024 dan UKT semester sebelumnya.

Untuk metode pembayaran, ITB kata Naomi memberikan banyak pilihan yang dilayani oleh beragam bank, mulai layanan virtual account maupun kartu kredit, hingga melalui lembaga non bank khusus pendidikan, yang sudah terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Khusus bagi mahasiswa yang mengalami kendala pembayaran UKT, ITB melalui Direktorat Kemahasiswaan ITB menyediakan prosedur pengajuan keringanan UKT dan Cicilan UKT pada setiap semester bagi mahasiswa," katanya.

"Pada semester II 2023/2024, bagi mahasiswa program S1 angkatan 2022, 2021, 2020, dan 2019, periode pengajuan keringanan UKT dibuka sejak 18 Desember 2023 hingga 2 Januari 2024. Sementara itu, periode pengajuan cicilan UKT dibuka mulai tanggal 18 Desember 2023," lanjutnya.

Dengan skema pembayaran yang disediakan, menurutnya pada Desember 2023, sebanyak 1.800 orang mahasiswa telah mengajukan keringanan pembayaran UKT. Dari jumlah tersebut, 1.492 orang diberikan keleluasaan untuk mencicil Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP), 184 orang diberikan kebijakan penurunan besaran UKT untuk satu semester, dan 124 orang diberikan penurunan besaran UKT secara permanen sampai yang bersangkutan lulus dari ITB.

Lebih lanjut, Naomi mengungkapkan, bagi mahasiswa yang belum melunasi UKT atau BPP semester I 2023/2024, Mahasiswa tersebut tidak dapat mengisi FRS. Karena itu, mahasiswa kategori ini dapat mengajukan cuti akademik dan dibebaskan dari tagihan BPP.

"Mahasiswa tidak mengajukan cuti akademik, status kemahasiswaannya pada PD Dikti akan tercatat tidak aktif sehingga masa studi tetap dihitung dan membayar 50% BPP sesuai ketentuan. Seluruh mekanisme administrasi akademik dan keuangan yang diuraikan di atas telah diatur secara rinci melalui Peraturan Rektor ITB," paparnya.

Naomi memastikan, mahasiswa telah mendapat sosialisasi dan dapat mengakses aturan tersebut setiap saat untuk dipahami secara baik. Bahkan jika ada yang masih tidak dipahami, mahasiswa dibolehkan untuk menanyakan ke Direktorat Kemahasiswaan ITB.

Masih kata Naomi, ITB berkomitmen untuk menyediakan solusi bagi mahasiswa jalur SNBP dan SNBT untuk tetap dapat melanjutkan pendidikannya di ITB meski dengan keterbatasan dan kesulitan yang dihadapinya.

"Hal ini ditandai dengan upaya-upaya pemberian akses atas beasiswa dan mekanisme penurunan UKT di atas. Hanya saja penting bagi ITB untuk tetap dapat melakukan proses asesmen yang layak kepada mahasiswa agar penyaluran bantuan-bantuan tersebut dapat diberikan secara adil, tepat sasaran, dan mendidik," tutup Naomi.

Langkah kontroversial ITB pun membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan. Menurut Ketua Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) Sarjito, mahasiswa akan bertambah bebannya saat harus melunasi pinjaman tersebut.

"Jika ada kewajiban untuk membayar UKT harus pakai pinjol, menurut hemat saya tidak bijaksana karena mahasiswa meskipun memenuhi kewajiban membayar UKT Kampus, namun menjadi punya kewajiban ke pinjol yang tentu akan membebani mahasiswa yang belum tentu dapat melunasinya," kata dia sebagaimana dilansir dari detikcom.

Untuk itu, pihaknya mengatakan akan memanggil Danacita untuk dimintai keterangan terkait perkara tersebut. Selain itu, pihak lainnya yang berkaitan dengan masalah tersebut juga akan dimintai keterangan, salah satunya ITB.

"Kita akan panggil Danacita unutk membuat terang perkaranya," terang dia.

Setelah melakukan pemanggilan, OJK menyebut penawaran pinjaman untuk UKT sebuah pilihan yang diberikan bagi mahasiswa yang kesulitan membayar.

"Menurut keterangannya Danacita telah melakukan kerja sama dengan ITB dalam rangka penyediaan fasilitas pendanaan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk mahasiswa ITB. Kerjabsama tersebut dilakukan dalam rangka memberikan pilihan jalan keluar bagi mahasiswa yang kesulitan melakukan pembayaran UKT,"ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi Aman Santosa dalam keterangan tertulis.

OJK menerangkan pinjaman baru diberikan jika terdapat pengajuan dari mahasiswa yang bersangkutan dan telah melalui proses analisis kelayakan oleh Danacita. Danacita sendiri merupakan Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang telah memperoleh izin (legal) dari OJK tanggal 2 Agustus 2021 dan memiliki bisnis utama memberikan layanan pembiayaan pendidikan.

Berdasarkan penelitian OJK, manfaat ekonomi (suku bunga) yang dikenakan oleh Danacita telah sesuai dengan SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023. Menurut OJK, Danacita juga menyampaikan bahwa kerja sama Danacita dengan ITB dalam bentuk fasilitas pembiayaan mahasiswa bukan yang pertama kali, namun hal tersebut juga telah dilakukan dengan perguruan tinggi lainnya.

Sebagai tindak lanjut, OJK telah meminta Danacita untuk tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan transparansi dalam penyaluran pembiayaanya dan lebih meningkatkan edukasi kepada mahasiswa mengenai hak dan kewajiban konsumen.

"Termasuk aspek risikonya dan seluruh aspek pelindungan konsumen lainnya. Secara periodik OJK akan memantau pelaksanaan hal-hal tersebut," terang Aman.

Namun demikian, mahasiswa tetap menolak skema pembayaran kuliah melalui pinjol itu. Ketua Kabinet KM ITB Muhammad Yogi Syahputra mengatakan, berdasarkan laporan yang ada, sebanyak 120 mahasiswa memiliki tunggakan UKT dan terancam tidak bisa mengikuti perkuliahan sebelum melunasi tunggakan tersebut.

"Tunggakan itu coba kami selidiki ada yang beberapa juta, puluhan bahkan sampai ratusan juta sehingga orang tua mereka itu terancam harus menjual aset dan sebagainya dan banyak orang tua yang kemudian gajinya memang nggak menyanggupi membayar tunggakan UKT yang banyak itu," kata Yogi saat diwawancarai, Sabtu (27/1/2024).

Atas permasalahan itu, Yogi mengungkapkan, ITB kemudian memberi solusi dengan salah satunya menawarkan skema pembayaran UKT dengan cara dicicil via pinjol. Adapun pinjol yang dimaksud ialah Dana Cita, platform pembiayaan di bidang pendidikan.

Namun, dengan menggunakan pinjaman online itu, mahasiswa justru harus membayar jauh lebih banyak ketimbang besaran UKT, yakni Rp12,5 juta meski bisa dicicil selama 12 bulan.

"Kemudian ITB mencoba memberi solusi dengan salah satunya pinjaman online melalui Dana Cita yang kemudian kami selidiki, memang bisa memberikan bantuan dana sesuai UKT ITB, Rp12,5 juta dengan pembayaran Rp15,5 juta yang dibayarkan 12 bulan kemudian," ujarnya.

Karena itu, Yogi dengan tegas menyatakan KM ITB menolak adanya pemberian pinjaman dana untuk pembayaran UKT via pinjol tersebut. Menurutnya, tidak selayaknya masalah ini dikomersilkan.

"KM ITB memiliki sikap bahwa kami menolak segala bentuk komersialisasi akan mekanisme pembayaran UKT yang mana seharusnya ini jadi hak dasar mahasiswa. Kita selalu dibilang oleh kakak tingkat kami, tidak ada sejarahnya ITB tidak membolehkan mahasiswa kuliah karena masalah finansial," tegas Yogi.

"Baru kali ini terjadi dan maka dari itu KM ITB menolak dengan tegas," imbuhnya.

Sampai akhirnya, mahasiswa ITB menggelar aksi protes terhadap kebijakan kampus yang menyediakan skema pembayaran uang kuliah dengan cara dicicil via pinjaman online (pinjol). Aksi dilakukan dengan membentangkan spanduk di flyover Mochtar Kusumaatmadja (Pasopati), Kota Bandung.

Pada spanduk panjang berwarna putih ini, terlihat tulisan bernada protes terhadap kebijakan kampus yang dianggap justru memberatkan mahasiswa dengan tawaran pembayaran via pinjol tersebut. Mahasiswa menulis ungkapan protes dengan kalimat 'Pendidikan Seharusnya Membebaskan Akal, Bukannya Menjual Urusan Finansial. #InstitutTapiBerpinjol @ganeshamenuntut."

Farell Faiz, salah seorang mahasiswa mengatakan, aksi pembentangan spanduk ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap kebijakan kampus yang memberikan soluasi pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan menawarkan pinjol.

"Jadi aksi ini sebuah ekspresi dari kami, kami sedih ada teman kami yang masih terkendala UKT dimana ini masalah berulang tiap semester. Kabar terbaru untuk semester ganjil tahun ini, banyak teman-teman yang UKT masih menunggak, itu oleh pihak rektorat tidak diperkenankan mengisi formulir rencana studi (FRS)," kata Faiz di lokasi.

"Artinya mahasiswa tidak bisa mengambil mata kuliah dan tidak terdaftar untuk menerima pendidikan di semester ini," imbuhnya.

Faiz mengungkapkan, mahasiswa telah mencoba melakukan advokasi dengan pihak rektorat untuk menemukan solusi terkait kendala pembayaran UKT yang dialami sejumlah mahasiswa ITB. Dia juga menyebut, besaran UKT terkesan tidak adil.

"UKT ini tidak berkeadilan, ada banyak teman-teman yang orang tuanya gajinya UMR tapi dia dapat UKT Rp 12,5 juta satu semester," tegasnya.

Dengan pinjol, kata dia, mahasiswa dibenankan bunga hingga 24 persen untuk membayar UKT sebesar Rp12,5 juta. Hal itu menurutnya justru akan membenani mahasiswa.

"Per tanggal 30 nanti mahasiswa sudah tidak bisa ambil FRS dan sudah mepet banget, belum ada tindakan dari rektorat dan kebijakannya agak nyeleneh. Masa mahasiswa gabisa bayar UKT disuruh cuti dulu, disuruh pinjaman online yang merupakan solusi utama yang disediakan rektorat di halaman keringanan UKT," jelasnya.

"Kalau dihitung per tahun bunganya 24 persen, jadi dari UKT Rp12,5 juta yang dibayarkan sama bunganya itu jadi Rp15,5 juta jadi lebih 3 juta. Itu ya untuk mahasiswa yang kesulitan UKT sangat besar," pungkasnya.

(ral/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads