Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar aksi protes terhadap kebijakan kampus yang menyediakan skema pembayaran uang kuliah dengan cara dicicil via pinjaman online (pinjol).
Aksi protes dilakukan dengan membentangkan spanduk di flyover Mochtar Kusumaatmadja (Pasopati), Kota Bandung. Pantauan detikJabar, pemasangan spanduk dilakukan oleh sejumlah mahasiswa yang tergabung Ganesha Menggugat pada Sabtu (27/1/2024) sore.
Pada spanduk panjang berwarna putih ini, terlihat tulisan bernada protes terhadap kebijakan kampus yang dianggap justru memberatkan mahasiswa dengan tawaran pembayaran via pinjol tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam spanduk itu, mahasiswa menulis ungkapan protes dengan kalimat 'Pendidikan Seharusnya Membebaskan Akal, Bukannya Menjual Urusan Finansial. #InstitutTapiBerpinjol @ganeshamenuntut."
Farell Faiz, salah seorang mahasiswa mengatakan, aksi pembentangan spanduk ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap kebijakan kampus yang memberikan soluasi pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan menawarkan pinjol.
"Jadi aksi ini sebuah ekspresi dari kami, kami sedih ada teman kami yang masih terkendala UKT dimana ini masalah berulang tiap semester. Kabar terbaru untuk semester ganjil tahun ini, banyak teman-teman yang UKT masih menunggak, itu oleh pihak rektorat tidak diperkenankan mengisi formulir rencana studi (FRS)," kata Faiz di lokasi.
"Artinya mahasiswa tidak bisa mengambil mata kuliah dan tidak terdaftar untuk menerima pendidikan di semester ini," imbuhnya.
Faiz mengungkapkan, mahasiswa telah mencoba melakukan advokasi dengan pihak rektorat untuk menemukan solusi terkait kendala pembayaran UKT yang dialami sejumlah mahasiswa ITB. Dia juga menyebut, besaran UKT terkesan tidak adil.
"UKT ini tidak berkeadilan, ada banyak teman-teman yang orang tuanya gajinya UMR tapi dia dapat UKT Rp 12,5 juta satu semester," tegasnya.
Karena itulah, mahasiswa memutuskan untuk melakukan aksi pemasangan spanduk agar suara terkait protes kebijakan kampus bisa didengar oleh pihak rektorat ITB.
"Pemasangan spanduk ini adalah bentuk kekecewaan. Sebetulnya sebelum pemasangan spanduk ini kami sudah melakukan advokasi dimana kami ingin menghubungi rektorat, namun masih banyak yang belum tuntas," jelasnya.
Lebih lanjut, mahasiswa yang menunggak UKT hanya memiliki waktu beberapa hari saja sebelum batas waktu pengisian FRS ditutup. Namun hingga kini, solusi yang ditawarkan ITB menurut Faiz justru terkesan nyeleneh.
Dengan pinjol, kata dia, mahasiswa dibenankan bunga hingga 24 persen untuk membayar UKT sebesar Rp12,5 juta. Hal itu menurutnya justru akan membenani mahasiswa.
"Per tanggal 30 nanti mahasiswa sudah tidak bisa ambil FRS dan sudah mepet banget, belum ada tindakan dari rektorat dan kebijakannya agak nyeleneh. Masa mahasiswa gabisa bayar UKT disuruh cuti dulu, disuruh pinjaman online yang merupakan solusi utama yang disediakan rektorat di halaman keringanan UKT," jelasnya.
"Kalau dihitung per tahun bunganya 24 persen, jadi dari UKT Rp12,5 juta yang dibayarkan sama bunganya itu jadi Rp15,5 juta jadi lebih 3 juta. Itu ya untuk mahasiswa yang kesulitan UKT sangat besar," pungkasnya.
Sebelumnya, ITB telah buka suara terkait polemik skema pembayaran via pinjol ini. Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto mengatakan, mahasiswa diwajibkan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara penuh sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020.
Adapun kata dia, mahasiswa yang diterima masuk ITB melalui jalur SNBP dan SNBT, harus membayar UKT yang terbagi dalam lima kategori yakni UKT 1 (Rp 0) sampai UKT 5 (tertinggi) dan mahasiswa dari Seleksi Mandiri harus membiayai pendidikan secara penuh.
"ITB tidak memberikan subsidi biaya pendidikan bagi mahasiswa yang diterima melalui jalur IUP dan SM-ITB, kecuali bagi mahasiswa SM-ITB pemegang Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang berasal dari SMA/MA di wilayah 3T," kata Naomi, Jumat (26/1/2024).
Untuk membayar UKT itu, Naomi menjelaskan ITB menyiapkan beberapa opsi pembayaran, seperti via bank, layanan virtual account, kartu kredit, hingga via lembaga non bank khusus pendidikan, yang sudah terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Lembaga non bank itulah yang sepertinya adalah platform Dana Cita. Berdasarkan penelusuran detikJabar, fintech Danacita yang bekerjasama dengan ITB telah resmi terdaftar di OJK dengan nomor surat tanda berizin KEP-68/D.05/2021 per tanggal 2 Agustus 2021.
"Khusus bagi mahasiswa yang mengalami kendala pembayaran UKT, ITB melalui Direktorat Kemahasiswaan ITB menyediakan prosedur pengajuan keringanan UKT dan Cicilan UKT pada setiap semester bagi mahasiswa," katanya.
Menurutnya, 1.800 mahasiswa pada Desember 2023 telah mengajukan keringanan pembayaran UKT dimana 1.492 orang diberi keleluasaan untuk mencicil Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP), 184 orang diberi kebijakan penurunan UKT satu semester, dan 124 orang diberi penurunan UKT secara permanen.
Naomi mengungkapkan, jika tidak melunasi UKT atau BPP semester I 2023/2024, mahasiswa tidak akan tercatat pada PD Dikti karena tidak mengisi Formulir Rencana Studi (FRS). Namun mahasiswa bisa mengajukan cuti agar dibebaskan dari tagihan BPP.
"Mahasiswa tidak mengajukan cuti akademik, status kemahasiswaannya pada PD Dikti akan tercatat tidak aktif sehingga masa studi tetap dihitung dan membayar 50% BPP sesuai ketentuan. Seluruh mekanisme administrasi akademik dan keuangan yang diuraikan di atas telah diatur secara rinci melalui Peraturan Rektor ITB," paparnya.
(bba/mso)