Nurjanah (28) mengusap perutnya yang membuncit, sesekali matanya mengawasi anaknya yang masih balita. Nurjanah adalah salah satu penyintas bencana longsor di Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Sukabumi.
Usia kandungan Nurjanah sembilan bulan, setiap hari dia merasakan kelelahan selayaknya ibu hamil lainnya. Selama di tenda pengungsian yang disiapkan Kemensos, ia mengeluh kondisi tenda yang panas dan kebutuhan toilet.
"Ini kondisi hamil hitungannya 9 bulan, keluhan di sini panas dan air yang belum ada, memang ada tapi jauh namanya ibu hamil bolak-balik ke kamar mandi, begitu kan pak," ungkap ibu empat anak tersebut kepada awak media, Jumat (25/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nurjanah memiliki empat orang anak, salah satunya masih di dalam kandungan. Anaknya yang paling kecil masih balita dan belum terbiasa tinggal di tenda pengungsian.
"Anak belum terbiasa masih balita, semalam muntah-muntah mungkin karena masuk angin jadi sakit. Mungkin merasa enggak nyaman, yang namanya di sini kan ramai," tuturnya.
Nurjanah tidak sempat mengambil semua kebutuhannya selama mengungsi, status rumahnya terancam karena posisinya berdampingan dengan titik longsor. Ia bersyukur masih bisa menyelamatkan diri saat kejadian pada Rabu (24/1) kemarin.
"Sempat kaget, bukan kaget lagi, takut karena jarak rumah enggak jauh. Sekarang enggak berani pulang karena ada retakan-retakkan. Posisi rumah saya di atas, paling atas, enggak pulang-pulang karena takut, kalau ada apa-apa enggak bisa lari karena lagi hamil," lirihnya.
"Ya keperluan anak balita ya belum, seperti pampers, kayu putih, keperluan mandi juga belum ada," imbuhnya lagi.
Nurjanah kemudian menceritakan kejadian pagi itu, ia baru saja pulang berbelanja di warung. Tiba di rumah keluarga memintanya menyelamatkan surat-surat penting.
"Pagi itu belum tahu ada longsor, baru pulang dari warung. Saat baru mau sampai rumah, keluarga bilang suruh beres-beres surat-surat penting. Suami saya ngecek ke titik longsor, saya buru-buru masuk rumah ambil dokumen penting Kartu Keluarga (KK), KTP dan sebagainya, saat itu saya tidak tahu mau kemana," ungkapnya.
Di tengah kebingungan, ia mendengar suara gemuruh tanah yang mulai bergerak dari atas ke bawaah tebing. Ia lekas-lekas menggendong anaknya dan pergi menjauh dari lokasi.
"Saat bunyi borobot geblug saya cuma gendong anak, baju secukupnya lalu tas dan pergi. Hanya yang namanya sedang hamil, bawa anak semampunya saja pelan-pelan, jalannya licin, takut kayak linglung turun ke bawah. Enggak sama suami datang mengajak ke bawah turun, anak diambil suami," kisahnya.
Ani Nofiani (35) warga lainnya juga menyuarakan kebutuhan di dalam tenda pengungsian. Menurutnya yang utama kebutuhan balita dan kebutuhan mandi.
"Pampers air minum, makanan dan peralatan bayi karena banyak balita, belum ada handuk sebagian enggak punya anduk. Lalu peralatan mandi air minum dan makanan ringan, snack banyak anak-anak," ungkap Ani.
Menurutnya selama di pengungsian ia merasakan hal yang berbeda, termasuk salah satunya rasa tidak nyaman. Namun ia dan warga lainnya mulai membiasakan diri. "Sedih tinggal di pengungsian, merasa enggak enak. Mungkin karena baru ya merasakan seperti ini," pungkas Ani.
(yum/yum)