Pemberontakan komunis pada masa lalu tidak hanya terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Di Kabupaten Ciamis, pemberontakan komunis juga pernah terjadi. Pada waktu itu Kabupaten Ciamis dipimpin oleh Bupati Sastrawinata.
Menurut buku berjudul 'Galuh Dari Masa Ke Masa' yang disusun oleh Tim dari Prof Dr Nina Herlina MSi dan kawan-kawan pada tahun 2020, pemberontakan komunis di Ciamis terjadi pada tahun 1926.
Pemberontakan dimulai dengan pertemuan rahasia pada malam hari di kuburan di wilayah Utara daerah Imbanagara (sekarang Taman Makam Pahlawan). Tempat itu juga menjadi basis komunis untuk melakukan pemberontakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gerakan pemberontakan itu diketahui dipimpin oleh Egom, Hasan dan Dirga. Mengawali pemberontakan, komunis itu membakar sebuah rumah lalu bergerombol ke Alun-alun Ciamis, dengan sasaran Gedung Kabupaten dan juga Gedung Asisten Residen (Pendopo Bupati sekarang).
Sesampainya di Gedung Kabupaten, pemberontak membacok seorang Opas (penjaga) lalu menggedor-gedor pintu Gedung Kabupaten. Tujuan mereka adalah membunuh Bupati Sastrawinata.
Beruntung pada saat itu Bupati Sastrawinata sedang berada di Kampung Kaum di rumah istri mudanya. Sehingga aksi para komunis itu gagal.
Begitu juga dengan Asisten Residen Ciamis yang berhasil lolos melarikan diri dari kejaran kaum komunis lewat pintu belakang. Asisten Residen Ciamis kabur bersama ibunya menyusuri Sungai Cileueur sejauh sekitar 4 kilometer dan selamat menuju Onderneming Kalangsari Sindangkasih.
Dosen Kegaluhan Universitas Galuh (Unigal) Kabupaten Ciamis Ilham Purwa yang juga pegiat budaya mengatakan, pemberontakan komunis di Ciamis terjadi sebelum masa kemerdekaan tepatnya tahun 1926. Menurutnya, gerakan yang dipimpin oleh Egom, Dirga dan Hasan itu berhasil digagalkan. Tujuan pemberontakan itu membunuh Bupati Sastrawinata.
"Mereka tidak berhasil membunuh Bupati Sastrawinata, tapi kaum komunis itu melukai Opas dan menewaskan pegawai pegadaian dan juga seorang Cina yang saat itu sebagai bek mester Ciamis," ujar Ilham.
Ilham menerangkan, Bupati Sastrawinata yang mengetahui pemberontakan komunis itu bersama pengawalnya langsung menuju Alun-alun untuk memburu para pemberontak. Sastrawinata kemudian berhasil menangkap seorang pemberontak.
"Dari seorang pemberontak itu diketahui identitas pemimpin pemberontakan yakni Egom, Hasan dan Dirga. Saat itu Bupati Sastrawinata sudah berhasil menguasai keadaan," jelasnya.
Singkat cerita, Hasan dan Dirga sebagai pemimpin pemberontakan juga berhasil ditangkap. Sedangkan Egom melarikan diri. Bupati kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Residen Priangan di Bandung (Pemerintah Hindia Belanda).
Bupati Sastrawinata memperoleh informasi bahwa rumah Egom berada di Cibatu. Kemudian bersama aparat keamanan bergerak menuju Rumah Egom dan melakukan penggeledahan.
"Di rumah itu ditemukan baju yang sedang direndam karena terdapat percikan darah. Sedangkan Egom ketika penyergapan tidak berada di rumah. Selang dua hari, Egom pun akhirnya berhasil ditangkap di daerah Cirahong," kata Ilham.
"Egom, Hasan dan Dirga kemudian diajukan ke pengadilan. Ketiganya mendapat hukuman mati. Selain 3 pimpinan pemberontakan, asa 10 orang lain yang terlibat dibuang ke daerah bernama Digul," ungkapnya.
Sedangkan pimpinan utama komunis bernama Madsim melarikan diri dan tidak ada informasi mengenai keberadaannya. Pemberontakan komunis di Ciamis pun berhasil dipadamkan.
(mso/mso)