Kemacetan di kawasan Parungpanjang, Kabupaten Bogor, akibat menumpuknya truk tambang menjadi persoalan klasik yang sulit diatasi. Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Jawa Barat Bambang Tirtoyuliono.
Bambang menyebut kemacetan Parungpanjang sudah terjadi sejak tahun 1980-an. Untuk mengatasi persoalan itu kata dia, pemerintah sudah melakukan berbagai cara. Namun, upaya itu tidak kunjung menuntaskan masalah.
"Fenomena di Parungpanjang ini kan kejadian itu udah lama sekali ya sejak 80-an saya kira. Dengan berbagai macam upaya sudah dilakukan, ternyata tidak juga pernah tuntas. Yang pasti memberikan dampak sosial, terakhir itu ada kemacetan yang sangat luar biasa," kata Bambang, Rabu (13/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang menuturkan, Bupati Bogor baik saat ini atau terdahulu telah membuat aturan yang membatasi operasional truk tambang yang melintas. Namun aturan itu tidak ditaati sehingga kemacetan selalu terjadi di sana setiap hari.
"Sebetulnya Bupati Bogor itu sudah melakukan pembatasan, yang dibolehkan untuk mengangkut material tambang itu dari 10 malam sampai jam 5 pagi. Ini kan problemnya ada potensi ya, ini tidak mengindahkan," tegasnya.
Selain itu, truk tambang yang melintasi di kawasan Parungpanjang diketahui melebihi daya dukung jalan. Bambang menjelaskan, daya dukung jalan di Parungpanjang maksimal 25 ton. Sedangkan truk yang melintas, bisa melebihi bobot tersebut.
"Sebetulnya ini kita sudah mengupayakan, tidak boleh melebihi dari daya dukung jalan, daya dukung jalan yang boleh lewat itu maksimal 25 ton, karena memang yang diperbolehkan itu hanya daya dukung jalan provinsi kita itu hanya 8 ton MST, setara dengan 25 ton," jelas Bambang.
Bahkan, rekayasa lalulintas, pemberlakuan uji kendaraan laik jalan hingga menyebarkan surat edaran bagi perusahaan pemegang izin tambang juga dilakukan untuk mengurangi dampak kemacetan di Parungpanjang.
"Bahkan di sana ada 27 kantong parkir yang tujuannya adalah untuk meminimalisir terjadinya kemacetan yang panjang. Tetapi efektivitasnya semuanya itu rendah," tutup Bambang.