Warga Cirebon merasa belum memiliki akses lapangan kerja meskipun ratusan industri berdiri di atas Tanah Wali yang satu ini. Hal ini berbanding terbalik dari rencana pemerintah pusat untuk membentuk kawasan rebana di wilayah utara Jawa Barat.
Seperti apa yang dirasakan oleh Rudi (23) yang mengaku sulit mendapatkan lapangan pekerjaan. Sejak tahun 2019 yang lalu hingga saat ini dirinya tidak pernah satu kali pun dipanggil dari tempat dia melamar kerja.
"Saya dari tahun 2019 ngelamar kerja, alhamdulillah sampai sekarang belum pernah nerima panggilan," paparnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga Kecamatan Pabuaran ini juga mengaku sempat ditawarkan bekerja di salah satu perusahaan yang ada di wilayah Cirebon Timur. Akan tetapi menurut pengakuannya tawaran tersebut harus disertai dengan imbalan yang nilainya terbilang besar bagi dirinya.
"Tahun 2020 saya pernah ditawarin kerja di salah satu perusahaan, tapi ya gitu harus ada uang pelicinnya," ujarnya.
Dirinya merasa adanya ketidakadilan yang diberikan bagi warga pribumi oleh perusahaan. Sampai dengan sekarang dirinya lebih memilih untuk kerja serabutan demi bisa bertahan hidup.
"Saya udah sedikit putus asa buat ngelamar-ngelamar kerja lagi di sini (Cirebon), sekarang ya ikut paman jadi tukang bangunan," kata dia.
Maka dirinya berharap adanya kesempatan yang diberikan oleh perusahaan bagi masyarakat sekitar.
"Saya sih harapannya perusahaan bisa kasih kesempatan buat masyarakat," paparnya.
Hal serupa juga dirasakan oleh Linda (19) mengaku sudah beberapa kali memburu lowongan kerja pada beberapa kegiatan job fair.
Namun sayang, dirinya mengaku sudah menyimpan lamaran di seluruh perusahaan yang ada dalam kegiatan job fair sebelumnya, tidak menerima satu pun panggilan untuk wawancara.
"Saya udah tiga kali datang ke job fair tapi sampe sekarang gak ada satu pun yang panggil saya buat wawancara," kata dia.
Wanita lulusan SMK pada tahun 2022 ini juga mengaku, kebanyakan dari perusahaan selalu memasukan kualifikasi tinggi badan yang penghalang dirinya untuk bisa diterima di perusahaan.
"Saya punya tinggi badan yang gak tinggi, banyak dari perusahaan gak terima soalnya pake batas tinggi badan," ungkapnya.
Meskipun demikian, tidak membuat dirinya berkecil hati dan tidak merubah semangatnya untuk bisa mendapatkan pekerjaan.
"Saya juga di sini udah datengin semua perusahaan yang buka lowongan kerja, semoga aja biaa diterima," tutur dia.
Hal yang membuat semangatnya tidak pernah padam, karena persoalan perekonomian keluarganya yang masih terbilang ekonomi bawah.
"Jujur aja mas saya cuma mau kerja buat bantu ekonomi keluarga, apalagi saya punya adik yang harus dibiayai sekolahnya," pungkasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Cirebon, Novi Hendriyanto menyampaikan perusahaan harus memprioritaskan masyarakat sekitar sebagai tenaga kerjanya.
"Dari segi ketenagakerjaan ya sangat setuju penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar, karena hal itu sudah tercantum termaktub di dalam Perda kita tentang investasi bahwa minimal 60 persen adalah warga yang berdomisili di kabupaten Cirebon untuk peluang kerjanya," terang dia kepada detikJabar.
Oleh karena itu, pihaknya telah menekankan kepada seluruh perusahaan untuk menginput data tenaga di sistem WLKP (wajib laporan ketenagakerjaan perusahaan).
"Nah ini yang jadi pemikiran kami (Disnaker) juga sebetulnya secara prinsip sangat setuju pemberdayaan masyarakat sekitar. Karena bagaimanapun juga beberapa kesempatan baik Pak Bupati maupun kita bahwa kue itu (lapangan pekerjaan) yang ada di kita seyogyanya adalah untuk masyarakat kita sendiri jangan untuk orang lain dulu," jelasnya.
Dia juga mengaku ada beberapa oknum yang memanfaatkan peluang lapangan pekerjaan untuk kepentingan pribadi.
"Kita beberapa tanya ke perusahaan sebenarnya kalau masuk kerja itu ya gratis tidak ada bayar tidak ada sebagainya," ungkapnya.
"Ini menjadi PR kami juga artinya tidak ditutupi kita juga harus berbenah," tutupnya.
(yum/yum)