Ratusan buruh berbaris rapi di Jalan Gempol, tepatnya kawasan industri Kota Cimahi, Rabu (22/11/2023). Selanjutnya, mereka bergerak longmarch dan sweeping buruh di setiap pabrik hingga ke Jalan Mahar Martanegara.
Massa aksi itu berunjuk rasa menolak keputusan Pj Gubernur Jawa Barat, Bey T. Machmudin yang menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat tahun 2024 yang hanya sebesar 3,57 persen.
Bey menyebutkan bahwa UMP Jabar tahun 2024 nanti menjadi Rp2.057.495 atau naik 3,57 persen dari tahun sebelumnya. Formulasi kenaikan UMP itu menggunakan PP 51 tahun 2023.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Massa aksi bergerak ke setiap pabrik mengajak buruh lainnya melakukan unjuk rasa sambil membawa bendera serikat buruh. Ada beberapa buruh yang membawa papan tulisan sebagai wadah menuangkan kekecewaan.
"Yang di dalam tolong segera keluar, jangan bertele-tele," kata seorang orator di atas mobil komando, Rabu (22/11/2023).
Sementara itu, Ketua DPC Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 92, Asep Jamaludin mengatakan keputusan gubernur itu bakal mempengaruhi kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).
"Pj Gubenur Jawa Barat telah menetapkan kenaikan UMP sebesar Rp70.824,00 atau sekitar 3,57 persen sesuai dengan PP 51 Tahun 2023. Maka, sudah bisa dipastikan bahwa UMK pun akan dinaikkan dengan menggunakan formula atau rumus yang sama mengacu PP 51 Tahun 2023," kata Asep saat ditemui.
Asep mengatakan kalangan buruh keukeuh meminta kenaikan upah tahun depan minimal 15 persen hingga 25 persen paling tinggi sesuai dengan kenaikan harga pokok.
"Buruh Cimahi tetap minta naik upah 25 persen. Kemudian kita minta pemerintah cabut PP nomor 51 tahun 2023 tentang pengupahan," kata Asep.
Suara Hati Supriatin
Sementara itu, Supriatin terlihat membawa bendera serikat buruh di tengah-tengah massa aksi unjuk rasa yang memakan separuh badan Jalan Cibaligo, Kota Cimahi, Rabu (22/11/2023). Ia turut ambil bagian dalam aksi unjuk rasa kalangan buruh di Kota Cimahi. Tuntutannya sangat jelas, agar upah mereka untuk tahun 2024 naik sebesar 25 persen.
Perempuan 33 tahun itu berpanas-panasan sejak pagi sampai sore. Berjalan dari Jalan Gempol, sejak kawasan industri hingga ke Jalan Mahar Martanegara, sebagai titik akhir aksi unjuk rasa. "Sekarang harga-harga makin mahal, dengan gaji sekarang masih kurang sebetulnya. Makanya kita minta naik upah sesuai kesepakatan (25 persen)," kata Supriatin saat ditemui di sela unjuk rasa.
Bebannya kian berat lantaran sang suami saat ini sedang tidak bekerja. Upah yang didapatkannya, ludes seketika tanpa bisa memenuhi segala kebutuhan rumah tangganya. "Suami lagi nganggur. Gaji sekarang cuma cukup buat makan sama bayar kontrakan. Belum jajan anak, biaya sekolahnya juga. Ya berat juga pastinya," kata Supriatin.
Perempuan itu datang ke Cimahi dari Cililin, Kabupaten Bandung Barat 11 tahun lalu. Selama itu juga, ja bekerja siang malam di pabrik yang sama demi dapur tetap ngebul.
"Sudah 11 tahun, alhamdulillah kerja di satu pabrik. Memang semenjak COVID-19, pesanan agak berkurang," kata Supriatin.
Rombongan massa aksi yang bergerak terus bertambah, lantaran setiap perusahaan yang dilintasi langsung di-sweeping agar pekerjanya mengikuti aksi unjuk rasa tersebut.
"Semua perusahaan kita sweeping. Semua harus keluar dan ikut aksi bersama buruh lainnya, itu kesepakatan kita sejak awal," kata koordinator aksi, Siti Eni.
Ia mengatakan massa buruh di Kota Cimahi tetap meminta upah tahun 2024 mendatang naik 25 persen. Sebab jika formulasi perhitungan upah menggunakan PP Nomor 51, maka kenaikan upah tak akan sesuai harapan.
"Kami ingin menyadarkan kawan-kawan buruh agar mau berjuang untuk kenaikan upah 25 persen. Jangan sampai menggunakan PP 51 karena tidak ada dampaknya untuk buruh," kata Siti.








































.webp)













 
             
                             
                             
                             
                             
                             
                             
                            