Aktivitas di Pelabuhan Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu tak pernah sepi. Para nelayan pun terlihat sibuk di antara kapal-kapal yang berlabuh dan tumpukan jaring-jaring ikan.
Tarudin salah satunya. Warga asal Kelurahan Paoman itu turut menyibukkan diri di atas perahu kecil. Ya, pria berusia 65 itu tampak melakukan persiapan diri sebelum berlayar.
Di bawah terik matahari tepat sekitar pukul 11.56 WIB, Tarudin masih memperbaiki jaring ikan serta menyiapkan peralatan melaut lainnya sebelum berangkat menuju laut Tegal di hari esok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski napas sedikit tersengal, namun Tarudin bersama ABK (anak buah kapal) lainnya akhirnya mampu menyiapkan segala perbekalan melautnya. Sebab menurutnya, aktivitas itu sudah menjadi rutinitas yang sudah dilakoni sejak puluhan tahun silam.
"Dari umur 16 tahun (jadi nelayan). Dulunya ikut sama orang tua ya belajar sama orang tua," ungkap Tarudin.
Nelayan menjadi satu-satunya mata pencaharian Tarudin. Meski penghasilan tidak terlalu besar, namun ia mampu mencukupi kebutuhan istri dan kelima anaknya.
"Anak ada 5 perempuan semua, cucunya sudah 9," katanya.
Meski kelima anaknya sudah berkeluarga, namun semangat Tarudin mengarungi lautan masih tinggi. Dengan perahu ukuran di bawah 10 GT itu, ia dan rekan-rekannya mengadu nasib selama 5 sampai 10 hari di lautan untuk mencari ikan tengiri.
Memang, Tarudin mengakui hasil selama melaut belum bisa mencukupi penuh kebutuhan rumah tangganya. Karena, untuk sekali melaut ia hanya mendapatkan upah sekitar Rp200 ribu saja.
"Rezeki mah kadang cuma dapat Rp 200 ribu sekali pulang. Karena gimana lagi kalau dapat sedikit mah. Ini juga dapat hutang buat bekal," ujarnya.
Tidak patah arang, Turidin pun sesekali harus menggerakkan becak motornya. Hal itu agar ia tetap mendapat penghasilan saat cuaca buruk terjadi di laut.
"Istri masih sehat, cuma kan kebutuhan istri, ledeng, lainnya ya harus berangkat. Walaupun anak-anak sudah pada punya suami. Sehingga kalau ada waktu kosong ya narik becak," ujar Turidin.
Soal usia kata Turidin menang tidak bisa berbohong. Sebab, selain kinerja berkurang ia juga seringkali merasa pegal-pegal.
Sampai saat ini, ia mengaku tidak mendapat jaminan apapun selama bekerja sebagai nelayan. Termasuk jaminan kesehatan atau ketenagakerjaan.
"BPJS punya cuma hangus karena gak pernah setor sih bulannya yang Rp35 ribu tuh. Kalau yang kerja mah gak punya dari pemerintah juga ga punya. Cuma yang untuk berobat aja tuh," keluhnya.
Di sisi lain, Tarudin pun sempat mengalami kenyataan pahit. Bagaimana tidak, putra pertamanya yang digadang-gadang akan menjadi pewaris sebagai seseorang nelayan, telah lama tiada. Putranya tersebut hilang di lautan akibat mengalami kecelakaan kerja.
Padahal lanjut Turidin, mendiang putranya sudah bertunangan dengan calon istrinya.
"Tidak pernah jatuh mah. Cuma pernah anak pertama laki-laki ibaratnya sebagai penerus jatuh ke laut kena jaring tahun 2016. Sampai sekarang tidak ditemukan pulang pun hanya ada pakaian sama sandalnya. Ketika itu sama anak saya sudah tunangan sama calonnya," kata Tarudin ceritakan kenyataan pahitnya.
Tak hanya putranya, ia pun pernah kehilangan saudara kandungnya yang juga meninggal karena kecelakaan di laut.
"Gak (tidak kapok jadi nelayan), karena gimana lagi itu sudah risiko dan usaha kita berangkat ke laut jadi ya harus berangkat," ungkapnya.
(dir/dir)