Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya sudah turun tangan menyusul dugaan malpraktik sebuah klinik bersalin yang menyebabkan bayi meninggal dunia. Dinkes Tasikmalaya membentuk Majelis Adhoc untuk menangani pengaduan kasus tersebut.
Majelis Adhoc ini semacam tim khusus pencari fakta yang akan menginvestigasi pengaduan dari pasangan Erlangga Surya (23) dan Nisa Armila (23) warga Leuwimalang Kelurahan Sukamulya Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya.
"Hari ini kami lakukan rapat pembahasan, hasilnya kami putuskan untuk membentuk Majelis Adhoc yang berfungsi untuk penegakan disiplin kinerja tenaga kesehatan dan bidan berkaitan dengan kasus ini," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Uus Supangat, Selasa (21/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uus memaparkan pengaduan keluarga pasien diterima pada Jumat lalu, lalu pada hari Senin kemarin pihaknya memanggil pihak klinik untuk klarifikasi atau mendapatkan informasi awal. Selanjutnya hari ini secara resmi dibentuk Majelis Adhoc untuk melakukan investigasi mendalam atas pengaduan itu.
"Pembentukan Majelis Adhoc ini merupakan amanat UU Kesehatan untuk menangani pengaduan terkait layanan kesehatan. Tim diberi waktu 14 hari ke depan untuk bekerja menggali fakta dan memutuskan ada tidaknya pelanggaran," kata Uus.
Majelis Adhoc itu kata Uus terdiri dari unsur tenaga profesi, asosiasi klinik, tokoh masyarakat dan unsur lain yang jumlahnya ganjil dan nama-namanya dirahasiakan.
Terkait duduk perkara atau materi dugaan malpraktik yang diadukan, Uus mengatakan secara umum pihak keluarga mempertanyakan langkah klinik yang memperbolehkan bayi untuk pulang, padahal kondisi bobot bayi tidak ideal, sekitar 1,5 kilogram.
"Laporan sementara dari pihak keluarga ada keluhan-keluhan yang disampaikan, dimana bayi meninggal dunia karena ada kelalaian-kelalaian yang menurut pasien dilakukan pihak klinik," kata Uus.
Dia mengakui dalam kaidah-kaidah dunia kesehatan bahwa bayi yang lahir dengan bobot di bawah 2,5 kg perlu perhatian khusus. Bayi perlu mendapatkan pelayanan intensif disesuaikan dengan kondisi klinis yang ada.
Tapi di sisi lain, pihak klinik, kata Uus, mengutarakan argumen bahwa walau pun bobotnya tak ideal tapi pada saat itu, secara klinis bayi dalam kondisi stabil sehingga pada akhirnya memperbolehkan pulang.
"Tapi sekali lagi ini harus dibuktikan dulu, kita berpedoman pada fakta-fakta yang ada. Kita belum bisa memastikan karena justru tim adhoc ini dibikin supaya independen, ada azas keadilan baik bagi pasien maupun bagi klinik," kata Uus.
Bayi 1,5 Kg Meninggal Dunia
Sebelumnya Erlangga atau bapak bayi tersebut memaparkan kejadian itu berawal ketika Senin (13/11) sore, dia membawa istrinya untuk melahirkan di sebuah klinik di Jalan Bantarsari Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya.
"Pas sore ke sana disuruh pulang lagi karena katanya lahiran masih lama, terus malamnya sekitar jam 8 istri saya mules lagi, akhirnya malam itu lahiran secara normal," kata Erlangga.
Saat terlahir anak pertamanya itu dalam kondisi kurang ideal, bobotnya sekitar 1,5 kilogram. Saat proses lahiran itu menurut Erlangga pihaknya sudah merasa tak nyaman. Hal itu dipicu sikap perawat yang menurutnya judes, kerap main ponsel dan kurang tanggap.
"Yang membersihkan ibu bayi juga saya, membersihkan bekas darah apa segala macam itu bekas lahiran," timpal Nadia kakak Erlangga.
Pihak klinik kemudian merawat bayi itu dengan memasukkannya ke dalam inkubator. "Kami yang begadang menunggui, bidan dan perawat malah tidur," kata Nadia.
Saat itu Nadia melihat bayi dimasukan ke inkubator tapi kondisi bayi dibalut kain dan matanya tidak ditutup. "Saya heran tuh, kan biasanya kalau diinkubator bayi dalam keadaan telanjang dan matanya ditutup agar matanya aman," kata Nadia.
Besok paginya atau Selasa (14/11/2023) pihak klinik mempersilahkan pihak keluarga untuk membawa pulang ibu dan bayinya.
"Nah disana kami kaget, antara percaya dan tidak, apa iya bayi dalam kondisi seperti ini bisa dibawa pulang," kata Erlangga.
Namun pada akhirnya Erlangga dan keluarga membawa pulang bayinya. Dia juga membayar biaya persalinan Rp 1 juta padahal mereka menggunakan Kartu Indonesia Sehat.
"Pakai KIS tapi masih harus bayar Rp 1 juta. Nah anehnya lagi tidak ada berkas catatan medis, surat kontrol bahkan kuitansi pembayaran pun tidak ada kami terima," kata Erlangga.
Dia mengakui saat itu tak sempat mempertanyakan karena pikirannya fokus ke istri dan anaknya.
"Saya sudah senang punya cucu baru, tapi pas dilihat kondisinya memang agak kebiruan dan bobotnya kecil. Tapi karena klinik menyebut sehat ya kami percaya saja," tambah Tati Nurhayati ibu kandung Erlangga atau nenek bayi itu.
Selanjutnya pada Selasa malam itu, kondisi bayi tiba-tiba memburuk. Bayi laki-laki itu seperti tak sadarkan diri atau tak menunjukan respons. "Akhirnya sekitar jam 10 malam saya bawa lagi ke klinik. Ternyata klinik tutup, padahal klaim mereka layanan 24 jam," kata Erlangga.
Setelah gerbang digedor-gedor akhirnya ada pegawai yang menerima. Setelah sempat diperiksa, mereka menyatakan bayi telah meninggal. "Lagi-lagi tidak ada penjelasan atau dokumen yang kami terima. Karena masih penasaran akhirnya langsung saya bawa ke rumah sakit. Ya memang sudah meninggal dunia," kata Erlangga.
Namun yang kian membuatnya sedih adalah penjelasan dari tim medis rumah sakit yang mengatakan bahwa bayi dalam kondisi seperti ini idealnya tetap dirawat di inkubator.
"Jadi petugas rumah sakit itu heran, kenapa katanya bisa dibawa pulang, harusnya tetap di inkubator. Ini yang membuat saya sakit hati dan ingin mempertanyakan kenapa klinik saat itu menyuruh pulang," kata Erlangga.