Salah satu tokoh Jawa Barat, yakni KH Abdul Chalim akan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional tahun ini. Abdul Chalim akan mendapat gelar tersebut bersama lima nama lainnya dari seluruh Indonesia.
"Menjelang peringatan Hari Pahlawan, pemerintah resmi merilis nama-nama calon penerima gelar Pahlawan Nasional Tahun 2023. Dari 6 pahlawan nasional yang disetujui dan ditetapkan Presiden, satu di antaranya adalah pahlawan asal Jawa Barat yaitu KH. Abdul Chalim," kata Kepala Dinas Sosial Jabar Ida Wahida Hidayati, Kamis (9/11/2023).
Ida mengungkapkan, Abdul Chalim lahir di Leuwimunding, Majalengka pada 2 Juni 1898. Abdul Chalim merupakan putra Kedung Wangsagama dan Satimah. Kakeknya juga seorang Kepala Desa Kertagama, putra dari Buyut Liuh yang merupakan putra seorang Pangeran Cirebon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bila ditelusuri silsilah KH Abdul Chalim bersambung kepada Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati," ungkap Ida.
KH Abdul Chalim sudah mendalami pendidikan agama dari remaja. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah HIS (Hollandsch Inlandsche School), ia belajar di beberapa pesantren di wilayah Leuwimunding dan Rajagaluh. Hingga kemudian pada tahun 1913, Abdul Chalim melanjutkan pendidikannya di Makkah.
"Pada tahun 1913 KH Abdul Chalim naik haji dan belajar di Mekkah. Dan sepulangnya dari Makkah, ia bergabung dengan temannya KH Abdul Wahab Hasbullah yang memiliki komitmen untuk memerdekakan Indonesia," jelasnya.
"Ia membantu menangani dan memanage organisasi organisasi yang telah dirintis oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, yaitu Nahdlatul Wathan yang kemudian menjadi Syubbanul Wathon," sambungnya.
Saat mendirikan Subbanul Wathon inilah KH Abdul Chalim bersama dengan KH Abdul Wahab Hasbullah membentuk Komite Hijaz yang bertujuan untuk mengorganisasikan ulama-ulama di Jawa dan Madura.
KH Abdul Chalim kemudian menulis surat undangan kepada seluruh ulama pesantren di Jawa dan Madura untuk hadir pada pertemuan yang diselenggarakan Komite Hijaz pada 31 Januari 1926. Isi surat yang menekankan pada tujuan kemerdekaan Indonesia mendapat respons luar biasa dari para ulama, sehingga sebanyak 65 ulama hadir dalam pertemuan tersebut.
Komite Hijaz ini yang pada akhirnya mendorong tercapainya kesepakatan di antara para ulama untuk mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) bersama dengan KH. Hasyim Asyari dan KH. Abdul Wahab Hasbullah.
"KH. Abdul Chalim juga merupakan pembina kerohanian organisasi semi militer Hizbullah, pendiri Hizbullah untuk wilayah Majalengka dan Cirebon, serta pejuang Hizbullah di beberapa medan pertempuran yaitu Cirebon, Majalengka, dan Surabaya," jelasnya.
Karena semangat dan perjuangannya, KH. Abdul Chalim kemudian dikenal sebagai Muharrikul Afkar yang artinya penggerak dan pembangkit semangat perjuangan. Ia juga pernah mendapat sebutan 'Mushlikhu Dzatil Bain' (pendamai dari kedua pihak yang berselisih) karena sering mendamaikan para ulama yang bersitegang.
"Ia juga pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)," ujar Ida.
KH. Abdul Chalim sendiri wafat di Leuwimunding pada 12 Juni 1972 di Leuwimunding. Kini, namanya diabadikan menjadi nama perguruan tinggi di Mojokerto, yaitu Institut Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto yang kini sedang berproses menjadi Universitas Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto.
(bba/orb)