'Api Biru' Energi Terbarukan dari Sisa Makanan Pedagang Indramayu

'Api Biru' Energi Terbarukan dari Sisa Makanan Pedagang Indramayu

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Sabtu, 04 Nov 2023 06:30 WIB
Pedagang dan kompor gas metana dari gasi pengolahan biodigester berbasis MLO program CSR PT Polytama Propindo
Pedagang dan kompor gas metana dari gasi pengolahan biodigester berbasis MLO program CSR PT Polytama Propindo. Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar
Indramayu -

Aktivitas Suranto tampak dari balik gerobak begitu sibuk saat menyiapkan dagangannya di salah satu deretan kios Kawasan Kuliner Cimanuk (Kulcim), Kabupaten Indramayu. Sesekali pria berusia 55 tahun itu pun terlihat menyiapkan kursi dan meja bagi para pelanggan dengan rapi. Gerak cepat Suranto di pagi itu untuk lebih cepat memberikan pelayanan kepada pembeli.

Selain itu, api biru di atas tungku kompor dari bagian dapur terlihat dibiarkan menyala untuk digunakan Suranto memasak bahan dan bumbu mi ayam bakso, atau sekadar memasak air. Ditunjukkan Suranto, sumber api itu ternyata bukan dari tabung gas, melainkan melalui selang yang terhubung ke biodigester. Sekadar diketahui, biodigester adalah alat yang digunakan untuk mengubah limbah organik menjadi biogas. Dia bilang pemanfaatan energi baru itu lebih menguntungkan terutama dalam hal keuangan alias modal.

"Sudah satu bulan lebih (gas dari biodigester) ya lumayan lebih irit," kata Suranto saat ditemui detikJabar, Sabtu (28/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suranto adalah pedagang kuliner mi ayam bakso yang berada di Kawasan Kulcim Indramayu. Dari 56 orang pedagang di kawasan kuliner yang berada di jantung pemerintahan Kabupaten Indramayu itu, Suranto termasuk orang yang beruntung bisa memanfaatkan gas dari biodigester secara gratis dari program CSR PT Polytama Propindo, yang kini menjadi bagian dari Pertamina Group.

Dengan menggunakan bantuan korek api, Suranto menyalakan kompor yang sudah terhubung dengan pipa gas metana tersebut. Sudah beberapa kali kompor dinyalakan untuk memasak air di pagi hari itu. Namun begitu, Suranto justru lebih bisa menghemat belanja tabung gas LPG setelah menggunakan biodigester.

ADVERTISEMENT

"Satu tabung kalau cuma buat masak teh sama air putih ya sampai tiga hari (LPG). Dibantu ini ya bisa lima sampai enam hari," kata Suranto menakar.

Memanfaatkan bahan bakar dari hasil olahan biodigester itu memang gratis. Namun, Suranto beserta lima pedagang lainnya juga harus menyetor sampah setiap hari. Ya, sampah organik sisa makanan kepada Forum Pedagang Kuliner Cimanuk sebagai bahan utama produksi gas metana.

Tidak dipungkiri Suranto, bahwa kebiasaan para pedagang membersihkan sekitar kios saat hendak tutup. Sampah yang terkumpul pun seringnya langsung dibuang ke TPS. Namun kali ini lebih berbeda, ia dan pedagang mitra binaan PT Polytama Propindo lainnya mulai memilah sampah.

Untuk sampah anorganik, Suranto tetap mengumpulkannya dan membuangnya ke TPS. Sementara sampah organik dari sisa-sisa makanan, seperti mi dan bakso ia kumpulkan untuk disetorkan ke tempat biodigester. Tapi tidak sembarangan, Suranto tetap sisihkan sampah kulit jeruk agar tidak tercampur dengan sampah sisa makanan lainnya. "Sampah sing (dari) basah-basah gitu, kayak daun, air bakso, mi. Sampah plastik nggak bisa," ujar Suranto menjelaskan jenis penyetoran sampah.

Persyaratan mudah mendapatkan gas metana dari biodigester itu disanggupi Suranto. Apalagi, Suranto yang menjual mi ayam bakso, yang setiap harinya mampu memproduksi 10 sampai 15 kilogram daging untuk dua cabang usahanya. Dia mempertimbangkan jumlah produksi dengan keramaian pembelian. Jika sedang ramai kata Suranto, bisa menjual sekitar 200 porsi per hari.

Tidak semuanya habis, makanan yang tersisa di mangkuk pembeli dikumpulkannya secara terpisah. Mulai dari sisa kuah, sisa daging, mi hingga sayuran disatukan untuk disetorkan setelah menutup kiosnya. Hal itu pun diakui Suranto menjadi kebiasaan baru yang menguntungkanya sehingga bisa menghemat penggunaan gas LPG. "Ya sekitar 10 kilo (kilogram) lah yang disetor," ujarnya.

Pedagang menunjukkan tempat biodigester yang sudah beroperasi di Kawasan Kuliner Cimanuk Indramayu.Pedagang menunjukkan tempat biodigester yang sudah beroperasi di Kawasan Kuliner Cimanuk Indramayu. Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar

Senada disampaikan Suranto, Ketua Forum Pedagang Kuliner Cimanuk Maman mengatakan penggunaan gas metana lebih menghemat modal usaha. Dalam sebulan, biaya usaha bisa berkurang sekira Rp 150 ribu. "Perbulan bisa Rp 150 ribu lumayan buat nambah tabungan. Semuanya gratis dari CSR Polytama," ungkap Maman.

Sayangnya kata Maman, dari sekian banyak pedagang, baru enam orang pedagang yang sudah memanfaatkan keberadaan biodigester. Sebab, tidak semua pedagang mampu menyetorkan sampah sisa makanan. Kendati begitu, ia tetap memasang saluran pipa ke lapak pedagang kuliner.

Pengelolaan sampah sisa makanan diakui Maman belum berjalan secara optimal. Akibat minimnya pasokan sampah, daya tampung bahan bioreaktor yang mencapai 100 kilogram. Setiap harinya, hanya baru bisa mengolah 30 kilogram saja sampah sisa makanan.

"Dari 56 pedagang, baru enam pedagang yang kebagian tungku, karena kapasitasnya juga masih kurang, produksi masih kurang. Kalau yang pedagang kuliner sih disediakan tapi di sini kan kebanyakan jualan kayak kopi jadi kontribusi buat sampahnya kan nggak ada," jelasnya.

Sambil menunjukkan tempat biodigester, Maman menerangkan singkat proses pengolahan pada biodigester. Di awali oleh pedagang dengan memilah sampah makanan agar tidak tercampur dengan kulit jeruk dan air sabun. Karena bisa mengakibatkan bakteri pengurai pada tabung pengolahan bisa mati. Jika sudah steril, barulah dimasukkan ke dalam drum penampungan.

Tahap selanjutnya, sampah sisa makanan yang terkumpul dimasukkan ke dalam bioreaktor yang sudah terdapat bakteri pengurai. Dari proses itulah kemudian menghasilkan gas metana yang kemudian disambungkan balon gas sebelum hasil gas metana dialirkan dengan menggunakan jaringan pipa gas ke kompor gas.

"Ternyata yang lebih besar dari biodigester jadi cepat matang, terus lebih aman," terang Maman.

Bukan hanya gas metana, biodigester berbasis MLO (material lanjutan organik) juga menghasilkan air lindi, atau orang sekitar menyebut POC (pupuk organik cair). Sehingga, Maman dan pedagang lainnya akan mendorong Polytama untuk melakukan uji laboratorium. "Makanya saya usulkan taman di sini tuh di uji coba pupuk, udah-udah mulai, itu kriminil gede-gede kayak bayam," kelakar Maman.

Wujud Inovasi Keberlanjutan PT Polytama Propindo

Momen peresmian biodigester PT Polytama Propindo.Momen peresmian biodigester PT Polytama Propindo. Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar

Rutinitas anyar yang dilakukan para pedagang kecil di kawasan Kuliner Cimanuk Indramayu ternyata tidak hanya mendapatkan keuntungan dari segi finansial saja. Selain menghemat modal, kegiatan mereka mengelola sampah pun berdampak positif secara global. Termasuk mengurangi risiko kerusakan pada ozon bumi akibat pembusukan limbah organik. Hal itu pun menjadi sejalan dengan target pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor pengelolaan sampah.

Seperti dilansir dari laman ppid.menlhk.go.id, pada tahun 2022 lalu KLHK mendata jumlah sampah di Indonesia sebesar 68,7 juta ton per tahun dengan komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, khususnya sampah sisa makanan yang mencapai 41,27%. Kurang lebih 38,28% dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga. Selain itu, sampah organik juga merupakan kontributor terbesar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca jika tidak terkelola dengan baik. Berdasarkan data KLHK Tahun 2022 juga bahwa sebanyak 65,83% sampah di Indonesia masih diangkut dan dibuang ke landfill.

Sampah organik sisa makanan yang ditimbun di landfill tersebut akan menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memiliki kekuatan lebih besar dalam memerangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida (CO2). Kondisi tersebut mempertegas bahwa pengelolaan sampah organik, khususnya sampah sisa makanan adalah penting dan perlu menjadi perhatian utama. Dalam upaya mencapai target zero waste sudah saatnya sekarang kita meninggalkan pendekatan atau cara kerja lama kumpul-angkut-buang yang menitikberatkan pengelolaan sampah di TPA.

Mendukung rencana nasional itu, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro mengungkapkan inovasi berbasis MLO sudah diterapkan di beberapa titik. Termasuk di lingkungan kantor KLHK.

Namun untuk masalah biodigester yang ada di Kawasan Kuliner Cimanuk ini lebih kepada kurang terpenuhinya sampah sebagai bahan pengelolaan menjadi gas metana. Dari kapasitas 100 kilogram tabung bioreaktor baru mampu terisi 30 kilogram sampah per harinya. Sehingga, baru bisa menyalurkan gas metana ke 6 tungku pedagang.

"Di kantor kami itu sudah dicoba ada tiga kompor yang bisa dari 10 kurang. Kemudian di pasar Koja Jakarta juga sudah dicoba bahkan untuk satu pasar cukup satu alat ini (biodigester). Sebetulnya ini kapasitasnya masih belum terpenuhi, makanya bisa diambil dari sampah di tempat lain. Kalau ini bisa full 10 sampai 15 kalau full kapasiti" ungkap Sigit Reliantoro.

Di sini, salah satu perusahaan di Indonesia yang memproduksi resin polipropilena (PP) terus melakukan usaha yang berkelanjutan dan inovatif sebagai wujud komitmen dalam memberikan kontribusi terbaik untuk kemajuan Petrokimia Tanah Air. Inovasi itu diwujudkannya dengan mengembangkan fasilitas biodigester.

Upaya pelestarian lingkungan dengan memanfaatkan sampah organik sebagai substitusi bahan bakar gas metana dilakukan sejak awal tahun 2023. Dengan menggandeng sejumlah perusahaan lain yang fokus dalam bidang mengelola sampah, PT Polytama akhirnya meresmikan biodigester untuk bisa dimanfaatkan pedagang kecil di Kawasan Kuliner Cimanuk tersebut.

"Ini merupakan salah satu terobosan dan kita berharap Polytama ini menjadi pionir dan bisa menjadi contoh buat pelaku usaha yang lain untuk bisa membuat replica seperti ini dan bisa dibayangkan nanti bagaimana proses penertiban sampah bisa dilakukan dengan baik," kata Direktur Polytama Dwinanto Kurniawan.

"Selain bisa mengurangi sampah juga bisa mengurangi pembelian gas tabung itu kan dari sisi keekonomian tentunya punya nilai buat masyarakat. Dan ini mohon terus didukung supaya nanti bisa kita kembangkan di tempat yang lain," terangnya.

Pemerintah Kabupaten Indramayu menyambut baik kehadiran inovasi terbaru tersebut. Karena, hasil pengolahan melalui biodigester banyak mendatangkan manfaat untuk lingkungan alam hingga masyarakat.

Bupati Indramayu Nina Agustina mendorong inovasi yang bisa mengurangi resiko kerusakan ozon bumi itu bisa diperluas sehingga bisa diterapkan di tempat publik lainnya. "Tadi kita udah ngobrol-ngobrol mudah-mudahan bisa di pasar iya kan. Pasar itu kan banyak sampah yang bisa kita pilah-pilah dan akhirnya bisa jadi gas," ungkap Nina.

(sud/sud)


Hide Ads