Kekeringan parah telah mengubah ibu kota Amazon, Manaus, menjadi distopoa iklim dengan kualitas udara terburuk kedua di dunia. Selain itu, ketinggian sungai berada pada tingkat terendah dalam 121 tahun.
Melansir detikInet, kota berpenduduk 1 juta jiwa dikelilingi hutan pepohonan ini biasanya berjemur di bawah langit biru. Wisatawan naik perahu wisata ke pertemuan terdekat antara Sungai Negro dan Amazon, tempat lumba-lumba sering terlihat menikmati sumber daya air tawar yang biasanya paling melimpah di dunia.
Baca juga: Sosok Enuh di Mata Rekan Seangkatan ITB |
Namun musim kemarau yang luar biasa, yang diperburuk oleh El Nino dan pemanasan global yang disebabkan oleh aktivitas manusia, telah mengancam citra diri kota tersebut, kesejahteraan penduduknya, dan prospek kelangsungan hidup seluruh lembah Amazon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wilayah ini diselimuti kabut coklat keruh yang mengingatkan kita pada masa ketika China jadi negara paling tercemar. Pelabuhan yang biasanya ramai kini telah terdesak hingga melintasi dataran lumpur yang kering dan dipenuhi sampah.
Begitu banyak kebakaran yang terjadi di sekitar hutan kering sehingga pemantau kualitas udara pekan lalu mencatat 387 mikrogram polusi per meter kubik.
Halaman depan surat kabar setempat, A Crítica, menunjukkan foto pelabuhan yang dilanda kekeringan dengan judul besar 'Kesehatan dalam bahaya' dan sebuah cerita tentang tantangan dalam mendapatkan obat-obatan dan sumber daya penting karena kapal barang tidak dapat mengarungi sungai.
Selain itu, suhu panas yang luar biasa tinggi dan kelembapan rendah telah menciptakan kondisi kering yang berbahaya di hutan.
"Kekeringan telah mempengaruhi sebagian besar wilayah Brasil. Negara bagian Amazonas mencatat 2.770 kebakaran selama musim kemarau saat ini, yang menurut media lokal merupakan kebakaran tertinggi yang pernah tercatat," demikian laporan yang dikutip dari Bulletin of the Atomic Scientists.
Artikel ini sudah tayang di detikInet, baca selengkapnya di sini.
(mso/mso)