Perguruan tinggi punya peran penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satu yang diharapkan dari perguruan tinggi adalah menyosialisasikan pangan lokal pengganti beras kepada masyarakat dan mahasiswa.
Hal itu ditegaskan Direktur Dewan Eksekutif BAN PT yang juga Anggota dari Ahli Aliansi Pertanian Organis Indonesia Ari Purbayanto usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia yang digelar Pascasarajana Universitas Pasundan (Unpas) Prodi Magister Teknologi Pangan dan Fakultas Teknik Unpas, di Aula Pascasarjana Unpas, Kota Bandung, Senin(23/10/2023).
Baca juga: Cara STiMB Menjaga Eksistensi Industri Musik |
"Karena tanpa peran edukasi dan pelatihan dari perguruan tinggi, saya pikir belum banyak masyarakat umum yang memahami, menggalakan dan menjaga serta mengembangkan pangan lokal. Jadi memang perlu peran perguruan tinggi untuk mensosilisasikan pangan lokal ini, karena pemerintah sudah memiliki kebijakan dan ada keterbatasan dalam hal sosilisasi," kata Ari dalam rilis yang diterima detikJabar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ari yang dalam materinya menyampaikan tema 'Indigenous Knowledge untuk Pengembangan Kearifan Pangan Lokal' menuturkan beberapa perguruan tinggi, contohnya Unpas, sudah bergerak dalam edukasi dan pelatihan kepada masyarakat umum dalam menggalakan pangan lokal.
"Harapan ke depan peran dari perguruan tinggi harus memiliki peran sentralistik di dalam edukasi lokal pangan ini. Kemudian penemuan iptek di banyak perguruan tinggi yang memiliki hasil inovasi jangan hanya diam di kampus, diam di pulbikasi ilmiah, tidak diterapkan ke masyarakat," ungkapnya.
"Karena ke depan, tuntutannya bukan hanya hasil inovasi yang menjadi buku publikasi jurnal, tapi yang penting hasil inovasi itu dimanfaatkan oleh masyarakat, itu yang belum dilakukan sekarang. Jadi bisa saja nanti jika akan menjadi professor ditanya, benar kan hasilnya sudah dimafaatkan ke masyarakat?" sambung Ari.
Ari menambahkan, berbagai inovasi temuan di perguruan tinggi jika tanpa dimafaatkan oleh masyarakat, tidak akan memiliki hasil guna yang baik untuk pembangunan bangsa dan negara.
Sementara itu, Rektor Unpas Eddy Jusuf mengatakan, indigenous knowledge bukan hanya di bidang pangan saja. "Bisa di berbagai bidang yang belum ter-upload, dan saat ini karena bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia, maka di bidang pangan itu sendiri harus ada peran perguruan tinggi, bagaimana indigenous knowledge atau pengetahuan seperti pengalaman belum dimodifikasi dalam keilmuan. Jadi bagaimana dari teks knowledge menjadi eksplisit knowledge," jelasnya.
Eddy mengatakan, saat ini memang diperlukan peran perguruan tinggi agar negara tak mengandalkan lagi impor pangan dari negara lain, salah satunya tetap menyosilisasikan pangan lokal di daerah.
"Jadi masyarakat mengkonsumsi pangan sesuai dengan lokal di daerah, tidak perlu dipaksakan sama. Apalagi saat ini ada kekurangan produksi beras karena berkurang sudah terbatasnya lahan, maka kita perlu persepsikan dengan dikembangkan umbi-umbian, sorgum, atau ketela pohon, itu sebagai indigenous knowledge yang harus dikembangkan dan itu peran mensosialisasikannya, mendistribuskannya dan menghilirasikannya salah satunya peran dan tugas dari perguruan tinggi dan UMKM," terangnya.
Meski demikian, Eddy menjelaskan salah satu tantangan terberat dalam mengenalkan pangan lokal di perguruan tinggi salah satunya karena peguruan tinggi saat ini dihuni oleh generasi milennial, "Mereka tidak mengenal makanan lokal seperti umbi-umbian atau beras analog, jadi kita harus terus melakukan sosilisasi terus kepada mahasiswa untuk mengenalkannya sebagai upaya ketahanan pangan," jelasnya.
Sementara itu, seminar nasional Hari Pangan Sedunia ini diikuti 900 orang dan dihadiri secara hybrid. Di lokasi juga ada pameran produk pangan lokal dan poster penelitian yang diikuti oleh 26 tenant.
Salah satu pemilik produk pangan lokal bernama Master Cafe, Course, Gym and Therapy yang mengikuti pameran ini mengaku sangat senang jadi bagian dari kegiatan tersebut. Simon Yudistira Sanjaya, sang pemilik, membuat inovasi Kimceuy yaitu singkatan dari Kimchi dan Peuyeum.
"Kimchi makanan sehat dari Korea dan Peuyeum berasal dari Indonesia, (oleh) saya digabung. Kimchi kan asem, peuyeum kan manis asam. Jadi tadi pada penasaran, banyak yang beli sampai kewalahan," kata Simon.
"Karena saya adalah alumni Teknologi Pangan Unpas, saya bisa membuat kimchi, tapi kalau kimchi aja kan bosen. Setelah saya padukan dengan peuyeum, ternyata bisa menjadi rasa yang sensasional," ujarnya.
(orb/orb)