Kasus Guru dan Bayinya Meninggal saat Persalinan Berbuntut Panjang

Kabupaten Sumedang

Kasus Guru dan Bayinya Meninggal saat Persalinan Berbuntut Panjang

Nur Azis - detikJabar
Rabu, 04 Okt 2023 11:30 WIB
RSUD Sumedang
RSUD Sumedang (Foto: Nur Azis/detikJabar)
Sumedang -

Kasus meninggalnya Mamay Maida (30), seorang guru yang meninggal bersama bayi yang dikandungnya saat persalinan di RSUD Sumedang berbuntut panjang. Sang suami kini mengajukan tuntutan untuk RSUD Sumedang.

Tuntutan yang diajukan yakni meminta agar ada tindakan tegas dari pihak terkait yang salah satunya mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dokter dan bidan yang menangani pada saat kejadian.

"Pertama Cabut STR bidan dan dokter yang terlibat karena sudah melalaikan peringatan dan permohonan pasien. Ketika pasien sudah kehilangan nafas dan diberikan oksigen tapi kenapa masih dikasih obat induksi untuk keempat kalinya, bukannya dilakukan tindakan darurat," ungkap Ardiansyah Apendi kepada detikJabar, Selasa (3/10/2023) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia pun mempertanyakan SOP (Standard Operating Procedure/prosedur standar operasional) dari RSUD Sumedang kaitannya dengan sistem pelayanan terhadap pasien bersalin BPJS. Sebab, saat itu dirinya sampai memohon agar istrinya yang sudah dalam keadaan kritis mendapatkan penanganan darurat.

Bahkan ia sampai menolak saat diminta tanda tangan pada saat istrinya yang malah akan diberikan obat induksi yang keempat kalinya.

ADVERTISEMENT

"Apakah memang SOP BPJS begitu dalam pelayanan pasien bersalin BPJS, padahal saya sudah menolak tanda tangan dan saya saat itu inginnya segera lakukan tindakan," terangnya.

Bukan tanpa alasan ia mempertanyakan akan hal tersebut. Sebab menurut sepengetahuannya sebagaimana yang tertera dalam Pasal 63 ayat (1) Undang-undang Tenaga Kesehatan bahwa di sana dinyatakan bahwa tenaga kesehatan (bidan dan perawat) dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.

"Dalam keadaan tertentu tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya," ucapnya.

Dengan ini, ia pun menuntut ganti rugi kepada pihak rumah sakit yang dinilai telah lalai sehingga menyebabkan kematian istri dan anaknya yang masih ada dalam kandungan.

"Kedua menuntut ganti rugi kepada rumah sakit karena sudah lalai menangani yang menimbulkan korban dua jiwa sekaligus," tegasnya.

Ia mempertanyakan dengan tegas kenapa masih diberikan obat induksi untuk keempat kalinya jika prediksi rumah sakit terkait penyebab kematian istri dan anaknya yang masih dalam kandungan tersebut akibat emboli air ketuban.

"Jika penjelasan pihak rumah sakit adanya gejala emboli air ketuban dengan gelaja sesak nafas, bibir kebiruan, lalu kenapa masih dilakukan induksi keempat ? padahal pasien sudah dipakai alat nafas dan tidak dibawa tindakan serius," tegasnya.

Sekadar diketahui, Mamay Maida (30), warga Dusun Cipeureu, Desa Buanamekar, Kecamatan Cibugeul, Kabupaten Sumedang meninggal bersama bayi yang masih dikandungnya saat proses persalinan di RSUD Sumedang pada Minggu (1/10/2023).

Mamay diketahui seorang guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sarang Tengah. Bayi yang masih berada di dalam kandungannya itu merupakan anak keduanya setelah sebelumnya telah dikaruniai seorang anak perempuan bernama Azura Khaza Marzia Afandi yang kini telah berusia 5 tahun.

Penjelasan RSUD Sumedang

RSUD Sumedang pun telah memberikan klarifikasi seperti yang diberitakan detikJabar sebelumnya, Direktur Utama (dirut) RSUD Sumedang dr. Enceng memberikan klarifikasinya terkait meninggalnya Mamay (30), seorang guru PNS bersama bayi yang dikandungnya saat proses persalinan di RSUD Sumedang.

Ia menjelaskan bahwa pada saat proses persalinan ada beberapa tahapan kaitannya dengan posisi kepala sang bayi. Namun yang terjadi pada bayi sang pasien saat itu posisinya tidak berubah atau tidak turun.

"Ada step satu, dua dan step tiga, jadi harus turun kepalanya, jadi pada kondisi ini bayi sang pasien tidak turun sebagaimana mestinya atau standarnya, jadi maksimalnya (ditunggu) satu jam," terang Enceng kepada sejumlah wartawan di RSUD Sumedang, Selasa (3/10/2023).

Sementara pada sekitar pukul 10.00 WIB sampai 11.00 WIB, Minggu (1/10/2023), kata Enceng, kondisi sang pasien diketahui telah mengalami kelelahan.

"Dan kurang lebih jam 11.35, itu terjadi keadaan umum yang mana ibu itu kesadarannya menurun," ujarnya.

Atas kondisi tersebut, pihak rumah sakit pun memutuskan bahwa proses lahiran sang pasien tidak bisa dilakukan melalui metode per vaginam (proses melahirkan bayi melalui tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat medis).

"Kemudian ini diputuskan tidak bisa dilahirkan vaginam atau jalan lahir biasa," ungkapnya.

Evakuasi sang pasien dari kamar bersalin menuju ruang operasi pun dilakukan oleh pihak rumah sakit. Namun nahas, kondisi sang pasien tiba-tiba mengalami koma pada saat dilakukan proses evakuasi tersebut.

"Dokter kandungan dan dokter spesialis anastesi saat itu langsung melakukan penanganan karena kondisi sudah tidak memungkinkan, meski segala sesuatu telah dipersiapkan di ruang operasi," paparnya.

Sang pasien pun pada akhirnya dilarikan ke ruang ICU agar mendapatkan ventilator atau alat bantu pernapasan. Namun sayang, nyawa pasien saat itu tidak dapat tertolong.

"Pasien meninggal di ruang ICU pada sekitar jam 13.04," ucapnya.

Sementara terkait penyebab pasti dari kematian sang pasein dan bayinya sendiri, sejauh ini belum diketahui secara pasti oleh pihak rumah sakit.

"Namun berdasarkan jurnal dari rumah Sakit Umum Dr. Sarjito, berupa jurnal, itu akibat emboli air ketuban," terang Enceng.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Menteri Ara Hadiri Penyerahan 1.080 Rumah Subsidi di Sumedang"
[Gambas:Video 20detik]
(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads