Pilu Guru dan Bayinya Meninggal Saat Persalinan di Sumedang

Pilu Guru dan Bayinya Meninggal Saat Persalinan di Sumedang

Nur Azis - detikJabar
Selasa, 03 Okt 2023 16:33 WIB
Ilustrasi Bayi Achondroplasia
Ilustrasi bayi (Foto: iStock)
Sumedang -

Seorang guru PNS di Kabupaten Sumedang meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya saat proses persalinan di RSUD Sumedang. Penanganan RSUD Sumedang pun dinilai lalai serta lamban oleh pihak keluarga korban.

Guru tersebut diketahui bernama Mamay Maida (30), warga Dusun Cipeureu, Desa Buanamekar, Kecamatan Cibugeul, Kabupten Sumedang. Ia mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sarang Tengah.

Bayi yang masih berada di dalam kandungan itu merupakan anak keduanya setelah sebelumnya telah dikaruniai seorang anak perempuan yang kini berusia 5 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Informasi dihimpun detikJabar, sang guru tersebut meninggal dunia di RSUD Sumedang pada Minggu (1/9/2023) sekitar pukul 13.14 WIB.

Suami korban, Ardiansyah Apandi (30) menceritakan bagaimana kronologis awal terkait istrinya yang meninggal dunia saat proses persalinan di RSUD Sumedang.

ADVERTISEMENT

"Awalnya pada Sabtu (30/9/2023) sekitar jam 8.00 pagi, saya dan istri pergi ke Puskesmas Cibugel mau cek kandungan karena kebetulan sudah lewat hari (hari perkiraan lahiran)," ungkap Ardiansyah yang juga seorang guru (honorer) di SDN Nanjungmekar Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung saat dikonfirmasi detikJabar, Selasa (3/10/2023).

Ardiansyah melanjutkan, pihak Puskesmas kemudian menyarankan agar istrinya diperiksakan ke dokter kandungan terlebih dahulu.

"Lalu kami pun pergi ke daerah Ganeas untuk menuju dokter Dani, kata dokter Dani 'ini mau empat hari apa sekarang dirujuknya?', jawab saya 'yang terbaik saja soalnya istri saya saat lahiran anak pertama juga sulit keluar waktu di AMC (rumah sakit), sampai harus di vakum, sekarang kondisinya sama seperti anak saya yang pertama, sudah lewat hari," paparnya menambahkan.

Singkatnya, istri Ardiansyah pun kemudian dirujuk ke RSUD Sumedang. Kemudian masuk ruangan bidan di RSUD Sumedang pada sekitar pukul 20.00 WIB. Saat itu, bidan memberikan penjelasan kepada Ardiansyah bahwa istrinya harus diinduksi.

Ardiansyah pun saat itu meminta kepada bidan agar segera melakukan tindakan darurat jika setelah diinduksi tidak ada reaksi atau sang bayi tidak kunjung keluar dari rahim sang ibu.

"Saya pun menegaskan kepada bidan saat itu, kalau semisal 10 jam setelah diinduksi bayinya tidak kunjung keluar, mohon tindakan yang terbaik, mau caesar atau vakum yang penting selamat dua-duanya, soalnya saya trauma kejadian anak pertama, tolong catat ya itu bu bidan, tegas saya demikian," terang Ardiansyah.

Lalu induksi pun dilakukan terhadap Mamay pada Sabtu (30/9/2023) malam sekitar pukul 21.00 WIB. Kemudian pada Minggu (1/10/2023) pagi sekitar pukul 09.00 WIB, Mamay pun akhirnya dimasukan ke ruang persalinan.

"Saya saat itu melihat istri masih kuat, masih bisa makan, bisa ngobrol, masih biasalah," ujar Ardiansyah.

Namun sekitar pukul 10.30 WIB, kata Ardiansyah, istrinya mulai merasakan sakit-sakitan serta mengaku tidak tahan oleh rasa sakit yang dirasakannya. Namun nahas, istrinya saat itu malah dimarahin oleh bidan yang ada di sana.

Puncak kekesalan Ardiansyah terjadi pada sekitar pukul 11.00 WIB lebih, sebab istrinya saat itu akan diberi dikasih obat induksi kembali. Padahal obat tersebut sudah yang keempat kalinya.

"Kata saya, jangan dikasih-kasih obat induksi terus, sudah lakukan tindakan saja mau caesar atau bagaimana, yang penting ada yang selamat, soalnya jam 11.00 kurang, kepala bayi itu sudah kelihatan, cuma masuk lagi ke dalam," papar Ardiansyah.

Kekesalan Ardiansyah bertambah kala bidan malah menyodorkan surat yang harus ditanda tanganinya sebagai persetujuan atas pemberian obat induksi pada sekitar pukul 12.00 WIB.

"Saya waktu itu nggak mau tandatangan kalau tidak ada tindakan, tanda tangan buat apa lagi, kata bidannya untuk dikasih obat, terakhir induksi, kalau sudah 4 jam tidak berhasil baru caesar," tuturnya.

Ardiansyah saat itu memohon-mohon kepada bidan agar istrinya dapat segera mendapatkan penanganan darurat. Namun, ia malah mendapatkan jawaban yang kurang memuaskan.

"Jangan nunggu sampai empat jam, ini kan sudah kritis banget, sudah darurat, lalu bidannya jawab 'dokternya lagi ada pasien operasi dan udah waktu istirahat mau makan," terangnya .

Hingga pada pukul 12.30 WIB, istri Ardiansyah pun belum mendapatkan tindakan darurat apa pun. Namun setelah istrinya kedapatan kehabisan tenaga dan sudah tidak bergerak, barulah kemudian dimasukan ke ruang operasi.

"Dokter saat itu baru tampak bolak-balik, sementara saya saat itu sudah pasrah karena saya tahu bagaimana keadaan istri," ungkapnya.

Kekesalan Ardiansyah kembali muncul saat mengetahui bahwa di ruang operasi masih ada dua pasien yang juga belum dilakukan tindakan apa pun. Padahal sebelumnya, seorang bidan mengatakan kepadanya bahwa dokter sedang sibuk mengoperasi pasien.

"Padahal sebelumnya bidannya bilang bahwa dokternya lagi mengoperasi pasien tapi ternyata ada dua pasien di ruang operasi yang belum diapa-apain," tuturnya.

Hingga pada akhirnya, Mamay pun dinyatakan meninggal dunia sekitar pukul 13.14 WIB bersama bayi yang masih berada di dalam kandungannya.

"Bayi belum keluar, yang saya sangat sakit hati itu bayi belum keluar masih dalam kandungan. Nggak dikeluarin anak saya juga. saya belum tahu muka anak saya kayak gimana gitu, belum di foto," ungkap Ardiansyah.

Remuk hati Ardiansyah kala itu. Jenazah istrinya pun saat itu diminta untuk segera dibawa pulang dengan alasan lantaran mobil ambulans akan segera digunakan. Bahkan Ardiansyah diharuskan membayar ongkos ambulans sebesar Rp635.000.

Jenazah dibawa menggunakan ambulans sekitar pukul 14.00 WIB dan tiba di rumah duka sekira pukul 15.00 WIB lebih.

"Kalau rumah sakitnya gratis karena pakai BPJS," katanya.

Atas kejadian itu, ia pun berencana akan membawa kasus meninggal istrinya itu ke ranah hukum. Hal itu dilakukan agar kejadian serupa tidak menimpa warga Sumedang lainnya.

"Saya mau nuntut ke pihak rumah sakit, kalau dokter mau minta maaf, saya legowo tapi kalau dalam dua hari tidak minta maaf, saya mau ke ranah hukum karena ini keteledoran pihak rumah sakit," terangnya.

Ia pun mengaku bahwa dari pihak RSUD Sumedang yang langsung diwakili direkturnya baru berkunjung ke rumahnya pada Senin (2/10/2023) sekitar pukul 17.30 WIB.

"Baru kemarin datang, itu pun direkturnya, kemarin-kemarin saya mau nemuin dokter dan bidannya pada tidak ada," ucapnya.

Jawaban RSUD Sumedang

Direktur Utama (dirut) RSUD Sumedang dr. Enceng memberikan klarifikasinya terkait meninggalnya Mamay (30), seorang guru PNS bersama bayi yang dikandungnya saat proses persalinan di RSUD Sumedang.

Ia menjelaskan bahwa pada saat proses persalinan ada beberapa tahapan kaitannya dengan posisi kepala sang bayi. Namun yang terjadi pada bayi sang pasien saat itu posisinya tidak berubah atau tidak turun.

"Ada step satu, dua dan step tiga, jadi harus turun kepalanya, jadi pada kondisi ini bayi sang pasien tidak turun sebagaimana mestinya atau standarnya, jadi maksimalnya (ditunggu) satu jam," terang Enceng kepada sejumlah wartawan di RSUD Sumedang, Selasa (3/10/2023).

Sementara pada sekitar pukul 10.00 WIB sampai 11.00 WIB, Minggu (1/10/2023), kata Enceng, kondisi sang pasien diketahui telah mengalami kelelahan.

"Dan kurang lebih jam 11.35, itu terjadi keadaan umum yang mana ibu itu kesadarannya menurun," ujarnya.

Atas kondisi tersebut, pihak rumah sakit pun memutuskan bahwa proses lahiran sang pasien tidak bisa dilakukan melalui metode per vaginam (proses melahirkan bayi melalui tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat medis).

"Kemudian ini diputuskan tidak bisa dilahirkan vaginam atau jalan lahir biasa," ungkapnya.

Evakuasi sang pasien dari kamar bersalin menuju ruang operasi pun dilakukan oleh pihak rumah sakit. Namun nahas, kondisi sang pasien tiba-tiba mengalami koma pada saat dilakukan proses evakuasi tersebut.

"Dokter kandungan dan dokter spesialis anastesi saat itu langsung melakukan penanganan karena kondisi sudah tidak memungkinkan, meski segala sesuatu telah dipersiapkan di ruang operasi," paparnya.

Sang pasien pun pada akhirnya dilarikan ke ruang ICU agar mendapatkan ventilator atau alat bantu pernapasan. Namun sayang, nyawa pasien saat itu tidak dapat tertolong.

"Pasien meninggal di ruang ICU pada sekitar jam 13.04," ucapnya.

Sementara terkait penyebab pasti dari kematian sang pasein dan bayinya sendiri, sejauh ini belum diketahui secara pasti oleh pihak rumah sakit.

"Namun berdasarkan jurnal dari rumah Sakit Umum Dr. Sarjito, berupa jurnal, itu akibat emboli air ketuban," terangnya.

Enceng mengaku telah mengunjungi rumah serta telah bertemu dengan suami dan keluarga korban untuk menyampaikan rasa bela sungkawanya.

"Dalam kesempatan itu, saya pun menerima masukan secara langsung karena ini penting buat rumah sakit ke depan, karena di sana banyak disampaikaan bukan hanya terkait dengan SOP tapi juga terkait dengan segala macam layanan di rumah sakit," paparnya.

Enceng menambahkan, dalam waktu dekat, pihaknya pun bekerja sama dengan aparat desa setempat akan memediasi antara suami korban dan dokter yang menangangi sang pasien saat itu.

"Dokternya pun telah bersedia untuk melakukan tabayun yang dimediasi oleh aparat desa setempat," terangnya.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads