Tradisi Siraman Panjang di Keraton Kasepuhan Cirebon dipadati oleh sejumlah masyarakat yang telah membekali diri dengan berbagai macam alat untuk menyimpan air. Seperti jeriken, botol minuman, dan beberapa alat lainnya.
Para warga itu sengaja membawa alat-alat tersebut untuk mengambil air yang sebelumnya telah digunakan dalam tradisi Siraman Panjang di Keraton Kasepuhan.
Sekadar diketahui, Siraman Panjang sendiri adalah sebuah tradisi yang rutin diadakan oleh Keraton Kasepuhan setiap tahun saat memasuki bulan Mulud. Dalam tradisi ini, berbagai macam keramik, seperti piring, guci, hingga botol yang ada di Keraton Kasepuhan dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi sebagian masyarakat, air yang sebelumnya telah digunakan dalam tradisi Siraman Panjang di Keraton Kasepuhan itu diyakini memiliki khasiat tersendiri. Oleh karenanya, mereka pun rela berdesak-desakan demi bisa mendapatkan air tersebut.
Salah satu warga yang ikut berebut air itu adalah Nenci (59). Ia merupakan seorang warga yang berasal dari Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Nenci mengaku sengaja datang jauh-jauh dari Kabupaten Majalengka ke Keraton Kasepuhan Cirebon hanya untuk mendapat air bekas yang sebelumnya telah digunakan dalam tradisi Siraman Panjang.
"(Airnya) Buat obat. Kalau misalkan anak-anak anget (demam)," kata Nenci saat ditemui di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jumat (22/9/2023).
Patih Sepuh Keraton Kasepuhan, Pangeran Raja Gumelar Suryaningrat menjelaskan, Siraman Panjang sendiri adalah sebuah tradisi yang rutin diadakan di Keraton Kasepuhan setiap memasuki bulan Mulud. Tradisi ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Maulid Nabi SAW.
Dalam tradisi tersebut, ada berbagai macam keramik yang dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan air. Gumelar mengatakan, keramik-keramik berupa piring, guci hingga botol yang dicuci dalam tradisi Siraman Panjang ini adalah peninggalan dari Sunan Gunung Jati.
"Yang tadi dicuci atau disiram itu adalah peninggalan dari Gusti Sinuhun (Sunan Gunung Jati) yang usianya hampir 6 Abad. Yang dicuci itu di antaranya ada piring besar jumlahnya 7 dan ada piring pengiring jumlahnya 38. Kemudian ada juga guci 2, dan ada tempat untuk menyimpan minyak wangi mawar sebanyak 2 botol," kata Gumelar.
Sebelum dilakukan prosesi pencucian, tradisi Siraman Panjang ini lebih dulu diawali dengan pembacaan doa. Gumelar sendiri mengakui jika prosesi Siraman Panjang ini selalu dipadati oleh masyarakat. Mereka selalu berkumpul untuk berebut air bekas dari tradisi Siraman Panjang tersebut.
"Pada saat prosesi Siraman Panjang, kami semua bersholawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Dari situ mudah-mudahan kita semua mendapatkan berkah dan syafaat dari kanjeng Nabi Muhammad SAW. Makanya (masyarakat) rebutan airnya," kata Gumelar.
(tya/tey)