Di era yang sudah serba digital, di mana media sosial mendominasi hampir seluruh kegiatan manusia, Arif Fatih (20) memutuskan untuk merehatkan pikirannya dari segala hiruk pikuk di sosial media.
Sebuah keputusan yang membawanya pada penemuan yang menarik. Dengan memperbanyak membaca buku, ia menemukan terapi dalam setiap kata yang tertulis.
Arif percaya bahwa media sosial seringkali memunculkan informasi yang setengah-setengah dan kurang akurat. Dalam buku, ia menemukan sumber yang lebih mendalam dan terpercaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya ngerasa tiap buka media sosial tuh kebanyakan yang muncul hal-hal singkat yang dibikin setengah mateng, informasi yang aku dapetin gak ngembangin otak aku. Dari situ lah mikir untuk mencoba rehat dari dunia media sosial, sekarang banyakin baca buku, baca berita dari sumber dan media-media yang terpercaya aja," ucapnya.
Saat ini, minat terhadap literasi masyarakat Indonesia memang masih tergolong rendah, hal ini terbukti dari data UNESCO yang menempatkan Indonesia pada urutan kedua dari bawah dalam hal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Hanya 0,001% dari masyarakat Indonesia yang rajin membaca.
Hal ini sejalan dengan fenomena di mana media sosial telah mendominasi kehidupan sehari-hari. Ketersediaan informasi yang disajikan secara instan dan hiburan yang konsumtif seringkali lebih menarik bagi banyak orang dibandingkan harus menyisihkan waktu untuk membaca buku.
Terlihat bahwa generasi muda di Indonesia saat ini cenderung lebih memilih media sosial dibandingkan membaca buku untuk memperoleh sumber informasi.
Meskipun media sosial memiliki daya tarik kuat untuk membuat pengguna terus terlibat, perlu diingat bahwa ketergantungan berlebihan pada platform ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik.
Oleh karena itu, meningkatkan kegiatan literasi dapat menjadi langkah positif untuk membantu seseorang mengurangi ketergantungannya pada media sosial.
Bagi Arif, membaca bukan hanya sekadar kegiatan, tetapi juga sebagai bentuk terapi emosional. "Dari banyak baca, aku ngerasa lebih menghargai diri sendiri. Ini juga ngebantu aku buat lebih kenal dan paham lagi sama emosi sendiri. Pokoknya sebulan coba untuk istirahat dari media sosial dan explore banyak bacaan tuh lebih kerasa aja impact-impact baiknya. Begitupun saat nongkrong sama temen dan keluarga, aku jadi lebih menghargai mereka, engga banyak pegang hp." papar Arif.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun media sosial menyajikan informasi dan hiburan instan, literasi masih memegang peran penting dalam pengembangan diri dan peningkatan wawasan.
Melalui buku-buku yang dibacanya, ia mampu mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, bukan sebatas informasi sekilas saja. Dengan membaca, ia juga dapat melihat dunia dari perspektif yang berbeda dan mengasah kreativitasnya melalui kata-kata. Kedepannya, ia ingin anak muda lainnya turut meningkatkan minatnya terhadap literasi, jangan sampai terjebak dalam dunia media sosial.
(yum/yum)