Warga Desa Pasir Baru, Kecamatan Cisolok akan kembali menghidupkan komunitas Pamali, alias Paguyuban Masyarakat Asih Lingkungan. Hal itu sebagai respons dengan adanya konflik warga dengan macan tutul Jawa yang terjadi beberapa waktu lalu.
Jaka Suharman, salah seorang inisiator Pamali mengungkap komunitas tersebut sudah dibentuk tahun 2010 silam, namun vakum pada tahun 2015 karena berbagai alasan. Adanya sosialisasi soal kepedulian terhadap lingkungan yang digelar kembali memantik kesadaran itu.
"Warga mendapatkan edukasi dan pembinaan dari kepala desa dari Kecamatan Cisolok dari sejumlah pihak di antaranya BKSDA dan TNGHS mengenai masalah kepedulian terhadap lingkungan dan hewan yang dilindungi. Bagaimana kami sebagai warga lebih arif lagi terhadap lingkungan," kata Jaka Suharman, warga Desa Pasir Baru kepada detikJabar, Rabu (13/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaka menjelaskan, sebelumnya warga memang belum pernah mendapatkan sosialisasi semacam itu dan baru dilakukan. Padahal menurutnya kegiatan itu sangat perlu dilakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan warga soal tanaman dan hewan yang dilindungi.
"Kalau khususnya masyarakat di sekitar Pasirbaru sebelumnya belum tapi baru sekarang ini baru di lakukan. Ini melibatkan kepemudaan, tokoh masyarakat petani dan pemerintahan hingga ke tingkat RT," jelas Jaka.
Terkait komunitas Pamali yang kembali dibangkitkan, Jaka menyebut bahwa komunitas itu nantinya akan menjadi wadah edukasi masyarakat soal betapa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan beserta isinya termasuk tanaman dan hewan langka.
"Komunutas ini akan kita bangkitkan lagi menjadi wadah komunikasi dan edukasi nantinya ke masyarakat jadi biar sama-sama, bagaimana menjaga kelestarian lingkungan makanya pake itunya Pamali. Komunitas ini dulunya dibentuk oleh rekan-rekan termasuk sesepuh kampung," jelas Jaka.
Soal peristiwa warga pencari madu hutab yang berkonflik dengan macan tutul, Jaka membenarkan jika warga selama ini kurang mendapatkan sosialisasi dan edukasi yang baik. Bagaimana aturan dan cara ketika menghadapi keadaan seperti itu.
"Sebenarnya masyarakat itu karena kurangnya sosialisasi kurangnya edukasi mereka itu istilah nya tidak terlalu paham tentang aturan hewan yang dilindungi begitu. Terus jenis- jenisnya macam apa mereka juga belum pengetahuannya belum sampai ke situ," tuturnya.
"Insya Allah, ketika komunitas ini kami bentuk kembali, kita akan mengundang stakeholder yang terkait. Artinya kami sebagai wadah dari masyarakat jadi perlu orang-orang berkompeten yang memberikan sosialisasi, pengarahan kita akan menjadi wadah istilahnya untuk menjembatani antara masyarakat dan stakeholder nantinya. Selama ini ada ketidak pahaman dan kurangnya sosialisasi dan pengetahuan terhadap aturan apa lagi masalah hukum tentang perlindungan hewan," beber Jaka menambahkan.
Diketahui selain sejumlah tokoh masyarakat, kegiatan sosialisasi juga melibatkan warga pencari madu hutan yang memang melakoni aktivitasnya di sekitar area hutan di kawasan Desa Pasir Baru.
(sya/mso)