Pasalnya, pihak ahli waris dan ahli waris pengganti Agan R Djoemena WR melalui kuasa hukumnya Dr Irwan Hadiwinata SH., Sp.N., M.H mengaku belum mendapatkan putusan resmi dari Mahkamah Agung (MA). Sengketa itu sendiri saat ini memasuki babak peninjauan kembali (PK).
"Saat ini putusan Peninjauan Kembali (PK) baru sebatas pengumuman yang ada di website dan para pihak belum mendapatkan pemberitahuan isi putusan secara resmi," ujar Irwan dalam keterangan resmi yang diterima, Sabtu (9/9/2023).
Atas dasar itu, pihaknya meminta agar PT KAI tak terlalu dini mengklaim putusan tersebut. Sebab, putusan resmi dari MA belum diterima oleh para pihak.
"Kami meminta agar PT KAI jangan gegabah dan terburu-buru mengklaim tanah dengan dasar hak pakai nomor 1 Kelurahan Garuda yang telah dibatalkan dalam perkara antara ahli waris Oehe Suhe dkk melawan PT KAI dkk di hamparan tanah yang sama yang semula asal tanahnya milik Agan R Djoemena berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 787/PK/PDT/2011 Jo. Nomor 1588/K/PDT/2010. Jo. Nomor 253/PDT/2009/PT.BDG. Jo. Nomor 173/PDT/G/2008/PN.BDG merupakan tanah milik dan asset PT KAI," tuturnya.
"Kalau pun benar adanya pemberitahuan resmi putusan perkara Peninjauan Kembali, maka para ahli waris akan mengajukan Peninjauan Kembali Kedua dengan dasar adanya putusan pengadilan yang saling bertentangan atas objek yang sama," kata dia menambahkan.
Dia menjelaskan perkara ini bermula dari gugatan para ahli waris dan ahli waris pengganti Agan R Djoemena WR atau Alm Djumenah BP Lamsi atau Djoemena RD atau Djumena yang kepemilikan lahan seluas 7,6 ha lebih diakui oleh PT KAI dengan sertifikat hak pakai.
"Ahli waris dan ahli waris pengganti telah memenangkan dan berhasil membuktikan kepemilikan tanah seluas kurang lebih 76.470 meter persegi dan tidak pernah merasa diikutkan dalam ruislag yang didalilkan dan tidak ada berita acaranya," kata dia.
Irwan menambahkan dalam pemeriksaan persidangan di tingkat pertama hingga putusan MA Nomor 1741 K/PDT/2022, pihak Direktorat Jendral Kekayaan Negara (DJKN) tidak pernah menyatakan bahwa tanah itu merupakan aset negara.
"Karena kalaupun diakui tanah tersebut didapat berdasarkan ruislag dan sertifikat hak pakai (telah dibatalkan) , artinya benar bahwa tanah tersebut mempunyai asal usul alas haknya yaitu tanah milik adat kepunyaan ahli waris yaitu klien kami, dan tidak jelas dari mana eks hak pakai menjadi milik PT KAI," tutur dia.
Dilansir dari detikFinance, sengketa kepemilikan tanah yang terjadi di Kota Bandung antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dengan masyarakat sekitar akhirnya menemui kesimpulan.
Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan untuk Perkara Perdata Nomor: 521 PK/Pdt/2023. KAI sebagai Pemohon Peninjauan Kembali (PK) melawan Nani Sumarni, dkk selaku Para Termohon PK, telah mendapat Putusan dari Majelis Hakim Agung yang memeriksa perkara tersebut dengan amar putusan pada intinya "KABUL batal JJ adili Kembali - provisi tolak, - eksepsi tolak, pokok perkara tolak gugatan".
"Kami bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah memberikan putusan tersebut. Kami meyakini bahwa aset di Kel. Garuda tersebut memanglah aset perusahaan sebagaimana bukti kepemilikan yang sah dimiliki perusahaan," kata VP Public Relations KAI Joni Martinus dalam keterangannya, Kamis (7/9/2023).
(dir/dir)