Prof KH Nasaruddin Umar pernah berkeluh kesah tentang tingginya tagihan listrik Masjid Istiqlal. Ia buka-bukaan soal tagihan listrik masjid terbesar di Asia Tenggara itu bisa mencapai Rp 250 juta hingga Rp 300 juta per bulannya sebelum tersentuh renovasi akbar oleh pemerintah pusat pada 2019.
Awalnya, keresahan sang Imam Besar Masjid Istiqlal itu bukan hanya soal konsumsi listrik yang tinggi semata. Sejumlah fasilitas masjid rancangan Ir Sukarno itu memang perlu didandani kembali sejak diresmikan pada tahun 1978, tujuannya agar fasilitas masjid lebih prima melayani umat.
Pada suatu kesempatan, Nasaruddin memberanikan diri untuk menanyakan rencana renovasi Masjid Istiqlal kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pucuk dicinta ulam pun tiba, permintaan itu diamini oleh Jokowi dengan mengutus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono yang membawa jajarannya ke Istiqlal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak lebih dari 10 menit beliau (Jokowi) meninggalkan Masjid Istiqlal, saya mendapatkan telepon dari pak Basuki. Beliau bilang diperintah pak presiden untuk pugar Masjid Istiqlal," kenang Nasarrudin. Ia menceritakan kisah tersebut dalam Konferensi Nasional Masjid Ramah Lingkungan yang disiarkan akun YouTube resmi MUI, 20 Novemer 2022.
Dikutip dari pu.go.id, pemugaran dilakukan dengan prinsip bangunan hijau (green building). Renovasi dilakukan dengan menerapkan fitur penghematan dengan meningkatkan fungsi desain pasif hemat energi melalui pemugaran eksterior dan interior bangunan.
Pemugaran juga meliputi penggunaan sistem penghawaan (air conditioner) yang sangat hemat energi, penggunaan lampu hemat energi berbasis LED, penerapan smart building, penerapan sistem penghematan dan daur ulang air, serta pemasangan solar panel yang memberikan kontribusi 13% dari konsumsi listrik bangunan.
Dari catatan detikcom, di atap masjid yang berlokasi di Jakarta Pusat tersebut telah terpasang 504 unit modul solar dengan kapasitas masing-masing sebesar 325-watt peak (WP). Satu unit modul solar berukuran 1,5 x 1,5 m itu memiliki berat 18,5 kg per modul.
Pemasangan panel surya ini setara dengan mengurangi emisi karbon 119 ton atau 414 pohon per tahun. Pengurus Masjid Istiqlal tak bergerak sendirian untuk pengadaan panel surya. Mereka menginisiasi program Wakaf Energi, yang mengajak jemaah untuk mewakafkan energi di Istiqlal.
"Kami sempat keluhkan tingginya bayaran listrik setiap tahun, akhirnya muncul dalam suatu perkembangan kalau pakai solar sistem. Tapi anggaran negara kan terbatas, jadi kami menggerakkan wakaf energi," kata Nasaruddin. Ia pun menjelaskan panel surya di Istiqlal bekerja dengan baterai penyimpanan listrik.
![]() |
Diharapkan, keberadaan solar panel sebagai energi baru dan terbarukan (EBT) tersebut bisa menekan emisi karbon yang lebih banyak. Kementerian PUPR melaporkan, secara umum Masjid Istiqlal setelah direnovasi dapat menghemat 476,22 ton karbondioksida per tahun.
Setahap demi setahap, ujar Nasaruddin, efisiensi dan konservasi energi yang diterapkan di Istiqlal tak hanya lebih ramah lingkungan, tagihan listrik di masjid yang bisa menampung 200 ribu jemaah itu lebih irit 38% daripada yang sebelumnya.
"Kita sudah menghemat 38% listrik, tadinya sebelum renovasi bayar listrik itu sekitar Rp 250 juta hingga Rp 300 juta per bulan, ya tapi sekarang turun drastis hanya sekitar Rp 125 juta per bulan," ujar Nasaruddin.
"Istiqlal itu disuplai listrik oleh tenaga surya, dan kita tetap menggunakan PLN tetapi itu juga sudah sangat berkurang," katanya menambahkan.
Nasaruddin juga menjelaskan tak ada AC atau kipas angin yang dipasang di ruang ibadah utama Istiqlal. Sistem penghawaan benar-benar memanfaatkan angin dari selatan yang berhembus ke utara. Istiqlal juga memiliki pabrik pengolahan tinja yang diolah menjadi biogas, teknologi ini memungkinkan Istiqlal untuk mengurangi biaya sedot WC setiap bulannya.
"Kita tampung dalam satu pabrik kotoran manusia di luar masjid Istiqlal ada pabrik tinja, itu bisa dimanfaatkan untuk energi, sumber energi yang bisa dipakai teman-teman memasak dan bisa menyalakan listrik dengan ukuran tertentu. Dan yang terbuang itu hanya sedikit," katanya.
Ia juga memastikan, tidak ada satu tetes air di Istiqlal yang terbuang percuma. Air bekas wudhu (musta'mal) misalnya, akan ditampung dan dijernihkan. Air itu akan digunakan untuk menyiram tanaman atau membersihkan kamar mandi.
Berkat penerapan konsep bangunan hijau dan keberlanjutan lingkungan, Masjid Istiqlal diganjar sertifikat penghargaan Excellence in Design for Greater Efficiencies (EDGE) dari International Finance Corporation (IFC). Istiqlal menjadi masjid pertama di dunia yang mendapatkan penghargaan tersebut.
Country Manager IFC untuk Indonesia dan Timor-Leste Azam Khan mengatakan, proyek di Masjid Istiqlal ini merupakan contoh yang dapat dicapai apabila semua bekerja sama dalam upaya melawan krisis iklim. Sebagaimana diketahui krisis iklim menjadi salah satu tantangan terbesar saat ini.
"Perubahan iklim mengancam kehidupan dan mata pencaharian serta memperlambat kemajuan dari upaya pengentasan kemiskinan terutama di tengah meningkatnya intensitas bencana terkait iklim yang terjadi, termasuk di Indonesia," ujar Azam seperti dikutip dari laman pu.go.id.
KESADARAN MENGGUNAKAN ENERGI BERSIH
Upaya konservasi dan pemanfaatan energi bersih untuk masa depan juga telah dilakukan di Kota Bandung. Tepatnya oleh Masjid Salman ITB. Masjid yang terletak di lingkungan kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) menggunakan konsep ecomasjid dari KLHK.
Sejak tahun 2016, di masjid yang dapat menampung 1.000 hingga 1.500 orang itu telah terpasang 12 unit panel surya yang menyumbang 6% - 7% kebutuhan kelistrikan masjid. Pantauan detikcom, panel-panel surya itu terinstalasi di atas gedung serbaguna Salman ITB.
![]() |
"Saya memandang bahwa semua konsep ramah lingkungan itu keniscayaan, kita ketahui kerusakan lingkungan yang sedemikian parah. Paling tidak masjid menjadi pusat kegiatan umat yang seharusnya punya kontribusi jadi sentral ide-ide bagaimana membangun masjid yang punya konservasi untuk menyelamatkan lingkungan," ujar Iyan Nurdin, perwakilan DKM Masjid Salman ITB di bidang sarana dan prasarana.
Masjid juga menggunakan teknologi air tanah dan daur ulang sampah. Mirip seperti Istiqlal, air wudhu bekas pakai jemaah ditampung di tandon penampungan dan kemudian disaring hingga jernih.
Berkaitan dengan air wudhu, Muhammad Fajaruddin Natsir dkk (2020) dalam Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan (JNIK) meneliti jumlah air yang dihabiskan untuk berwudhu. Dalam penelitiannya di sejumlah masjid, volume air yang digunakan berwudhu bervariasi mulai dari 2,23 L sampai 5,23 L dengan rata-rata 3,9 L per orang.
Jumlah itu relatif lebih boros dibandingkan dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Berdasarkan riwayat dari Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal menyebut Nabi biasa menggunakan takaran air sebanyak satu sha' atau setara dengan 600 mililiter air untuk berwudhu.
"Bila dari segi harapan memang belum ideal, tapi setidaknya soal urusan air itu kita pernah punya recycle air wudhu, volumenya masih sedikit dan belum efektif. Karena dari sisi syar'i sebetulnya air wudhu yang diolah ulang itu bisa dipakai, tetapi secara psikologis jemaah itu kurang nyaman," ujar Iyan.
"Akhirnya air daur ulang itu kita gunakan untuk menyiram tanaman atau untuk membersihkan toilet, untuk teknologi rain harvesting itu kita sudah ada instalasinya," kata Iyan menambahkan.
![]() |
Ia pun memastikan, semua kegiatan di Masjid Salman ITB diupayakan mendukung sustainable development goals (SDGs). Jemaah yang mayoritas merupakan mahasiswa dari ITB pun diberikan edukasi soal pemahaman konservasi energi dan edukasi pemilahan sampah.
"Jemaah suka mengingatkan bila ada lampu yang seharusnya tidak menyala, kemudian ia mengingatkan kepada karyawan kita untuk mematikan lampu. Lampu di dalam masjid itu LED semua, kalau Masjid Salman juga memakai dimmer untuk pengaturan intensitasnya. Kalau sudah terang dikecilkan intensitasnya atau tidak dinyalakan sama sekali," kata Iyan.
Apa yang dilakukan di Masjid Salman ITB rencananya akan direplikasi di Masjid Salman Rasidi yang berada di Soreang, Kabupaten Bandung. Pengurus Masjid Salman juga membuka wakaf bagi jemaah yang ingin berpartisipasi memberikan energi. Iyan mengatakan, tak jarang masjid Salman ITB juga menjadi tempat studi banding pengurus masjid dari daerah lainnya.
MANFAATKAN SUMBER-SUMBER ALAMIAH
Penggunaan energi bersih tak hanya berbicara tentang teknologi mutakhir, sumber-sumber alamiah seperti sinar matahari dan angin bisa dimanfaatkan secara efisien melalui arsitektur ruangan yang mengusung konsep bangunan hijau. Salah satunya seperti Masjid Al Irsyad yang terletak di Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Masjid ini menjadi salah satu contoh penerapan konservasi dan efisiensi energi dengan pendekatan arsitektural di Jawa Barat. Masjid seluas 1.871 meter persegi itu tetap sejuk walau dibangun tanpa pendingin ruangan atau AC.
Fasad masjid dirancang berongga membuat angin masuk melalui celah-celah di sekeliling masjid. Dari estetika rongga-rongga tersebut membentuk kalimat syahadat yang sangat indah dipandang dari bagian dalam masjid.
![]() |
Selain itu, keberadaan kolam ikan di dekat mimbar atau mihrab tempat berdirinya imam juga tak hanya sekedar menambah nilai estetika. Uap dari kolam dapat menangkap partikel debu dengan cepat dan menurunkan suhu ruangan.
"Pokoknya yang datang ke sini merasa sejuk, walau jemaah banyak. Kapasitasnya untuk salat 1.500, untuk kajian bisa 2.000-an masuk karena lebih rapat. Tidak ada pengap, anginnya sepoi-sepoi dari banyak arah. Kita tidak butuh AC dan kipas," ujar Ketua DKM Al Irsyad, Ahmad Hairuddin saat ditemui detikcom, 23 Agustus 2023.
Keasrian dan sejuknya masjid tersebut kian terasa dengan hadirnya pepohonan yang mengelilingi masjid. Berdasarkan penelitian dari Ernyasih (2023) dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta, pohon menjadi penyedia oksigen dan juga memiliki kemampuan menyerap karbon, yang tak dimiliki makhluk hidup lainnya di Bumi.
Soal penerangan, Masjid Al Irsyad memanfaatkan sinar matahari 100 persen pada siang hari. 99 lampu yang melambangkan Asmaul Husna baru akan dinyalakan menjelang salat Maghrib. Penggunaan listrik lainnya hanya sebatas sound system dan pompa air.
"Lampu kalau siang memang total enggak ada, paling sound system saat azan. Lampu sama sekali tidak ada kecuali kalau ada akad nikah hari Sabtu, kita mau masjid dipandang indah dengan hiasan lampunya kita nyalain. (Tagihan) Listrik dulu itu tidak pernah lebih dari satu juta," katanya.
"Memang setiap rumah ibadah ada subsidi, tapi sekarang memang sudah naik dari PLN-nya, saya pernah terima tagihan listrik itu Rp 1,5 juta. Belakangan memang saya tidak cek lagi karena sudah ada bagiannya. Tapi saya pastikan masjid ini 24 jam beroperasi, karena tidak ada pintu juga," ujarnya menambahkan.
![]() |
Pada tahun 2010 National Frame Building Association memilih Masjid Al-Irsyad sebagai salah satu dari lima besar 'Building of The Year 2010' kategori arsitektur religius. Masjid Al Irsyad juga diganjar penghargaan FuturArc Green Leadership Award 2011 oleh Building Construction Information (BCI) Asia karena konsep bangunannya yang ramah lingkungan.
Maulana (32) salah seorang jemaah asal Kota Bandung mengaku nyaman ketika menunaikan salat Zuhur di masjid rancangan Ridwan Kamil tersebut.
"Memang beda dari masjid lainnya. Kalau salat di sini terasanya lebih adem, terus lebih khusyuk. Saya pribadi betah lama-lama di masjid ini," ujar Maulana.
PUSAT LITERASI KONSERVASI DAN ENERGI BERSIH
Deputi Direktur Bantuan Teknis dan Kerjasama Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Fanny Hendro Gunawan mengatakan, penggunaan energi bersih dan konservasi energi di rumah ibadah sangat penting karena merupakan wujud nyata ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
"Konservasi energi di rumah ibadah sangat penting karena ini wujud dari ketakwaan kita terhadap Tuhan YME untuk menjaga alam lingkungan. Kegiatan konservasi energi merupakan salah satu aksi nyata mitigasi untuk menurunkan emisi GRK," ujar Fanny saat dihubungi detikcom.
Menurutnya ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk menerapkan konservasi energi di rumah ibadah. Yakni dengan menerapkan bangunan gedung hijau, yang mencakup desain bangunan yang memanfaatkan ventilasi dan cahaya alami.
"Kemudian penggunaan peralatan listrik yang memiliki label tanda hemat energi, perilaku dan kesadaran hemat energi, penggunaan air secara hemat, pengelolaan sampah dan air limbah secara baik, penggunaan pepohonan atau tanaman untuk menciptakan kenyamanan," katanya.
Menurut Fanny, salah satu tantangan yang dihadapi adalah masih ada pengguna rumah ibadah yang tidak memiliki kesadaran yang sama terkait konservasi energi.
"Desain rumah ibadah dulu dibuat menyesuaikan iklim daerah tropis, banyak ventilasi untuk menciptakan kenyamanan thermal. Rancangan membuat angin berhembus dari tekanan udara tinggi menuju tekanan udara rendah. Desain sekarang, banyak rumah ibadah mengandalkan penggunaan AC, sehingga menambah penggunaan energi listrik," ujarnya.
Walau begitu, upaya sosialisasi terkait konservasi energi terus dilakukan dengan sejumlah strategi. Salah satunya dengan merangkul ormas Islam. Tujuannya agar gerakan menumbuhkan kesadaran terkait perilaku dan kesadaran bijak menggunakan energi bisa lebih masif.
"Kami pernah bekerja sama dengan PBNU untuk sosialisasi konservasi energi untuk lingkungan pondok pesantren," ujarnya. Dalam catatan detikcom, Kementerian ESDM juga telah melakukan sosialisasi kepada ormas Islam lainnya, salah satunya Muhammadiyah.
Saat ini mayoritas produksi energi listrik di dunia menggunakan batu bara dan sumber daya alam yang merupakan karbon. Fenomena ini dianggap menjadi biang kerok pemanasan global.
Penggunaan energi baru terbarukan dianggap menjadi solusi dalam mencegah efek terburuk dari kenaikan suhu. Pemerintah sendiri optimistis target pencapaian bauran energi nasional dari Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025, dan 28 persen pada 2030 atau setara 20,9 GW dapat tercapai.
Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) Ace Hasan Syadzily mengatakan, masjid memiliki peran strategis untuk mencapai target pemerintah tersebut.
Dewan Masjid Indonesia (DMI) mencatat, saat ini terdapat kurang lebih 800 ribu masjid yang berada di seluruh Indonesia. Sementara yang terdaftar secara resmi di Sistem Informasi Masjid (Simas) Kementerian Agama RI, hingga 31 Oktober 2023 tercatat ada 299.644 masjid dan 363.085 mushala yang terdaftar dalam aplikasi tersebut.
Masjid berperan mengatasi perubahan iklim karena hubungan erat antara masjid dengan warga. Dari data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk Indonesia sebanyak 277,75 jiwa hingga akhir 2022, dan 87,02% atau 241,7 juta di antaranya memeluk agama Islam. Oleh karena itu menurut Ace, peran masjid menjadi sangat penting dalam mengedukasi umat tentang bahaya perubahan iklim.
"Masjid bisa dijadikan sebagai pusat literasi energi bersih, karena pertama bahwa sebetulnya Islam itu sangat menghargai akan kebersihan lingkungan dan dalam ajaran Islam juga selalu mengingatkan bahwa kita tidak boleh merusak lingkungan," ujar Ace saat dihubungi detikcom.
Saat ini pihaknya juga tengah mendorong agar penggunaan energi bersih menjadi gaya hidup dari umat. Salah satu yang ia soroti adalah penggunaan energi matahari yang bisa diinisiasi oleh masjid.
"Termasuk juga bagaimana melakukan penghematan, penggunaan energi jangan sampai terlalu berlebihan. Karena kita tahu aktivitas di masjid itu ada waktu-waktu tertentu yang bisa kita gunakan. Jadi penghematan energi itu merupakan langkah yang bisa digunakan di dalam masjid," katanya.
"Kami di LPBI bekerjasama juga dengan KLHK, soal bagaimana melakukan penanaman bibit ya. Kemudian itu bagian dari penyelamatan lingkungan, kita mendorong pesantren hijau, komponen di dalam pesantren juga di dalamnya ada masjid. kita ingin mendorong santri juga sebagai penggerak penyelamatan lingkungan," tuturnya.
AKTOR BARU PENYELAMATAN LINGKUNGAN
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH-SDA) MUI, Hayu Prabowo mengatakan masjid menjadi aktor baru dalam mencegah dampak krisis perubahan iklim.
"Saat ini, krisis perubahan iklim menjadi ancaman global. Salah satu solusi menghadapi masalah itu adalah dengan mengoptimalkan peran Masjid ramah lingkungan," ujar Hayu seperti dikutip dari laman mui.or.id.
MUI juga mencanangkan program eco-masjid, yang bertujuan untuk membangun kemandirian umat dalam menghadapi ancaman kelangkaan air dan energi. Hal ini kita lakukan dengan orientasi pengelolaan masjid yang mandiri dan berkelanjutan pada aspek idarah (manajemen), imarah (kegiatan memakmurkan), dan riayah (pemeliharaan dan pengadaan fasilitas).
Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat Permadi Muhammad mengatakan, masjid bisa menjadi pusat edukasi energi bersih dan konservasi energi. Apalagi masjid di Jawa Barat merupakan yang terbanyak di Indonesia.
"Kita bisa melihat peran dari masjid ini, saya kira penyebaran informasi-informasi yang baik bisa dilakukan di sana, termasuk dengan praktik penerapannya d masjid-masjid ini," ujar Permadi saat dihubungi detikcom.
"Sebenarnya kita sudah ada surat edaran gerakan penghematan energi di bulan Juni kemarin salah satunya ada kewajiban pemerintah daerah untuk melaksanakan konservasi energi, kita baru membuat surat edaran gubernur ke kabupaten/kota ke perangkat daerah provinsi," katanya menambahkan.
Wakil Menteri Agama RI Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, integrasi masjid kepada lingkungan menjadi isu sentral dalam peradaban manusia di masa depan. Menurutnya, bagi seorang Muslim memerangi perubahan iklim tidak hanya bertumpu menjadi tugas negara, tetapi juga kepada masing-masing individu.
Ia pun mencontohkan negara Maroko, yang telah mengarusutamakan proyek masjid hijau. Negara itu menginisiasi modifikasi panel surya atau LED di 600-an masjid di sana.
"Maroko menargetkan untuk tidak mengimpor energi tapi memproduksi energi, 52% dari sumber-sumber terbarukan. Salah satunya Masjid Al Kutubbiyah di Marrakesh, itu dibangun pada abad ke-12 dengan tambahan panel surya telah menjadi masjid energi plus, yang berhasil menciptakan banyak energi dibandingkan mengonsumsinya," tutur Zainut Tauhid dalam Konferensi Nasional Masjid Ramah Lingkungan.
"Di Indonesia juga sudah ada gerakan masjid hijau, bahkan Istiqlal menjadi masjid pertama yang mendapatkan pengakuan dunia mendapatkan sertifikat EDGE, sebagai rumah ibadah dengan ramah lingkungan," ujar Zainut.
LEBIH BANYAK MENEBAR MANFAAT
Pakar konservasi energi dari Politeknik Bandung (Polban) Kholik Hernawan pernah melakukan audit energi di sebuah perusahaan BUMN farmasi terkemuka di Kota Bandung. Ia menyebut, pembayaran energi perusahaan itu mencapai Rp 5 miliar per bulan.
Namun, setelah ia audit yang melahirkan sejumlah rekomendasi konservasi energi, perusahaan pelat merah itu akhirnya bisa menghemat biaya tagihan energi hingga 25% atau lebih irit Rp 1,25 miliar per bulannya.
"Seperti halnya seorang dokter, audit energi memiliki tujuan untuk mengevaluasi efisiensi penggunaan energi dalam suatu bangunan atau industri," ujar Kholik saat ditemui detikcom.
Berbicara soal konteks masjid, Kholik menilai konservasi energi bisa otomatis mengurangi biaya operasional masjid. Realokasi dana untuk energi tersebut bisa dimanfaatkan untuk menebar kebermanfaatan yang lebih luas melalui kegiatan sosial kepada warga dan lingkungan di sekitar masjid.
"Penghematan biaya operasional melalui konservasi energi membuka peluang untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya ke kegiatan sosial. Misalnya, dana yang sebelumnya digunakan untuk biaya energi dapat dialihkan ke kegiatan seperti pembagian beras kepada yang tidak mampu atau dukungan mushaf bagi penghafal Al-Quran. Ini adalah contoh konkret bagaimana praktik konservasi energi dalam masjid dapat memberikan manfaat sosial yang lebih besar," ujar Kholik.
Ia memberikan contoh baik dari penerapan konservasi energi di masjid, kala itu ia melaksanakan salat di masjid pelabuhan yang terletak di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Suhu udara yang panas di luar ruangan, kontras dengan suhu di dalam masjid yang menyejukkan.
"Salah satu masjid di sana telah menerapkan konservasi energi dengan cerdas. Mereka menggunakan penerangan alamiah selama pagi hingga matahari terbenam, serta memanfaatkan ventilasi alami untuk menjaga suhu ruangan tetap nyaman. Di samping itu, mereka juga memiliki kolam air dan tanaman di sekitar masjid untuk menjaga kelembapan udara," katanya.
Ia membuat perumpamaan, audit energi diibaratkan seperti dokter yang memeriksa kondisi pasien. Sementara konservasi energi, adalah resep obat atau upaya-upaya yang dilakukan agar pasien bisa sembuh. Soal konservasi energi di masjid pun, menurutnya bisa dilakukan tanpa biaya, salah satunya dengan manajemen perilaku.
"Cara-cara tanpa biaya misalkan kalau siang, lampu tidak dinyalakan. Gampang kan itu manajemen perilaku. Kalau dipakai orang ya enggak apa-apa, kalau tidak orang ya dimatikan," ujar Kholik.
"Sedikit biaya mungkin kita bisa dengan teknologi, contohnya misal di ruangan ini tidak ada orang, listriknya mati sendiri. Sistemnya sama seperti di hotel berbintang, listrik mati begitu dicabut kartunya. Intinya hemat energi dengan teknologi," imbuh Kholik.
Ia pun menyarankan penerangan masjid dengan menggunakan lampu LED, yang menurutnya bisa lebih hemat 80% dibandingkan lampu non-LED. "Produsen LED juga biasanya memberikan garansi untuk jangka tahun tertentu, itu bisa diganti gratis jika padam sebelum tempo garansi," katanya.
Kholik mengapresiasi masjid-masjid yang menerapkan penggunaan panel surya. Walau begitu, ia melihat ada tantangan yang besar dalam penggunaan panel surya sebagai sumber energi bagi masjid. Selain harga modalnya yang masih relatif tinggi dibandingkan dengan biaya energi dari PLN, perawatannya pun harus betul-betul telaten.
"Penggunaan panel surya juga melibatkan baterai, dan baterai ini memiliki masa pakai terbatas. Oleh karena itu, saat ini, di masa ketika jaringan listrik PLN masih tersedia, panel surya mungkin belum menjadi solusi yang paling efektif untuk masjid, tinggal diatur saja penggunaannya," katanya.
"Sel surya itu walau dia menghasilkan listrik tapi baterainya bila tidak bisa menyimpan energi dia tidak bisa menyala. Saran saya gunakan yang alamiah, penerangan alamiah, ventilasi alamiah mau angin dari samping-samping atau atas. Kalau malam baru gunakan PLN," ujarnya.
Kendati begitu, penyediaan teknologi solar cell atau panel surya bisa diinisiasi dengan menggerakkan wakaf energi seperti yang diinisiasi oleh Masjid Istiqlal atau Salman ITB agar tercipta lingkaran energi bersih dari umat untuk masa depan negeri yang lebih baik.
(yum/bbn)