Bandung Raya Darurat Sampah gegera Kebakaran Sarimukti

Jabar Sepekan

Bandung Raya Darurat Sampah gegera Kebakaran Sarimukti

Tim detikJabar - detikJabar
Minggu, 27 Agu 2023 20:30 WIB
Tumpukan sampah di bawah Jembatan Tol Buah Batu, Kota Bandung.
Tumpukan sampah di bawah Jembatan Tol Buah Batu, Kota Bandung. (Foto: Wisma Putra)
Bandung -

Nyaris sepekan kebakaran TPA Sarimukti tak kunjung padam. Imbasnya tak hanya kesehatan, pengangkutan dan pembuangan sampah di Bandung Raya pun terhambat. Gubernur Jabar Ridwan Kamil menetapkan Bandung Raya darurat sampah.

Ridwan Kamil menerbitkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 658/Kep.579-DLH/2023 tentang Penetapan Status Darurat Sampah Bandung Raya, yang ditetapkan pada 24 Agustus 2023. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar menjadi penanggung jawab dalam mengoordinasikan pengelolaan sampah selama status darurat sampah berlaku.

"Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat mengoordinasikan pemangku kepentingan terkait dalam rangka pengelolaan sampah pada masa status darurat pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU," ujar Ridwan Kamil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keputusan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan," kata Ridwan Kamil menambahkan.

Berikut isi Kepgub Jabar soal Status Darurat Sampah:

ADVERTISEMENT

A. Bahwa telah terjadi bencana kebakaran di Tempat Pembuangan Kompos Sarimukti yang merupakan tempat pembuangan akhir sampah dari Daerah Kota Bandung, Daerah Kabupaten Bandung, Daerah Kabupaten Bandung Barat, dan Daerah Kota Cimahi.

B. Bahwa eskalasi bencana kebakaran di Tempat Pembuangan Kompos Sarimukti menimbulkan kerusakan, keterbatasan pandangan akibat asap tebal dan dapat berakibat pada keselamatan petugas di lapangan.

C. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Gubernur tentang Penetapan Status Darurat Sampah Bandung Raya.

Dalam surat keputusan itu, juga dijelaskan jika penetapan Bandung Raya darurat sampah dilakukan mulai dari 24 Agustus 2023 hingga 24 September 2023.

Lewat surat keputusan itu, Ridwan Kamil juga meminta empat kabupaten/kota yakni Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi diharuskan untuk melakukan pengolahan sampah secara mandiri.

"Selama penetapan Status Darurat Pengelolaan Sampah Bandung Raya sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu, Daerah Kota Bandung, Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi melakukan pengelolaan sampah secara mandiri, sebagai dampak penutupan Tempat Pembuangan Kompos (TPK) Sarimukti," tegas Ridwan Kamil dalam surat keputusannya.

Upaya Pemkot Bandung Tanggulangi Darurat Sampah

Kondisi darurat sampah membuat Pemkot Bandung berpikir keras. Salah satunya, yakni bakal membangun Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di lahan eks TPA Cicabe, Kota Bandung. Tapi sayang, rencana ini menuai protes oleh warga sekitar. Warga yang tinggal di bawah lereng lahan bekas TPA itu merasa keselamatannya terancam.

Anggota Komisi C DPRD Kota Bandung Sandi Muharram angkat bicara mengenai hal itu. Pihaknya telah mendorong Pemkot Bandung untuk menggodok rencana TPST terutama di Cicabe, dengan matang.

"Saya memahami kekhawatiran masyarakat, kalau bagi saya ini pintu darurat tapi bukan sesuatu yang menyenangkan atau nyaman. Saya sudah mintakan eksekutif dan DLH agar TPST ini harus dipertimbangkan secara matang, dampak negatif itu diminimalkan," kata dia.

Masalah keluhan seperti bau yang pasti akan timbul atau lalat, kata Sandi, mungkin tak bisa dihindari. Namun, ia meminta warga berbesar hati dan Pemkot juga bisa memberikan pendekatan dengan baik.

"Dampak negatif ini pasti ada, tapi kan bisa diminimalkan. Nah berikan edukasi pada warga atau mungkin kompensasi jika dibutuhkan. Jangan sampai mereka hanya menerima tanpa ada perhatian. Karena TPST itu memang secara lahan milik Pemkot ya, itu bisa dipakai dalam kondisi darurat sebetulnya," ucap Sandi.

"Saya mohon warga supaya berbesar hati dan memaklumi kondisi darurat. Tapi catatannya pemerintah harus minimalkan. Jangan sampai sampah yang dibuang ke sana merugikan atau membahayakan. Pemerintah harus serius pengelolaannya," sambungnya.

Selain itu, dalam protes warga sekitar Eks TPA Cicabe, mereka menyayangkan tindakan Pemkot yang hendak menggunakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Menurut mereka, setelah lahan Eks TPA Cicabe ditutup pada tahun 2005, lahan tersebut kemudian sudah dijadikan RTH oleh Pemkot.

Tapi kata Sandi, hal tersebut bukan menjadi alasan Pemkot untuk tidak menggunakan lahan. Sebab, kata dia, sebetulnya bangunan yang berdiri di perkotaan memang sudah diwajibkan memiliki RTH. Sehingga nantinya, TPST yang bakal dibangun pun akan memiliki ruang hijaunya sendiri.

"RTH ini sebetulnya pembahasan sendiri. Diamanatkan oleh Undang-undang kan RTH itu harus 30% dari lahan kota. Nah masalah yang dihadapi kota-kota besar itu banyak digunakan permukiman atau jadi budidaya lahan. Semuanya seperti bangunan-bangunan itu, memang sudah diwajibkan punya RTH," ujar Sandi.

"Makanya kita dorong tanah-tanah milik Pemkot dijadikan RTH, tapi kalau tidak efektif digunakan. Contohnya dulu ada pom bensin Taman Pramuka, tidak efektif akhirnya dijadikan RTH. Jadi sebetulnya kalau bicara RTH ini baik publik dan atau pun pusat di tanah pribadi ya memang harus menyediakan RTH," tambah dia.

Terakhir, ia berharap Pemkot Bandung dan warga setempat bisa duduk bersama membahas masalah ini.

"Masalah sampah itu ya tidak ada warga yang mau di daerahnya dibuang sampah. Ada yang usul suruh ke Bandung Timur, mereka pun protes juga sebetulnya. Pengolahan sampah makanya harus jadi budaya, untuk mendukung. Sembari kami juga tetap mendorong apa yang jadi kewajiban Pemerintah," kata Sandi.

Sebelumnya, sejumlah warga di sekitar wilayah eks TPA Cicabe menggelar demo, Selasa (22/8/2023). Mereka menolak pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di lahan eks TPA Cicabe, Kota Bandung.

Komplek City Garden yang terletak di bawah lereng lahan Eks TPA Cicabe dihuni oleh 175 KK. Warga terus menolak langkah pemerintah jika TPST bakal dibangun di dekat permukiman mereka, sehingga warga menuntut relokasi.

"Kami ingin mengutarakan bahwa sebetulnya yang jadi masalah ini pemilihan lahan dan konstruksi. Kalau operasional 2 tahun pertama kan dari APBD yang dikelola DLH itu mungkin baik ya. Tapi konstruksinya ini akan dibangun fasilitas skala pabrik dengan beban berton-ton, di atas tanah labil. Struktur tanah tidak akan memungkinkan," ujar Elprida, salah satu warga Komplek City Garden.

(bba/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads